BAGIAN 6

875 34 0
                                    

Rangga semakin tidak mengerti akan keadaan yang tengah terjadi saat ini. Sepertinya setiap persoalan datang beruntun tanpa henti-hentinya. Belum selesai satu persoalan, muncul lagi persoalan lainnya. Dan yang membuat Rangga pening, semua yang dihadapinya selalu berkaitan erat Dan itu harus diselesaikan satu persatu. Hari sudah berganti senja. Sebentar lagi malam pasti akan datang, tapi Patih Giling Wesi belum juga bangun dari semadinya. Rangga menggeser duduknya mendekati. Dijulurkan tangannya hendak memeriksa keadaan luka-luka yang diderita patih dari Kerajaan Galung itu. Mendadak, keningnya berkerut dalam. Buru-buru ditarik kembali tangannya.
"Racun Merah...!" desis Rangga terkejut Sama sekali tidak diduga kalau Patih Giling Wesi terkena 'Pukulan Racun Merah' yang amat dahsyat. Rangga benar-benar kelabakan saat ini.
'Pukulan Racun Merah' sulit untuk ditangkal. Sedangkan penangkal satu-satunya hanya ada pada pemilik jurus itu. Tapi Eyang Girindra telah mengatakan kalau obat penawar Racun Merah hilang darinya beberapa tahun lalu.
"Gita Raka...!" tiba-tiba Rangga tersentak, teringat dengan wanita muda misterius yang ditemuinya.
Ya.... Gita Raka bercerita kalau Seruni diculik oleh Eyang Girindra. Sedangkan laki-laki tua berjubah merah itu tidak mengakui, bahkan tidak kenal dengan orang yang bernama Seruni. Rangga jadi berpikir keras, mencoba untuk menelaah semua kejadian yang dialaminya. Dicobanya untuk merangkai setiap kejadian yang ditemui.
Memang rasanya mustahil kalau Eyang Girindra berada di sini, jauh dari tempat tinggalnya di Puncak Gunung Sendir. Sedangkan Seruni tadi tidak bersamanya di tempat ini. Tidak mungkin laki-laki berjubah merah itu meninggalkan Seruni sendirian di Puncak Gunung Sendir. Lagi pula, untuk apa dia menculik seorang gadis kecil? Adakah sesuatu pada Seruni sehingga diperebutkan?
Rangga melayangkan pandangannya berkeliling. Sesaat matanya terpaku ke arah pondok kecil yang tidak jauh dari tempat ini. Dia tahu kalau tempat Ini tidak berapa jauh dari Lembah Neraka, dan masih termasuk dalam wilayah lembah angker itu. Rangga jadi teringat akan kata-kata terakhir Ki Biran yang berpesan agar membawa Seruni pada bibinya di dekat Lembah Neraka.
Mendadak, Pendekar Rajawali Sakti tersentak kaget begitu telinganya mendengar rintihan lirih tidak jauh darinya. Segera ditatapnya Patih Giling Wesi.
Tapi, laki-laki gemuk itu tampak diam bersemadi. Dan rintihan lirih itu terus terdengar di telinganya.
"Pondok itu...!" desis Rangga. Slap...!
Seketika itu juga tubuh Pendekar Rajawali Sakti melesat ke arah pondok kecil itu. Begitu cepatnya berkelebat, tahu-tahu sudah berada di dalam pondok. Senja yang remang-remang, membuat pandangannya agak terhalang di dalam pondok. Namun masih bisa terlihat sesosok tubuh kecil tergolek di lantai beralaskan daun tikar pandan.

"Seruni...!"

***

Rangga bergegas menghampiri gadis kecil itu, dan memindahkannya ke atas dipan bambu. Gadis kecil itu memang Seruni. Dia merintih lirih dengan mata terpejam. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti itu memeriksa keadaan tubuh Seruni, lalu menarik napas lega. Ternyata tidak ada luka-luka dalam maupun luar yang ditemukan. Rangga menyalurkan sedikit hawa mumi pada tubuh gadis itu. Pelahan-lahan Seruni mulai sadarkan diri.
"Kakang..!" Seruni langsung bangun dan memeluk erat Rangga.
"Ssst...," Rangga berusaha meredakan tangis gadis kecil itu. Dengan lembut dilepaskan pelukannya.
Serani masih menangis sesenggukan. Rangga duduk di tepi dipan bambu. Dia menghapus lembut air mata di pipi Seruni yang halus kemerahan. Sedikit demi sedikit Seruni mulai bisa tenang. Namun sesekali masih terdengar tangisnya yang lirih.
"Mereka, Kakang.... Mereka sangat kejam...!" isak Seruni kembali menangis.
"Ssst... Tenanglah, Seruni. Bicaralah yang tenang. Apa yang terjadi pada dirimu...?" Rangga masih berusaha menenangkan gadis kecil itu.
Seruni belum bisa menjawab dengan tenang. Dia terus sesenggukan. Mungkin apa yang tadi dialami masih membekas dalam ingatannya. Rangga tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya. Tidak mudah menenangkan seorang gadis kecil yang tengah dilanda kemelut. Rangga segera teringat pada Patih Giling Wesi yang kemudian dipindahkannya ke dalam pondok kecil itu. Sementara Patih Giling Wesi kembali bersemadi dekat api unggun, mencoba mengurangi menjalarnya racun di dalam tubuhnya.
"Kakang...," pelan suara Seruni memanggil.
Rangga menoleh memandang gadis kecil itu. Kelihatannya Seruni sudah mulai tenang, dan tidak lagi menangis. Air matanya pun sudah kering.
"Ya..., ada apa?" tanya Rangga lembut.

22. Pendekar Rajawali Sakti : Sabuk Penawar RacunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang