-/-RECIPROCITY-\-

37 3 9
                                    

Assalamualaikum gaess!
Hello! Haii!

Wahh, setelah sekian lama akhirnya kita bertemu lagi😭😭maafkan aku yg membiarkan story ini terbengkalai cukup lama😭😭

Langsung aja lah.

Jangan lupa vote 💕💕

  \_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  \_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/

——////////////• REALMEYES •\\\\\\\\\\\\——
   
    || Chapter 4 • RECIPROCITY • ||

_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/_/\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_

Rezvan Point Of View
Aku : Rezvan

Aku merasa heran.  Aku tahu jika kamar hotel ini kedap suara.  Tapi mengapa terdengar suara gesekan biola Yang begitu jelas?  Tengah malam seperti ini, siapa orang yang mau bermain biola? Karena sangat penasaran,  aku pun keluar kamar, meninggalkan Raden yang masih sibuk menyelami dunia mimpinya.

Perempuan itu berdiri disana,  dengan gaun maroon, stocking putih, dan tangannya memainkan biola lagu gugur bunga yang terdengar menyeramkan di tengah malam seperti ini.  Ia berada di ujung lorong,  menghadap cermin. Anggun sekali.

Rasanya aku familiar dengan postur tubuh perempuan itu,  ia menutup matanya,  menikmati alunan biola yang ia ciptakan.  Aku mendekati perempuan itu hingga aku tepat berada di belakangnya,  disini aku bisa melihat pantulan tubuhnya lewat cermin. Wajahnya putih pucat, bibirnya semerah delima, rambut hitamnya lurus tergerai.  Aku mengenalinya.

Tepat saat itu juga,  ia menghentikan permainan biolanya,  membuka mata dan menatap pantulan wajahku di cermin dengan tatapan nyalang,  lalu ia tersenyum miring.

TAK TAK TAK TAK TAK

Lehernya memutar menciptakan bunyi seperti tulang yang patah.  Suaranya membuatku ngilu. Wajahnya menatapku penuh dendam,   sementara tubuhnya masih menghadap cermin.

"Nanda!?" Ujarku.

Seketika biolanya lenyap,  sementara busur biolanya/bownya berubah menjadi pisau yang lancip dan mengkilap. Nanda menyeringai sambil mengangkat pisau itu,  ia berlari kearahku. Pisau itu siap menikamku kapan saja.

Aku masih terpaku menyaksikan itu.  Tapi,  saat pisau itu berada 10 cm dari ulu hatiku, aku berkelit, menghindar. Tapi,  ia tidak menyerah,  malah semakin marah. Jantungku berdebar cepat. Ia terus bergerak berusaha menyerangku dengan pisaunya itu, dan aku sudah kewalahan menghadapinya.

Keringat terus berjatuhan dari dahiku. Energiku terkuras habis. Hingga tiba - tiba aku jatuh tersungkur. Aku tak kuat untuk berdiri kembali. Nanda memanfaatkan situasi, dengan kembali kepadaku dengan pisaunya. Berteriak meminta pertolongan pun akan sia - sia,  kamar - kamar di hotel ini kedap suara. Aku hanya bisa berdoa. Aku pasrah.























REALMEYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang