"Lisa Eonnie, inilah kakakku. Kim Jennie!"
Gadis itu, Lisa, segera berdiri dari duduknya setelah mendengar panggilan Yeji. Lia duduk di salah satu kursi santai dekat balkon, melempar senyum jenaka pada Jennie. Namun Jennie sibuk memandangi Lisa, orang yang tidak pernah disangkanya akan datang kemari.
Untuk sesaat suasana terasa dingin, sama seperti tatapan mata Jennie. Tentu saja Lisa dibuat kikuk. Gadis itu berdiri kaku dengan tangan bertautan di depan tubuhnya. Jennie memandangi Lisa dari kepala sampai kakinya. Ia memang tampak sempurna, meskipun berpenampilan sedikit kuno. Setidaknya tatapan mata Lisa mampu membuat pikiran Jennie semakin berkecamuk.
"Siapa dia?" tanya Jennie pada Yeji. Suaranya sedingin es, membuat Lisa menelan ludah. Benar dugaannya, keputusan untuk membantu Yeji dan Lia adalah kesalahan.
"Erm...namanya Lisa Manoban, seorang editor. Apa Eonnie lupa? Semalam kita satu lift dengannya," jawab Yeji lembut.
Jennie menatap Lisa lebih intens. "Kau yang menyuruh mereka memanggilmu Eonnie?"
Lisa menggeleng kencang. "T-tidak, tentu saja tidak. Aku...aku juga heran mengapa mereka langsung memanggilku Eonnie."
Jennie mendesah berat. Sepertinya keadaan saat ini lebih buruk dari kedatangan kedua kakaknya.
**
Lisa POV
Sejak awal memasuki apartemen ini aku memiliki sebuah firasat. Selain hawa dingin yang kurasakan saat melewati pintu depan, aku sedikit takjub kalau apartemen ini semuanya terdiri dari kayu. Lantai dan dinding semuanya dari kayu. Dan lagi mereka adalah perempuan, kenapa aku tidak menemukan satupun cermin di sekitar sini? Benar-benar aneh.
Seperti tadi malam, aku kembali terkagum-kagum oleh gadis bernama Jennie ini. Kulitnya yang sepucat kertas tampak begitu angkuh. Aku menertawai diriku di dalam hati. Kemana perginya Lisa yang dulu menghindari gadis-gadis cantik? Kini aku justru duduk di depan salah satu yang istimewa.
Ya, aku menyebutnya istimewa sebab Jennie tampak tidak seperti gadis-gadis cantik yang dulu mengecewakanku. Ia bahkan tidak tertarik padaku, aku yakin itu. Apakah ia benar-benar membutuhkan bantuanku untuk menjadi kekasih gadungannya?
Jika tadinya aku merasa kasihan saat Yeji berkata Jennie akan menderita apabila menikah dengan calon suaminya, kini aku justru beranggapan kalau laki-laki itulah yang akan menderita jika perjodohan itu terlaksana.
"Jadi, apa Yeji dan Lia sudah mengatakan semuanya padamu?"
"Tentang perjodohanmu? Ya, sudah."
"Bagus. Apa kau bisa bela diri?"
Aku ingat penjelasan Yeji tadi bahwa aku harus melakukan duel pedang dengan calon suami Jennie agar perjodohan dibatalkan. Masalahnya adalah...
"Lisa-ssi, apa kau bisa bela diri?" Jennie mengulangi pertanyaannya dengan nada jengkel. Aku pun menggeleng. Ya, aku tidak bisa bela diri apalagi melakukan duel pedang. Seumur hidup aku bahkan tidak pernah menyentuh benda itu.
Jennie memijit pelipisnya. Kuperhatikan jari-jari lentik yang berhiaskan pewarna kuku maroon yang kontras dengan kulit pucatnya. Ia benar-benar sangat cantik, mungkin melebihi tokoh utama di dalam novelku.
"Tidak ada pilihan lain, Lisa-ssi. Aku akan mengajarimu."
Aku mengerjapkan mata. "Kau bisa bela diri dan menggunakan pedang."