BAGIAN 8

998 42 1
                                    

Namun Seruni sudah berlari kencang. Patih Giling Wesi tidak punya pilihan lain lagi. Bergegas disusulnya gadis kecil itu. Mereka berlarian mengikuti arah yang dituju Pendekar Rajawali Sakti. Tapi Patih Giling Wesi  tidak tahu, ke mana tujuan mereka. Dia tidak sempat lagi bertanya, atau mencegah gadis kecil itu, dan hanya bisa mengikuti dengan perasaan tidak menentu.
Rangga langsung melompat tinggi ke udara begitu Rajawali Putih menukik turun. Belum juga burung raksasa itu mencapai tanah, Rangga sudah hinggap di punggungnya. Rajawali Putih kembali melesat ke angkasa dengan kecepatan kilat, dan langsung menuju ke Lembah Neraka.
Pendekar Rajawali Sakti itu tahu kalau kedatangan Rajawali Putih yang tiba-tiba merupakan satu peringatan baginya. Paling tidak, burung raksasa itu sudah merasakan adanya bahaya mengancam pasangannya, Rajawali Hitam. Memang di antara kedua burung raksasa itu sudah tertanam satu ikatan batin yang sukar untuk dipisahkan kembali. Dan salah satu dapat merasakan bila pasangannya mendapatkan ancaman bahaya.
"Khraghk...!" Rajawali Putih menukik deras begitu sampai di atas Lembab Neraka.
Hawa panas langsung menerpa begitu mendekati lembah yang selalu berwarna merah bagai terbakar itu. Rangga agak terkejut juga begitu melihat Eyang Girindra dan Kalaban tengah berusaha mengalahkan Rajawali Hitam. Mereka berdua memang telah mendengar kabar bahwa Putri Rajawali Hitam ada di sini.
Putri Rajawali Hitam adalah satu tokoh yang ikut menghancurkan ambisi Kalaban dalam menduduki Istana Galung. Oleh sebab itu, Eyang Girindra dan Kalaban berniat membunuhnya.
Sementara itu Rajawali Hitam tampak kewalahan, karena tidak dapat terbang lagi akibat terkena 'Pukulan Racun Merah' ketika bertarung melawan Kalaban di Istana Galung (Baca; Serial Pendekar Rajawali Sakti dalam kisah, "Sepasang Rajawali").
"Khraghk...!" "Hup, hiyaaat...!"
Rangga segera melompat turun sebelum Rajawali Putih tiba di dasar lembah itu. Eyang Girindra dan Kalaban tampak terkejut melihat kedatangan Pendekar Rajawali Sakti yang menunggang seekor burung raksasa berwarna putih keperakan. Mereka serentak berlompatan menjauhi Rajawali Hitam.
Rangga berdiri tegak di belakang Rajawali Hitam. Tampak sekali kalau burung raksasa itu semakin terluka parah akibat menghadang gempuran dua tokoh sakti. Bergegas Rangga menghampiri dan mengambil sebutir pil penawar Racun Merah. Dimasukkan pil itu ke dalam mulut Rajawali Hitam.
"Khrrrkh...," Rajawali Hitam mengkirik lirih, seakan-akan hendak mengatakan sesuatu!
"Khraghk...!" Rajawali Putih berkaokan keras.
"Rajawali Putih, hadang mereka. Usahakan jangan sampai terkena pukulannya!" seru Rangga.
"Khraghk!"
Rangga bergegas melompat masuk ke dalam bangunan besar bagai istana raksasa itu. Sementara Rajawali Putih sudah bergerak menyambar Eyang Girindra dan Kalaban. Gerakannya begitu cepat bagai kilat, sehingga membuat dua tokoh sakti itu kerepotan. Sementara Rajawali Hitam hanya bisa diam memandangi sambil memulihkan tenaganya. Sementara itu Pendekar Rajawali Sakti kini sudah berada dalam ruangan besar bagai istana megah di Lembah Neraka ini.
Tampak Intan Kemuning masih tergolek lemah tanpa daya di pembaringan. Rangga bergegas menghampiri dan mengeluarkan dua butir pil berwarna merah kehijauan itu, dan langsung memasukkannya ke dalam mulut Intan Kemuning.
"Kakang...," masih lemah suara Intan Kemuning.
"Semadilah sebentar. Kau akan pulih kembali, Intan," kata Rangga.
"Kau berhasil mendapatkan obat itu, Kakang?" tanya Intan Kemuning.
"Berkat doamu," sahut Rangga merendah seraya membantu gadis itu duduk.
"Apa yang terjadi di luar?"
"Rajawali Putih sedang menghadang Eyang Girindra dan Kalaban"
"Hitam...?"
"Dia tidak apa-apa. Sebentar juga pulih keadaannya."
"Oh..., syukuriah. Dia juga terluka yang sama denganku."
"Aku tahu, Intan. Nah, sekarang bersemadilah. Gunakan hawa murni untuk mempercepat penyembuhanmu."
"Terima kasih, Kakang."
"Aku akan melihat ke luar sebentar."
Intan Kemuning mengangguk lemah Dibiarkan saja Rangga pergi, meskipun hatinya ingin sekali berlama-lama bersama pemuda tampan yang selalu dirindukan dan diimpikannya. Dia memang harus segera bersemadi untuk memulihkan keadaannya. Intan Kemuning segera menyiapkan diri untuk bersemadi, menyalurkan hawa murni ke seluruh jaringan jalan darahnya.

