super god gene [1]

chapter 162 : Di Lembah

Setelah berjalan setengah hari lagi, Han Sen bahkan tidak melihat satu makhluk pun di jalan, yang membuatnya merasa aneh.

Tiba-tiba, tubuh besar cacing batu muncul di depannya, dan Han Sen dengan cepat mempersiapkan dirinya untuk berkelahi. Meskipun cacing batu biasa hanyalah makhluk primitif, ukurannya terlalu besar dan kekuatannya terlalu besar untuk dianggap enteng.

Cacing batu itu diam. Han Sen melihat lebih dekat hanya untuk menemukan bahwa cacing batu sudah mati, dengan seluruh kepalanya hancur oleh serangan yang tidak diketahui.

"Sepertinya seseorang benar-benar datang ke sini." Han Sen menjadi waspada, mengambil kembali Meowth, dan terus berjalan sendirian.

Jumlah tubuh cacing batu mulai meningkat. Beberapa meninggal dengan hanya setengah dari tubuh mereka di atas tanah. Han Sen bertanya-tanya senjata apa yang telah membuat pukulan brutal seperti itu.

Selain tubuh cacing batu, ia mulai melihat semakin banyak tubuh rubah pasir bertanduk. Ada berbagai bekas luka di tubuh, yang tampaknya ditinggalkan oleh individu yang berbeda.

Han Sen mengerutkan kening dan melanjutkan perjalanan ke depan. Setengah hari lagi, dia mulai mendengar suara binatang buas, suara manusia, dan bunyi klakson baja di depannya.

Han Sen dengan cepat menyembunyikan dirinya di balik gundukan pasir, mengeluarkan teleskopnya, dan mulai mengamati.

"Putera Surga!" Han Sen berteriak tanpa suara.

Di lembah, Anak Langit dan gengnya sedang berburu rubah pasir bertanduk. Han Sen tahu hampir semuanya.

Tapi salah satu dari mereka Han Sen belum pernah melihat sebelumnya. Dia adalah beruang dari seorang pria, sekuat Shi Zhikang. Mengenakan setengah baju besi dan menggunakan palu godam hitam, dia memiliki tampilan yang menakutkan. Ketika dia melambaikan palu godam, cacing batu akan dihancurkan dan sekelompok rubah pasir bertanduk akan dimusnahkan.

"Sial! Di mana Son of Heaven menemukan orang ini?" bertanya-tanya Han Sen. Jika orang ini dari Steel Armor Shelter, Han Sen seharusnya sudah mendengar tentang dia.

Han Sen melihat raja rubah darah suci di ujung lembah. Rubah melemparkan diri ke arah geng tetapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan pembantaian.

Lembah itu adalah jalan buntu dan rubah tidak punya tempat untuk lari, jadi mereka harus tinggal dan bertarung.

"Kalau bukan karena fakta bahwa aku telah membunuh raja cacing batu emas, raja rubah mungkin masih bisa melawan mereka. Aku mungkin melakukan kebaikan untuk Anak Langit." Han Sen diam-diam menyelinap ke lembah, tidak mau menyerahkan bantuan kepada Putra Surga.

Orang yang menggunakan palu itu begitu ganas sehingga rubah tidak bisa menahan serangan sama sekali. Dengan korban yang tak terhitung jumlahnya, rubah terpaksa masuk ke ujung lembah.

Raja rubah darah suci itu juga memekik putus asa, tampak sedih.

"Ha-ha, Saudaraku, aku sangat mengagumimu." Anak Langit, Tuhan memberi pria yang kuat itu pujian yang langka.

"Saudaraku, kamu menyanjungku. Aku hanya beruntung karena mendapatkan palu godam darah binatang suci ini saja." Dengan kata-kata sederhana Gu, dia tidak bisa menutupi harga diri di wajahnya.

Han Sen berada di luar lembah, ragu apakah dia harus bergegas ke pertarungan segera. Rubah-rubah itu jelas putus asa sekarang dengan raja mereka terjebak di sudut. Geng itu akan berhasil.

Tiba-tiba, Han Sen melihat jejak kecerdikan yang tidak bisa dijelaskan dari mata raja rubah dan tiba-tiba merasakan hawa dingin.

"Bagaimana mungkin aku lupa betapa liciknya raja rubah? Jika itu benar-benar ingin berlari, itu tidak akan pernah datang ke tempat ini. Pasti ada yang salah." Han Sen dengan cepat menyembunyikan dirinya di lembah dan melihat ke luar.

Ketika Anak Langit dan gengnya mengira mereka memiliki semua rubah di saku mereka, raja rubah darah suci tiba-tiba melengkungkan tubuhnya dan memindahkan sebuah batu besar menjauh, memperlihatkan lubang seukuran ember.

Raja rubah tiba-tiba menghilang di lubang dan semua rubah mutan yang mengelilinginya memasuki lubang satu per satu.

"Sial, binatang buas ini berbahaya. Ikuti dan jangan biarkan dia lari." Putra Langit memerintahkan dengan marah.

Han Sen menggelengkan kepalanya. Anak Langit telah membiarkan raja rubah darah suci masuk ke dalam kulitnya. Jika Han Sen adalah Putra Surga, dia akan segera memerintahkan mundur.

Dengan keseluruhan sekecil itu, hanya satu orang yang bisa menggeliat seperti ular pada suatu waktu. Tidak ada cara untuk menggunakan senjata dan Tuhan tahu trik apa yang telah disiapkan raja rubah.

Menurut pemahaman Han Sen tentang raja rubah, itu tidak akan datang ke sini hanya untuk melarikan diri. Pasti ada sesuatu yang aneh terjadi. Jadi, jika terserah Han Sen, dia akan memilih untuk lari.

Rupanya, Putra Langit dan gengnya tidak berbagi pikiran dan ingin mengejar raja rubah.

Tetapi ketika hanya setengah dari mereka telah melewati lubang, seluruh lembah mulai bergetar. Semua pasir dan batu bergetar seperti ombak di lautan.

"Memang triknya akan segera datang," Han Sen cepat mundur dan menyaksikan pemandangan aneh di lembah ini dari jauh.

"Mundur — cepat mundur dari lembah!" Anak Langit tiba-tiba menyadari ada yang tidak beres dan berteriak, ingin bergegas keluar lembah.

Sudah terlambat. Han Sen melihat dari mana dia menyembunyikan bahwa banyak "cairan" emas telah mengalir dari bawah pasir seolah-olah pasir itu berdarah, tiba-tiba mewarnai lembah keemasan dan mengalir ke arah geng.

Dengan penglihatan yang luar biasa, Han Sen telah melihat bahwa "cairan" dibentuk oleh lautan banyak serangga emas seukuran kacang.

Serangga-serangga emas mengalir di atas tubuh cacing-cacing batu dan rubah-rubah pasir bertanduk, tanpa meninggalkan apa pun — bahkan tulang.

Ketika ditutupi oleh serangga ini, tubuh cacing batu besar menghilang dalam hitungan detik, yang membuat Han Sen gugup.