6. Magenta

7K 975 109
                                    

Dering telfonku membuatku tersenyum
di pagi hari.

Kau bercerita semalam kita bertemu
dalam mimpi.

Tesla ternganga mendengar lagu "Dekat Di Hati" dari grup band ternama negerinya, RAN, di gedung tua yang jaraknya bermil-mil jauhnya dari Indonesia.

Yang membuatnya heran, lagu itu menjadi nada dering panggilan di ponselnya, tapi yang didengarnya tadi tidak berasal dari ponselnya.

"Hello?"

Tesla menoleh dan semakin melongo melihat siapa yang bersuara. Cowok Indonesia yang tadi pagi membantunya mengunci pintu kamar! Cowok itu sedang menerima telepon. Sepertinya lagu RAN yang tadi didengarnya berasal dari ponsel cowok itu.

Tanpa sadar Tesla memandanginya, membuat cowok itu mengernyit heran dan berhenti di depan Tesla sambil masih menelepon.

"Kamu ngapain di sini? Nggak bisa masuk kamar? Atau kamu nggak bisa buka pintu? Kunci kamar kamu macet lagi?" tanya cowok itu beruntun setelah mengakhiri percakapan teleponnya.

"Aku nggak tau kuncinya macet atau nggak. Aku belum nyoba buka pintunya," sahut Tesla.

Cowok itu mengernyit.

"Jadi, dari tadi kamu bengong sendirian di sini?" katanya bernada meledek.

"Aku nunggu teman sekamarku pulang."

"Kenapa mesti di sini? Kamu kan bisa nunggu di kamar."

"Aku nggak nyaman di kamar sendirian."

"Nggak nyaman? Maksud kamu takut?"

"Bukan takut. Cuma nggak tenang."

"Ah, bilang aja takut. Wajar kok kalau kamu takut. Gedung ini udah tua. Umurnya ratusan tahun. Dinding-dindingnya jadi saksi banyak kisah hidup orang yang pernah tinggal di sini. Bisa jadi dulu pernah ada tragedi mengenaskan, dan sekarang ninggalin nuansa kelam."

Tesla meringis mendengar cowok itu bicara dengan nada santai seolah tragedi mengenaskan tidak membuatnya takut. Padahal ucapan cowok itu kemungkinan benar. Itu sebabnya dia merasakan aura gelap dan dia bisa melihat mahluk tak kasatmata berkeliaran di gedung ini.

"Kamu nggak takut sendirian di sini?" tanyanya sambil mengelus tengkuknya yang tiba-tiba merinding.

"Buat apa takut? Takut itu cuma perasaan. Bisa kita kendaliin," jawab cowok itu, tertangkap nada arogan yang halus.

"Kamu nggak pernah lihat ... " Tesla berhenti sedetik, lalu melanjutkan dengan suara nyaris berbisik, " ... penampakan?"

Cowok itu mengernyit. "Penampakan?" ujarnya dengan suara lebih keras. Seolah sengaja membuat cemas Tesla yang sudah berhati-hati menyebut kata itu.

"Ngomong bahasa Indonesia nggak usah bisik-bisik. Nggak bakal ada yang ngerti. Nggak banyak orang Indonesia yang ngekos di sini. Selama seminggu aku di sini, baru kamu orang Indonesia yang aku lihat."

Wajah Tesla menghangat, menyadari kebenaran ucapan cowok itu.

"Benar juga. Eh, teman sekamarku juga orang Indonesia," sahutnya pelan.

"Oh, baguslah. Ada tambahan orang Indonesia. Tadi penampakan apa maksud kamu?" Cowok itu kembali ke topik pembicaraan sebelumnya.

"Mungkin gedung ini berhantu? Apa kamu pernah lihat hantu di sini? Tadi kamu bilang, gedung ini udah lama banget dibangun. Udah banyak yang tinggal di sini. Mungkin pernah ada tragedi nyeremin yang bikin nuansa diadalam gedung ini agak creepy."

Nightmare in Budapest Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang