Bulan Sabit

28 4 6
                                    

Assalamualaikum.

...

Rania disuruh Bu Dria untuk mengerjakan beberapa soal latihan olimpiade sains diperpustakaan seorang diri.

"Ini jawabannya apa sih kok aku nggak tahu ya." gumam Rania lalu bangkit mencari buku sains dirak buku perpustakaan.

Seakan sibuk mengobrak-abrik rak buku, tak sengaja pandangan Rania menangkap cowok yang diam-diam sedang melihatnya dengan tatapan aneh, lebih anehnya sebagian wajah cowok itu tertutup dengan buku komik yang terbalik.

Rania tak ambil pusing dan tetap melanjutkan pencariannya dirak bagian lain.

"Nah ini dia ketemu." girang Rania sambil mengusap-usap debu yang melekat disampul buku tersebut yang semula terletak dibagian paling bawah.

"Hatchii." Rania bersin karena menghirup deburan debu.

"Ih debu jahat banget sih sama aku." celoteh Rania tak jelas membuatnya terkekeh sendiri akibat ucapannya yang gila.

Rania kembali mendudukan pantatnya kebangku, tampak Rania membuka buku materi miliknya tapi tak disangka ada secarik kertas misterius.

Yang isinya bertuliskan:
"Hai, ini gue pengagum rahasia lo. Singkatnya pertemuan nggak disangka mampu ngebuat gue jatuh begitu dalam."

Rania agak merasa aneh dengan isi surat itu tapi ia tak boleh membuangnya karena mau bagaimana pun Rania harus menghargai perasaan orang lain, apalagi jika memang benar surat itu merujuk pada dirinya.

"Dari siapa ya?"

...

"Hai Toya! Hai Toya! Dia odong-odong ramah." Sains bernyanyi dengan riang saat memasuki rumahnya.

"Main nyelonong aja nggak salam, pake nyanyi hai toya lagi, TAYO bego." perjelas Zean, kakak perempuan Sains.

"Suka-suka gue dong. Kenapa si lo? PMS?"

"Ya, emang kenapa? Masalah buat lo?"

"Galak amat, pergi ah." ucap Sains dengan senyum yang tetap merekah dibibirnya membuat Zean semakin kesal.

"Iiiih nggak pekaaa." teriak Zean sekesal-kesalnya orang kesal.

Tujuan awal Zean adalah ingin dibelikan snack oleh Sains agar rasa kesalnya meredah. Tapi Sains si otak batu malah tidak peka sama sekali.

"Hallo! Ibu Susi Pujiastuti, ini adik saya yang bernama Sains tolong tenggelamkan dilaut Afrika!" teriak Zean lebih keras sambil berpura-pura menelfon.

"La la la la la la la..." ledek Sains seraya masuk kedalam kamarnya yang berada dilantai atas.

Didalam kamarnya yang bernuansa putih keabu-abuan, Sains tengah tertawa puas setelah berhasil menaikkan level kejengkelan kakaknya, Zean.

"Hahaha, setidaknya lo menghibur hari gue yang membosankan kak." gumam Sains disela-sela tawanya.

Setelah tawanya berhenti, Sains sejenak mengistirahatkan tubuhnya diranjang yang bergambar notasi nada, tiba-tiba pikiran Sains melayang mengingat pada cewek berkacamata yang entah siapa namanya dan dari mana asalnya.

"Dia kenapa?" tanya Sains tanpa sadar.

"Dih paan sih." lanjutnya lagi lalu bangkit mengambil handuk, bersiap untuk mandi.

Beberapa saat kemudian Sains keluar sembari mengeringkan rambut basahnya menggunakan handuk

Aww guanteng:v. (Jangan emosi gaes bacanya wkwk.)

Sains menghampiri jendela dan melihat langit yang berwarna biru pekat kelabu khas malam.
"Indah." gumam Sains ketika menatap goresan tuhan berbentuk separuh itu.

...

Dibalkon kamarnya, Rania terduduk seraya memangku sebuah buku diary berwarna biru langit, matanya tak henti-henti menatap sahabatnya, sang bulan sabit. Yang menghiasi seantero langit bersama bintang-bintang.

Tangan Rania terulur membuka satu persatu halaman mencari ruang kosong dan mulai mencurahkan isi hatinya.

"Bulan sabit, bolehkah aku mengeluh bahwa aku rapuh? Aku tak seceria topeng yang selalu aku pakai saat detik mentari memunculkan sinarnya."

Untukmu bulan sabit - RaniaPV.

Tanpa perintah, setetes air mata jatuh diatas kertas dengan santainya, membuat tulisan Rania sedikit memburam.

"Maaf bulan sabit, tintanya pudar." ucap Rania dengan wajah datar.

Bukan Rania menganggap orang sekitarnya adalah orang asing,  hanya saja lidah Rania terlalu berat untuk mengungkapkan segala gundahnya.

Rania sangat sadar jika bukan hanya ia yang memiliki segudang masalah, bahkan seorang raja dan ratu pun yang memiliki segala-galanya juga punya masalah.

Rania tidak ingin membebani, itu saja.

"Teruntuk bulan sabit, terima kasih Karena sudah mau dengerin aku yang cengeng ini."

"Aku tidur dulu ya,  sampai jumpa. " Rania mengakhiri obrolan singkatnya dengan bulan sabit.


"TOK! TOK! TOK! "

...

Makasih gengs udah baca 😍
Vote komen plissss
Maap slow update n sering ngilang kek doi 🙏



Next!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Line Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang