Chap. 11 [Last Chapter]

9.8K 1K 284
                                    

Mark duduk tepat di samping Haechan, membuat ranjang yang mereka tempati sedikit berderit karena pertambahan beban pria itu.

Keduanya hanya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Haechan memilih lantai kamarnya sebagai objek paling menarik yang dapat ia pandangi saat ini. Ia tak berharap akan sesuatu yang baik dalam hubungan mereka setelah Mark keluar dari kamarnya. Haechan tahu Mark telah berada pada puncak titik terjengah terhadapnya yang menghindar berkali-kali tanpa memberikan penjelasan apapun. Seperti seorang pengecut. Dan yang Haechan tahu adalah ia tidak akan pernah bisa mundur lagi setelah ini.

"Banyak sekali hal yang harus kita bicarakan sekarang," Mark membuka suara sementara Haechan hanya diam mendengarkan. "Rasanya, hal ini tidak akan ada akhirnya jika aku tidak memaksamu seperti ini, maafkan aku."

Haechan diam sebentar, lalu menyahut dengan mencoba bersikap tenang. "Tidak, memang benar kita harus menyelesaikan hal ini."

Mark menatap Haechan, perlahan menipiskan jarak antara mereka dengan yang cukup intens untuk membuat Haechan merasa gugup dalam satu kerjapan sekon. "Satu hal Lee Haechan,"

Haechan beringsut menjauh, namun Mark menahannya. Tangan kanannya menahan pundak sahabatnya, kuat namun hati-hati. Haechan mendapati dirinya tidak bisa berkutik saat Mark menatapnya begitu dalam dengan sorot terluka.

“Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu..” Mark berujar dengan nada memancing.

Ia ingin Haechan mengatakannya secara langsung.

“..sesuatu yang sangat besar.”

Ya. Ia memang menyembunyikan rahasia besar. Rahasia yang dapat merobohkan hubungan pertemanan mereka dalam sekali ledakan. Rahasia yang dapat mengubah pandangan Mark terhadapnya dalam sekejap. Rahasia yang dapat membuat Mark menjauhinya esok ketika hari berganti. Dan Haechan terlalu takut.

“Aku hanya..”

“Kau membenciku?”

“Tidak.” Haechan membalas terlampau cepat, jelas sekali tak ingin Mark mengartikan perilakunya dengan terlampau salah. Ia menatap Mark dan sepenuhnya terdiam saat mata mereka bertemu.

Mark memejamkan matanya, Haechan menyadari Mark sedang menarik nafasnya dalam saat ini. Entah itu sebagai pelampiasannya untuk menahan amarah atau apapun itu.  “Kau melakukannya lagi. Kau tahu? Semua yang kau katakan dengan semua yang kau lakukan selalu saja berlawanan arah. Kau membuatku bingung dan salah paham terhadapmu. Kau membuatku terlihat buruk”

“Bukan begitu, aku.. aku hanya,” Haechan kehilangan kata-katanya. Ia tidak membenci Mark, sebaliknya Haechan sangat mencintai laki-laki itu hingga gila rasanya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa saat Mark menanyakan demikian dengan sorot penuh harap.

Sebesar keinginan Haechan untuk mengungkapkan semuanya kepada Mark, sebesar itulah ketakutannya untuk beberapa alasan:

Pertama, Haechan tak ingin merusak hubungan pertemanan mereka.

Kedua, masing-masing mereka adalah laki-laki.

Ketiga, Haechan tak bisa berhenti memikirkan alasan kedua.

“Ijinkan aku memastikan satu hal, Haechan..”

“Apa?” Haechan bertanya dengan pelan. Wajah Mark begitu keras dan jauh dari ekspresi main-main, terasa asing karena Mark yang Haechan kenal hanyalah pria penuh cengiran yang tidak pernah menghadapi Haechan seserius ini.

Lalu..

Semuanya berjalan terlalu cepat, terlalu tiba-tiba hingga Haechan kini hanya bisa membeku ditempatnya. Mark memutuskan jarak diantara mereka dengan bibirnya. Dengan sedikit dorongan, Mark menyalurkan afeksi tulusnya terhadap Haechan gerakan terlalu lembut hingga membuat Haechan sejenak merasakan jika ia hidup dalam sebuah fantasi.

Between Us ▪ MarkChan ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang