Assalamualaikum.
...
Rania menghampiri kerumunan itu, karena tak mampu lagi membendung rasa penasarannya.
"Ini ada apa ya?" gumam Rania entah untuk keberapa kalinya, tak sengaja bahunya menyenggol bahu orang lain.
"Loh Pryta kok kamu disini? Nggak jadi ke kantin?" tanya Rania heran.
"Ah itu nggak penting, lo sekarang bantu gue fotoin sama cowok gans itu, udah antri nih capek." jawab Pryta lalu menggeret Rania lebih mendekat pada kerumunan dan menyerahkan ponselnya ketangan Rania.
"Bang gans, giliran aku dong yang fotbar udah antri dari tadi." ucap Pryta dan diangguki oleh cowok itu.
Rania tidak memedulikan sekitar, ia hanya fokus membidik jepretannya dan setelah berhasil ia mengembalikan ponsel Pryta.
Rania terduduk di gazebo depan kelas seraya menonton antrian yang ingin fotbar dengan cowok yang belum Rania lihat jelas wajahnya. Tiba-tiba cowok itu melambai-lambaikan tangannya sembari mulutnya bergumam "Help me."
Rania merasa iba dan sesegera mungkin mendekati kembali kerumunan itu lalu dengan terpaksa membawa kabur cowok tadi ke taman belakang.
"Are you ok?" tanya Rania sambil memandangi cowok yang ada dihadapannya.
Kesan pertama yang Rania lihat dari cowok itu adalah tampan. Wajahnya tirus, hidungnya mancung, berkulit eksotis dan bermata hazel, mungkin cowok itu adalah keturunan blasteran.
Pantas saja teman-teman Rania rela berebut antrian demi berfoto dengan cowok ini, wajahnya saja rupawan sekali.
"I'am ok." jawab cowok itu.
"What is your name?." tanya Rania lagi.
"Sains Brilian bin Benua." jawabnya, Rania hanya terperangah.
"Gue emang ganteng, nggak usah ngeliatin kaya gitu juga." ucap Sains sambil menyisir jambulnya kebelakang dengan jari-jari tangannya.
Deg!
Tiba-tiba Rania terpesona dengan ketampanan super milik Sains lalu dia segera membuyarkan lamunannya.
"Lah kirain kamu nggak bisa bahasa Indonesia."
"Gue bukan orang bego."
"Nama kamu Sains?" tanya Rania untuk kesekian kalinya, ia benar-benar terhipnotis dengan sosok Sains.
"Ya."
"Berarti kamu suka pelajaran sains? Kaya saya." girang Rania sambil tersenyum-senyum.
"Hah suka? Saya? Cih membosankan. Lo sama aja kaya pelajaran itu."
"Dan gue sangat benci." ucapan terakhir Sains membuat Rania tergugu beberapa saat, sebelum Rania tersadar bila kini Sains telah lenyap dari pandangannya.
"Benci?"
...
Rania melangkahkan kakinya dengan kepala tertunduk, menuju kelasnya XI MIPA 1. Langkahnya gontai, Rania tak biasa dilukai hatinya, jadi dari kata-kata Sains yang masih terdengar biasa saja hatinya sudah terasa getir, mental Rania masih sedikit lemah.
Langkah Rania terhenti didepan ruang musik, ia menengadah keatas melihat papan ruang yang berayun diterpa angin.
Samar-samar telinganya mendengar alunan nada biola dari dalam ruangan itu, kaki Rania bergetar hebat lalu ia menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Tubuh Rania tiba-tiba merosot kebawah dengan lutut yang meringkuk. Trauma itu datang lagi.
Sampai akhirnya...
"Heh!" ucap seseorang dengan sedikit keras sembari kakinya menendang-nendang kecil Rania.
Kepala Rania mendongak dan langsung dikejutkan dengan siluet seseorang bertubuh tinggi, kekar.
"Sains?"
_____Δ_____
Maaf kalau pendek.
Terima kasih sudah baca 🙏
Jangan lupa vomennt ya guys.
Sebarin juga cerita ini keteman-teman kalian 😊Tunggu kelanjutan ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Line
Fiksi Remaja*SLOW UPDATE!* Ketika Sains membenci Sains. Dan Ketika Rania mencintai tentang Sains. Tinggalkan jejak (Vote & komen) 😊