3. Terima Kasih

1.7K 147 21
                                    

Sang kakak tertua dan si adik terkecil saling berpegangan tangan didalam ruang UKS sekolah.

Halilintar sang kakak tertua tidak berani dan tidak mau menatap balik kearah adiknya. Justru ia malah mendecih dan membuang muka yang sudah merah padam.

Solar si adik terkecil terbengong karena masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang didengarnya. Kakaknya yang tertua, yang terkenal galak, sadis dan tangguh itu justru takut dengan hal yang sepele.

Solar menarik napas panjang. "Kak, kalau tersenggol tanganmu itu bakalan sakit. Aku perlu kertas HVS yang tebal untuk membuat sling," si adik lanjut menjelaskan, "Kita ngga akan bisa keluar dari sini sampai besok. Pintu depan pasti dikunci, telepon sekolah juga diputus kalau sudah malam begini."

Kalau saja situasinya tidak sesuram yang mereka alami sekarang ini, pastilah Halilintar sudah menjadi bahan bulan-bulanan tertawaan Solar.

"Ya sudah, aku ikut!" Jadilah Halilintar membuntuti adiknya sedekat mungkin dan kembali keluar dari ruang UKS. "Jadi kita ke ruang mana nih?"

"Perpustakaan, kak. Tempat itu ngga pernah dikunci."

Halilintar langsung meneguk ludah ketika mendengar nama tempat tujuan mereka. Ia paling benci dengan ruang perpustakaan. Selain buku-buku yang membosankan, aroma kertas dan buku tua ditempat itu juga membuatnya tidak nyaman. "Ngga ada tempat lain?" tanya Halilintar yang terlihat gelisah.

"Ruang guru? Pasti dikunci. Ruang administrasi? dikunci juga dan kita bisa dikira maling!" ketus Solar yang mulai merasa lelah.

Dan tibalah mereka berdua di ruang perpustakaan.

Solar mencoba menyalakan lampu diruangan itu. "Aneh?" gumamnya ketika ia menekan sakelar lampu di dinding, "Aliran listriknya padam atau lampunya yang rusak?"

"Lampunya rusak," jawab Halilintar singkat. "Kabelnya putus digigit tikus. Aku yang dimintai tolong oleh ketua OSIS sial itu untuk naik keatas dan membuang bangkainya."

"Ketua OSIS? Oooh... Kak Gempa?"

"Sudah bukan dia ...."

"Eh? Sudah diganti? Padahal belum ada pengumuman." tanya Solar sambil memeriksa meja penjaga perpustakaan.

"Memang belum." ujar Halilintar yang masih saja membuntuti Solar kemanapun adiknya itu melangkah. "Ketua OSIS sekarang adalah kakakmu, Blaze."

"Hah!?" Solar tercengang mendengar pemberitahuan itu. Ia tidak pernah menyangka kalau kakaknya yang bandel itu bisa terpilih jadi ketua OSIS. "Kak Blaze? Kok bisa? Dia kan cuma iseng saja mencalonkan diri."

"Itu yang aku ngga ngerti. Cuman modal bandel plus jahil doang," komentar Halilintar sembari menggelengkan kepalanya.

Solar berjongkok dibalik meja pengawas perpustakaan dan kembali berdiri dengan setumpukan kertas HVS di tangannya.

Tanpa pikir panjang, Solar langsung melepaskan baju seragamnya yang sudah sobek-sobek akibat dikeroyok ketika berniat menolong kakaknya. "Kemarikan tangan kirimu, Kak."

Halilintar menggigit bibirnya menahan nyeri dan ngilu ketika tangan kirinya diletakkan ke dalam gulungan kertas HVS yang berbentuk huruf U oleh Solar. Gulungan kertas HVS itu direkatkan dengan lilitan selotip oleh supaya tidak terlepas. Terakhir Solar menggunakan seragamnya yang sudah sobek-sobek itu sebagai sling untuk menahan tangan kiri Halilintar didepan dada.

PahlawankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang