02. Tiga permintaan

4.1K 466 41
                                    

Katanya, tidak
ada pertemuan tanpa sebab. Lalu apa arti dari pertemuan kita? —Natesa.

Aktifkan musik di mulmed🔊

Udara malam yang berembus berhasil menerpa rambutku, meski sudah tertutup oleh sweater berwarna biru muda, tetap saja udara dingin ini menusuk kulitku.

Kini aku berdiam di balkon kamarku yang terletak pada lantai dua. Seperti biasanya, setelah minum obat aku pasti akan berdiri di sini untuk melihat taburan bintang.

"Tesa."

Ketika sedang asik mengamati bintang, suara yang terdengar tidak asing itu kini memanggil namaku. Aku pun langsung menoleh kemudian mendapati Bundaku.

"Ini minum," katanya lembut sembari memberikan aku segelas minuman daun sirsak.

Benar. Setelah aku menderita penyakit mematikan seperti ini, Bundaku rutin mengolah daun sirsak menjadi minuman semacam teh seperti ini.

Katanya memiliki khasiat menyembuhkan penyakit kanker. Meski aku tahu, dengan meminum ini belum tentu aku akan terbebas dari sel kanker ini.

Tapi aku tetap menghargai Bundaku karena tekadnya untuk membuat aku sembuh.

Aku sayang bunda.

Dia adalah wanita paling hebat bagiku, seorang single parents. Iya, Ayahku dan Bunda sudah bercerai sejak aku kelas enam SD.

Mereka berpisah secara baik-baik, meski aku tidak tahu pasti alasan mereka bercerai. Ayah sudah memiliki keluarga baru di Belanda, dikarunia putri kecil berumur 7 tahun bernama Irene.

Walaupun Ayah mempunyai keluarga baru, tidak jarang jika Ayah menelpon diriku untuk menanyakan kabar dan apakah diriku sudah minum obat atau belum.

"Makasih bun," kataku seraya mengambil minuman itu dan meminumnya secara pelan.

Bunda mengelus rambutku lembut lalu mencium dahiku penuh kasih sayang. "I love you, Tessa."

"I love you too, Bunda."

"Bunda ke bawah dulu ya, masih banyak kerjaan yang harus bunda selesaikan."

Aku mengangguk paham. "Iya bun."

"Selamat malam, kamu jangan begadang ya. Kamu harus tetap jaga kesehatan."

"Iya. Setelah Tesa selesai minum ini, aku pasti langsung tidur kok bun. Jadi Bunda gak perlu mencemaskan aku."

"Bunda tahu, kamu adalah gadis yang kuat. Kamu pasti bisa bertahan, demi bunda?"

Aku tersenyum. "Tentu. Aku akan bertahan, demi bunda."

Lalu Bunda pergi dan air mata aku mengalir dahsyat. Aku menyekanya segera. Sial. Aku menangis lagi. Lagi dan lagi.

Aku mencoba untuk menahan tangisanku dan mendekam di meja belajar. Menulis hal yang aku ingin tuangkan, mungkin bisa membuat aku tenang.

Tetapi sesuatu yang aku cari, kini tidak aku temukan. Aku panik, aku mengacak seluruh benda di meja belajarkan dan menggeledah semua isi tas.

Terima Kasih, Benua ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang