10- Marah

50 5 0
                                        

CHAPTER SEPULUH CERITA DERARTHA. AKU HARAP KALIAN SUKA SAMA PART INI DAN VOTE. MAKASIH.

*****

Sashi terlihat canggung saat memasuki kelas Dera. Ia ingin lebih dekat dengan Dera walaupun nyatanya Dera menolak mentah-mentah kehadirannya disini.

Ia tersenyum saat mendapati Dera yang duduk sambil menulis. Ia kemudian duduk dihadapan Dera.

"Dera?" panggil Sashi lembut. Ia tak ingin menganggu Dera yang sedang sibuk.

Dera mendongakkan kepalanya menatap Sashi yang tersenyum padanya. Ia kemudian memperbaiki cara duduknya lalu menatap Sashi.

"Ada apa?"

"Gue mau ngobrol."

"Gue sibuk. Kalo mau ngomong penting, ngomong aja sekarang gak usah basa-basi."

Senyum Sashi memudar. "Nggak penting sih tapi pengen aja bergaul sama lo."

"Bergaul?" Dera menaikkan satu alisnya. "Udah sama bergaul sama Artha, cowok lo!"  

"Artha bukan cowok gue!"

"Ya terus? Urusan gue gitu?"

Sashi menggeleng. "Kenapa lo selalu ngomong kasar sama gue? Apa salah gue? Niat gue baik kok. Cuman pengen jadi teman."

"Terus gue harus pikirin gitu? Kan niat lo sendiri jadi, pikirin sendiri."

"Lo egois!"

Dera terkekeh pelan. "Emangnya urusan lo kalau gue egois?"

Sashi menggeleng. "Gak. Cuma bilang."

"Yaudah jangan campuri urusan gue dan sikap gue."

"Gue ternyata salah...banyak orang yang bilang kalo lo itu baik, pengertian jadi teman namun nyatanya? Lo ternyata berbeda. Gak tau karena hal apa. Artha juga bilang kalo lo akhir-akhir ini jadi galak dan sentisif. Lo kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa. Gue masih sehat dan masih waras."

"Namun hati lo masih waras dan sehat?"

Dera mengangguk asal. "Iya. Hati gue masih waras kok. Urusan lo apa? Ngaca dululah sebelum ngatain gue, nanti gue balikin baru tau rasa lo!"

Sashi masih tersenyum. "Kenapa lo nggak mau bergaul sama gue? Apa yang lo liat dari gue? Apa salah gue? Gue cuma pengen bergaul sama lo."

Dera diam.

Sashi melanjutkan ucapannya, "Dari sini, gue liat kalo lo bukan orang yang terbuka dan susah untuk beradaptasi. Lo egois. Mentingin diri sendiri tanpa peduli sama seseorang yang tengah menunggu lo yaitu gue. Gue berusaha dari kemarin untuk jadi teman lo dan berharap bisa jadi teman akrab lo tapi nyata-nya gue salah."

"Makasih atas ucapannya." Dera menatap Sashi yang usai berbicara panjang lebar kepadanya. Ia menatap sendu Sashi. "Lo tau, dengan ngatain gue, lo kira gue bakal berubah? Gak akan. Gue tetap gue yang nggak bisa lo cuci otaknya. Gue gak peduli kalo habis ini Artha marah sama gue. Gue sama sekali nggak peduli. Yang penting gue ikutin apa yang gue mau."

"Lo nggak takut kalo gue rebut Artha dari lo?"

Jleb. Pertanyaan dari mulut Sashi menbuat Dera menatapnya sendu. Dera diam tak berkutik. Ia masih menatap Sashi dalam.
Egois? Ia tak tahu sejak kapan ia egois. Selama ini ia tidak pernah mendengar orang mengatakan nya egois, dalam hal apapun itu.
Hanya Sashi yang mengatakan hal bahwa ia egois. Dera berdehem lalu menjawab pertanyaan Sashi.

"Rebut? Gue bahkan nggak punya hubungan apapun sama cowok itu. Kita cuma kebetulan sama-sama dihukum. Itu doang gak lebih."

Sashi menatap Dera dari sudut mata. "Terus kenapa Artha bilang bahwa lo berharap sama dia sedangkan Artha udah punya pacar?"

"Berharap? Gue bahkan nggak pernah berharap sama Artha. Dan...soal pacarnya, Adel? Gue nggak peduli."

Sashi diam begitu pun Dera mereka hanya menatap satu sama lain. Dan akhirnya Sashi membuka suara.

"Gue bakalan laporin apa yang lo omongin ke gue sama Artha."

Dera terkekeh sinis. "Laporin? Ayo laporin sekarang, gue gak takut. Lo mau fitnah gue juga boleh karena gue gak peduli sama lo dan...orang terbodoh."

Sashi berdiri lalu pergi dari kelas Dera. Hatinya terasa panas akan ucapan Dera. Ia menyesal pernah datang kekelas Dera tetaplah Dera yang keras kepala dan tidak ingin berteman dengannya.  

*****

"Sas, cerita aja sama gue. Dera nggak bakal marah kok sama lo. Ada gue disini."

Sashi terisak. "Dera.....nampar gue."

Jelasnya dan mendapat pelototan dari Artha. Dera menampar Sashi? Artha tidak bisa diam.
Karena saking kesalnya, Artha berlari ingin memberi apa yang seharusnya Dera terima.

Sesampainya dikelas, Artha mencekal tangan Dera meminta
nya untuk keluar sebentar. Dera tidak tau kenapa Artha sedikit kesal tapi jika Dera duga, pasti Sashi melapor hal yang tadi dikelas sewaktu pagi.

"Apa yang lo lakuin ke Sashi? Sashi niat baik ya sama lo! Jangan sembarang nuduh orang. Dia punya niat baik sama lo." ucap Artha dengan nada tinggi.
Dera tak tau apa yang harus ia katakan.

"Siapa yang duluan coba? Dia yang datang ke kelas gue. Pake lapor lagi. Kurang kerjaan memang tuh anak." guman Dera namun dapat didengar oleh Artha.

"Tapi lo nggak perlu nampar dia, Der. Dia bilang apa emangnya sama lo?" Artha emosi. Sedangkan Dera mengeryitkan keningnya mendengar ucapan Artha barusan.

"Nampar dia? Gue bahkan nggak pernah nyentuh dia apalagi nampar. Situ waraskan?"

Artha diam membungkam. Ia masih menatap Dera yang menatapnya sambil menaikkan sebelah alisnya. Dera tertawa hampa.

"Emangnya lo percaya kalo gue nampar dia? Lo percaya teman lama atau baru? Sashi baru dua hari disini udah songong aja. Laporin yang enggak-enggak." ucapnya lalu pergi meninggalkan Artha yang masih diam mencerna kembali ucapannya.
Dera menyesal pernah masuk kedalam hidup Artha. Hidupnya sudah merepotkan ditambah hidup Artha. Ia tambah pusing.

Bertepatan dengan ia memasuki toilet, Sashi keluar. Dia tersenyum licik.

"Selamat datang dipermainan gue, Dera."

*****

Cuma mau bilang, terima kasih yang sudah baca dan setia nungguin cerita ini.

Minta saran dari kalian.

Mau next kapan?

Terima Kasih. Bye bye!













With love, Karin.

DERARTHA (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang