Perjodohan. Hal ini bukan lagi sebuah kejutan dalam kehidupan kaum borjuis seperti kami. Terlahir dari keluarga kaya tidak selalu menyenangkan. Dibanding jutaan dollar uang yang kami habiskan, jauh didalam relung hati semuanya terasa kurang.
Cinta.
Sesuatu yang tidak bisa kami miliki. Seakan cinta tidak terlahir untuk orang seperti kami. Seakan garis takdir Tuhan terkesan sia-sia ditangan para orang tua. Hubungan perjodohan yang dijalin oleh dua keluarga kaya, demi uang dan kekuasaan, tentu saja.
Klise, tapi memang begitu adanya.
Kami tidak bisa memilih takdir, dan sebagai gantinya, uang menjadi pelampiasan dari segala rasa frustasi yang terus menghantui.
.
.
Tuan Hyunjae menuntun tanganku seraya berjalan mendekat kearah Ayah. Senyum tidak lepas barang sedetik dari wajah tampannya.
"Dear, sudah berapa kali ibu katakan untuk memeriksa letak tampilan sebelum turun?" keluhnya seraya membenarkan tatanan rambutku yang (Demi Tuhan!) tidak berantakan sama sekali.
Aku hanya tersenyum menanggapi seraya menyingkirkan tangannya dari rambutku. "Ibu, aku sudah besar!" rengekku manja.
Menggelikan... Aku bahkan ikut dalam drama anak-ibu-harmonis yang dibuat dadakan oleh Tuan Hyunjae.
Ah.. jangan tanyakan kenapa aku memanggilnya dengan nama yang berbeda. (Orang kaya butuh pencitraan, kau tahu? Menjadi headline dari surat kabar dan majalah sangatlah menyenangkan!)
Ia tersenyum lalu memelukku dihadapan beberapa rekan bisnis Ayah. "Kau tetap bayi kecil ibu, Seungmin!"
Tuhan... sampai kapan aku harus ikut dalam opera sabun dengan alur yang tidak menarik ini?!
Ayah berdeham lalu merangkul aku dan ibu dalam rengkuhan tangannya. Ia tersenyum seraya menatapku, dalam. Yang aku yakin juga hanya bagian dari drama.
"Apa kau menyukai pestanya?"
Aku mengedikkan bahuku seraya menatap area pesta dengan tatapan bosan. "Lumayan, tidak buruk.."
Untuk pesta yang menghabiskan dana ratusan juta won, ini terlihat lumayan.
Atensiku terjatuh pada seorang lelaki tinggi yang berjalan memasuki area pesta. Aku berteriak tertahan lalu berlari kecil mendekatinya.
"Hai, Juyeon!" sapaku ceria.
Lelaki itu menoleh lalu tersenyum canggung. "Seungmin, sudah berapa kali aku ingatkan untuk memanggilku paman?" ucapnya seraya mengusak pelan rambutku. "Selamat ulang tahun, dear."
Aku mendengus pelan lalu menarik tangannya dan menggenggam tangan (paman) Juyeon, berarap ia akan mengerti perasaanku. "Untuk apa memanggil paman? Aku kan akan menikah denganmu!"
Ia tersenyum maklum kemudian menggeleng. "Aku lebih tua darimu, bahkan seumuran dengan ayah dan ibumu. Bagaimana bisa aku menikahi keponakanku? Aku bahkan sudah menganggapmu anakku, omong-omong..."
Dua puluh lima kali. Ini sudah kesekian kalinya ia menolakku. Aku tidak mengerti, memangnya aku kurang apa?
Terdengar bodoh saat mengetahui bahwa cinta pertama mu berumur puluhan tahun diatasmu dan ia hanya menganggapmu anak-anak. Aku menyatakan cintaku padanya pada umur sepuluh tahun, dan ia menolakku.
Sialnya, tiga tahun semenjak insiden itu ia malah mengatakan akan menikah dengan wanita miskin yang bahkan entah darimana asalnya.
Aku masih bisa mengingat dimana aku berteriak histeris saat pendeta menyatakan bahwa paman Juyeon resmi menikah. Aku bahkan melompat ke altar dan memeluk paman Juyeon saat mereka akan berciuman.
Menyisakan tatapan canggung dari seluruh tamu dan kedua orang tuaku.
Setidaknya aku berhasil menghalangi mereka berciuman, dengan begitu cinta mereka tidak akan sempurna.
"Ayah mengatakan bahwa aku akan dijodohkan dengan sesorang dari keluarga Lee, dan aku mengenalnya. Itu pasti paman!" sergahku lalu memeluknya erat. "Aku sudah legal untuk menikah, aku juga tidak peduli dengan kata orang tentang kita!"
Ia meringis lalu menjauhkan tubuhnya dariku kemudian tersenyum geli. "Tentu kau mengenalnya, tapi bukan aku, Seungmin. Kau akan dijodohkan dengan keponakanku, Mark Lee."
Sial.
.
.
Setelah acara penolakan yang ke dua puluh lima kali oleh Lee Juyeon, aku memutuskan untuk menenangkan pikiranku di sekitar kolam renang. Area ini cukup sepi sehingga membuatku cukup leluasa untuk mengumpat tanpa perlu khawatir perilaku bar-bar ku akan menjadi konsumsi khalayak ramai besok pagi.
"Tuan, apa anda ingin minuman dan kudapan kecil?"
Aku menoleh dan mendapati seorang lelaki kurus dengan pakaian khas pelayan menatapku seraya menyodorkan beberapa kudapan yang ia bawa ditangan kanan-nya. Suaranya terkesan dalam untuk orang dengan wajah tanpa dosa miliknya.
Aku berdiri kemudian mendekat kearahnya dan menatap lelaki itu dari atas ke bawah dengan tatapan menganalisa. Ia menunduk risih seraya menghindari kontak mata denganku.
"Berapa kau dibayar?"
"...Ya?"
"Aku tanya, berapa kau dibayar per-jam?"
"S-sepuluh dolar.." cicitnya pelan. Aku menaikkan alisku lalu menatap sangsi padanya. "Heol. Apa kau menjual diri untuk memenuhi kebutuhan lainmu?"
Ia menatapku dengan mata sayu dan menggigit pelan bibirnya. Aku bisa melihat bahwa ia berusaha menahan tangisnya. "Tidak.. aku mengambil beberapa pekerjaan lain diluar jadwal sekolahku.."
"Oh, kalau begitu kau-"
"Kim Seungmin, apa yang kau lakukan?" aku mengalihkan pandangan seraya menatap datar refleksi lelaki yang berjalan mendekat kearahku dan si pelayan.
"Kau tak apa?" ujarnya seraya menepuk pelan kepala si pelayan yang dibalas senyuman hangat oleh si pelayan. "Ya."
Aku menatap adegan dihadapanku seraya tersenyum miring. "Oh, jadi kau menggoda tunanganku?" ujarku seraya menarik tangan si pelayan agar menjauh dari tunanganku. "Berapa banyak kau dibayar?" desakku seraya mencengkram kuat lengannya.
Mark Lee (tunanganku) menepis kuat tanganku lalu menatapku tajam. "Jaga omonganmu, Seungmin."
Aku berkedip pelan lalu mendengus. "Kau mencintainya?" sergahku. Sial, kenapa malah aku yang menjadi tokoh jahat disini?
Mark tampak kaku lalu kemudian aku menampar keras si pelayan tepat dihadapan Mark. "Jika kau miskin, bekerjalah! Setidaknya minta lah pada Tuhan untuk terlahir kaya dikehidupan berikutnya!"
Aku tidak ingat bagaimana tapi yang aku ingat adalah Mark menamparku. Wajahnya memerah, menahan amarah. Belum puas, ia mendorongku kearah kolam dan disaat aku kehilangan keseimbangan, ia berbalik seraya mengucapkan kalimat penenang untuk si pelayan.
Dan detik berikutnya, aku terjatuh kedalam kolam. Mencoba meraih permukaan namun aku tidak bisa. Mark mengacuhkanku.
Tidak ada orang yang mau menyelamatkan seorang Cinderella palsu sepertiku...
Sebelum kesadaranku menghilang, aku merasakan tubuhku dalam dekapan seseorang. Aku tidak bisa mengingat wajahnya dengan detail karena kesadaranku menghilang detik itu juga.
Surai golden brown dengan tahi lalat di bawah matanya. Dan ia menyelamatkanku...
.
.
Drama banget, nangis.
Maaf ya peran nya diganti sama Mark, huhu. Setelah dipikir-pikir, Mark ini cocok banget buat peran ini. Terus, Seungmin malah jadi kayak gini. Jangan benci Seungmin ya, dia baik kok. :"D
Mm.. Silahkan menghujat karena saya labil bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Prince Syndrome
Fanfiction+ hyunjin, seungmin. Jika di dongeng sang pangeran lah yang menyelamatkan Cinderella, lalu di dunia nyata ini apa ada yang akan menyelamatkan Cinderella 'palsu' dan mata duitan seperti Kim Seungmin?