super god gene [1]

chapter 131 : Golden Worm King

Ketika raja rubah darah suci yang marah itu tertatih-tatih kembali ke puncak bukit pasir, tim telah berlari keluar dari skulk.

Hampir tanpa ragu, Han Sen meraung ke arah Wang Mengmeng, "Panggil gunungmu."

Wang Mengmeng cepat memanggil beruang putih besar. Han Sen melompat beruang itu dan Wang mendesak beruang itu dengan kecepatan penuh.

Skulk dari rubah sedang mematahkan tumit mereka, tetapi hanya beberapa rubah pasir bertanduk mutan bisa mengejar ketinggalan dengan tunggangan mutan tim.

Han Sen berpikir bahwa skulk akan berhenti mengejar, karena raja mereka terluka dan tidak bisa mengejar mereka.

Namun, mereka segera mendengar lolongan aneh dan apa yang mereka lihat mengejutkan.

Raja rubah berdiri di atas kepala cacing batu emas dan, menatap Han Sen, dengan penuh bulu.

"F * # k! Raja rubah ini abnormal. Bagaimana bisa memerintahkan cacing batu? Apakah cacing batu juga makhluk darah suci?" seru Su Xiaoqiao.

Tim melihat cacing batu emas mendekati mereka dengan kecepatan tinggi dan ngeri.

"Kamu pergi ke timur, aku akan pergi ke barat." Han Sen kemudian meminta Wang Mengmeng untuk mengendalikan beruangnya untuk pergi ke barat.

Sekarang Wang Mengmeng hampir memercayai Han Sen secara membabi buta dan bahkan tidak memikirkannya sebelum melakukan apa yang dikatakannya.

"Kamu harus Berhati-hati." Gambler sudah memahami rencana Han Sen dan memimpin yang lain ke timur.

Raja rubah memerintahkan cacing batu dan rubah mutan untuk mengejar Han dan Wang segera. Seekor rubah tidak pernah lupa. Itu tidak akan pernah menyerah sampai mencabik-cabik Han Sen.

Han Sen sudah mengambil ratu peri kembali untuk menyelamatkan kekuatannya. Dia juga melepaskan ikatan tali dan mendudukkan Wang di depannya sehingga dia bisa mengendalikan beruang dengan lebih baik.

"Raja rubah, datanglah jika kamu ingin memakanku," kata Han Sen dan tiba-tiba menembakkan panah, membunuh seekor rubah mutan dalam sekejap mata.

Raja rubah berlomba dengan amarah, meraung di atas kepala cacing batu emas. Cacing itu bergerak lebih cepat.

Rubah mutan itu juga berusaha mengejar beruang itu.

Han Sen melirik raja rubah dan menembak rubah mutan lainnya mati.

Melihat raja rubah kehilangan kesabaran, Han Sen tertawa, "Raja rubah, datang padaku jika kamu mau, dan perhatikan aku membunuh teman-temanmu."

Tangan Hen Sen tidak pernah berhenti, panah hitamnya yang tajam membunuh satu rubah mutan demi satu.

"Rubah pasir bertanduk mutan terbunuh. Jiwa binatang rubah pasir bertanduk mutan didapat. Makan dagingnya untuk mendapatkan nol hingga sepuluh poin geno mutan secara acak."

Tiba-tiba suara yang berbeda terdengar di benak Han Sen. Dia memperoleh jiwa binatang buas rubah bertanduk mutan.

Dengan penuh kegembiraan, Han Sen menembak dengan kekuatan besar.

Raja rubah akan meledak. Beruang putih adalah gunung darah suci, sehingga cacing batu emas tidak bisa menyusul mereka dalam waktu dekat.

Akhirnya, pada lolongan raja rubah, semua rubah mutan berhenti mengejar.

Hanya raja rubah yang melanjutkan cacing batu sebagai gunungnya.

Tidak ada lagi rubah mutan yang harus dia bunuh, jadi Han Sen menjadikan rubah raja sebagai sasarannya. Kali ini raja rubah dipersiapkan dan dihindari. Meskipun jaraknya pendek, panah itu akhirnya mengenai cacing batu emas.

Mendering!

Itu terdengar seperti cacing itu memiliki cangkang lebih keras dari logam. Panah stinger hitam mutan hanya meninggalkan tanda putih yang nyaris tidak terlihat di atasnya.

Han Sen kaget dengan kejutan. "Benar saja, cacing batu emas juga merupakan makhluk suci-darah."

"Saudara Han, sekarang apa yang harus kita lakukan? Beruang putih itu lebih lambat daripada cacing batu emas. Mereka akhirnya akan menyusul," tanya Wang Mengmeng, mengendarai beruang itu.

Dia tidak terdengar takut atau khawatir, karena beberapa alasan, dia percaya Han Sen bisa selalu mengurus semuanya.

Dalam pelarian yang berbahaya, dia bahkan tidak memiliki perasaan krisis.

Meskipun kadang-kadang ada beberapa makhluk di depan mereka, mereka akan berhamburan saat melihat cacing batu emas. Karenanya mereka tidak menemui kendala dalam perjalanan.

"Cacing batu hanya cepat di padang pasir. Jika kita bisa keluar dari sini, kita harus bisa menyingkirkannya," Han Sen merenung dan berkata.

"Di sini penuh pasir dan batu. Aku tidak melihat warna lain." Wang Mengmeng melihat sekeliling dengan kecewa, "Hanya bukit pasir dan bukit berbatu."

Mata Han Sen tiba-tiba bersinar. Menunjuk ke satu arah, dia berkata, "Pergilah ke sana."

Wang Mengmeng mengikuti perintahnya dan mendesak beruang itu pergi. Segera dia menemukan mereka berada di tebing yang menghadap ke lembah yang dalam. Jalan setapak berakhir dan lembah itu lebarnya setidaknya seratus kaki.

"Saudara Han, kita tidak punya tempat untuk pergi!" seru Wang Mengmeng.

"Pergi," kata Han Sen tanpa ekspresi.

"Tidak, beruang putih tidak bisa melompat sejauh ini," Wang Mengmeng cepat berkata, melihat beruang putih besar mendekati tepi.

"Percayalah padaku. Pergi," kata Han Sen dengan tegas, sambil menunjuk panah pada raja rubah.

Mengetahui keputusasaan mereka, raja rubah tampak kejam dan senang.

"Yah, Kakak Han, aku percaya padamu. Pergi ke ..." Wang Mengmeng memerintahkan beruangnya untuk bergegas dari tepi dengan kecepatan penuh.

Dengan kepercayaan buta pada Han Sen, Wang Mengmeng berusaha membuat hal yang mustahil terjadi.

Di belakang mereka, cacing batu emas semakin dekat. Raja rubah menyaksikan kedua manusia itu dengan kejam.

Menunjuk panah pada raja rubah, Han Sen tidak menembak.

"Kakak Han!" Wang Mengmeng menjerit dan menutup matanya saat beruang putih berlari dari tepi.

Han Sen akhirnya menembakkan panah, melingkarkan tangannya di pinggangnya, dan menutupi matanya dengan tangan satunya. "Ambil kembali beruang putihmu," katanya pelan.