***

Sementara itu di luar, Rajawali Putih masih mencoba menghadang Eyang Girindra dan Kalaban, Rangga yang baru keluar, langsung melompat terjun dalam pertarungan. Tapi pada saat yang sama, satu pukulan telah berhasil disarangkan Eyang Girindra ke tubuh Rajawali Putih. Rajawali raksasa itu menggerung keras bagai hendak meruntuhkan lembah ini. Tubuhnya terpental keras, dan menghantam batu besar hingga hancur berantakan!
"Rajawali...!" pekik Rangga terkejut.
Dengan cepat Rangga melompat hendak menghampiri, namun Kalaban lebih cepat lagi menghadang seraya mengirimkan satu pukulan keras bertenaga dalam cukup tinggi. Rangga tidak mungkin menghindari pukulan itu, karena perhatiannya terpusat penuh pada Rajawali Putih. Pendekar Rajawali Sakti memekik keras, dan tubuhnya terpental jauh ke belakang.
Hantaman dari jurus 'Pukulan Racun Merah' yang dilepaskan Kalaban demikian keras, sehingga membuat tubuh Pendekar Rajawali Sakti bergulingan di tanah sejauh tiga batang tombak. Pada saat yang sama, Eyang Girindra sudah melompat ke arah Rajawali Putih dengan ujung tongkat yang runcing terhunus.
"Khraghk...!"
Pada saat yang kritis itu, Rajawali Hitam melesat cepat bagaikan kilat, langsung menerjang Eyang Girindra. Laki-laki tua berjubah merah itu terkejut setengah mati. Buru-buru dibuang dirinya ke samping, sehingga terjangan Rajawali Hitam menemui tempat kosong.
"Hiyaaat...!"
Rangga yang segera bisa bangkit kembali, melompat cepat ke arah Rajawali Putih. Burung raksasa itu mengkirik lirih di atas puing-puing batu merah yang terkena hantaman tubuhnya. Dan belum lagi Rangga bisa mencapai Rajawali Putih, Kalaban sudah melontarkan senjata rahasianya.
Wut! "Hap...!' Sret!
Rangga yang tidak bisa lagi mengendalikan amarahnya, segera mencabut senjata pusakanya. Sebuah pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan. Seketika itu juga seluruh Lembah Neraka menjadi terang benderang oleh sinar biru yang terpancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiya, hiya, hiyaaat...!"
Rangga mengebutkan pedangnya dengan cepat, merontokkan puluhan senjata rahasia yang ditebarkan Kalaban. Dan belum lagi Kalaban hilang rasa terpananya melihat pedang di tangan Rangga, Pendekar Rajawali Sakti itu sudah melompat deras seraya mengebutkan pedangnya ke arah leher pemuda itu.
"Uts!"
Kalaban cepat tersadar. Buru-buru dijatuhkan tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kaki. Bergegas dia bangkit kembali, dan langsung bersiap-siap. Rangga yang sudah dilanda kemarahan, kali ini tidak lagi memberikan kesempatan pada lawannya. Kemarahannya begitu memuncak melihat Rajawali Putih terluka, hingga tidak dapat lagi bergerak.
"Mampus kau, setan! Hiyaaa...!" teriak Rangga keras.
Kalaban terkesiap melihat pedang bercahaya biru menyilaukan itu berkelebat cepat ke depan mukanya. Tapi dengan gerakan cepat, ditarik mundur kepalanya Namun pemuda itu masih juga merasakan adanya satu dorongan kuat yang membuat tubuhnya terpentai ke belakang. Rupanya Rangga mengerahkan tenaga dalam penuh sewaktu mengibaskan pedangnya. Akibat yang ditimbulkan adalah angin yang begitu kuat, hingga tubuh Kalaban terpental jauh.
"Khraghk!"
Saat itu terdengar satu seruan keras dari Rajawali Hitam. Dalam kondisi yang belum begitu sempurna, kembali Rajawali Hitam terkena pukulan telak dari Eyang Girindra.  Rajawali Hitam terpental dan menghantam sebuah pohon besar hingga hancur berantakan. Eyang Girindra tidak lagi mempedulikan burung raksasa itu. Dia bergegas melompat ke arah bangunan istana. Tapi pada saat yang tepat, dari dalam melesat sebuah bayangan hitam.
"Setan!" Eyang Girindra mengumpat sambil melentingkan tubuhnya ke belakang
"Tidak semudah itu kau membunuhku, setan tua!"
Eyang Girindra menggeram sambil mengumpat memaki-maki melihat Intan Kemuning atau yang berjuluk Putri  Rajawali Hitam sudah tegak berdiri, dan bersikap menantang. Sebatang pedang hitam bergagang kepala burung, tergenggam melintang di depan dada. Sementara Rangga masih bertarung sengit menghadapi Kalaban. Meskipun berada di atas angin, tapi tidak mudah bagi Pendekar Rajawali Sakti melumpuhkan perlawanan Kalaban.
Sementara itu di bibir Lembah Neraka, Patih Giling Wesi menggendong Seruni menuruni lembah itu. Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh, tidak sukar bagi laki-laki gemuk itu menuruni lembah yang cukup terjal. Sementara Seruni yang berada dalam gendongannya, juga mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar Patih Giling Wesi lebih leluasa bergerak.

22. Pendekar Rajawali Sakti : Sabuk Penawar RacunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang