Chapter 2

24 3 0
                                    

Ketika terbangun dipagi harinya, Adel merasa bukan menjadi dirinya yang biasanya. Terlalu siang bagi Adel untuk memulai paginya, meskipun nyatanya masih pukul 7 kurang 15 menit. Adel melihat ponselnya, berharap ada satu atau dua notifikasi yang ia dapat selain dari grup kelas. Tapi tidak ada, bahkan pesan dari Dion juga tidak ada. Tadinya Adel berharap Dion mengiriminya pesan, misal ucupan selamat pagi atau permintaan maaf mungkin. Tapi mereka bahkan baru mengenal dan Adel juga merasa Dion tidak punya ketertarikan terhadapnya, mana mungkin berkirim pesan basa – basi seperti itu. Obrolan mereka tadi malam begitu panjang karena memang mereka punya kesamaan dalam beberapa hal dan mungkin juga karena kesepian.

Adel mencoba menyibukkan diri, mencuci baju lalu pergi mandi. Adel mengambil buku New Conceptnya, tapi lalu membuangnya. Mungkin nanti saja. Adel keluar kost hendak mencari makan meskipun dirasanya masih terlalu pagi untuk sarapan. Tapi juga kalau terlalu siang malas juga keluarnya. Ketika kembali kekamar kost Adel benar – bensr tidak punya ide apa yang harus ia kerjakan selanjutnya. Adel megambil New Concetpnya hendak menghafal, tapi diurungkannya karena malas.
Adel merebahkan dirinya, pikirannya kemana – mana. Semalam ketika sedang mengobrol dengan Dion, tiba – tiba Abdan menelfonnya. Mengetahui dirinya tengah bedara dipanggilan telfon lain keesokan paginya Abdan mengiriminya pesan. Mempertanyakan siapa yang dihubunginya tadi malam, bahkan menuduh Adel bahwa alasannya menjauhi Abdan adalah karena Adel sudah memiliki laki – laki lain. Padahal pertemuannya dengan Dion memang murni kebetulan dan alasannya menjauhi Abdan adalah karena memang Adel sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya. Abdan sangat suka memaksa dan possesif meskipun status hubungan mereka belum jelas, citra yang ditampilkannya di sosial media dan kehidupan sehari – harinya berbanding terbalik dengan yang dilihat Adel selama ini. Adel lelah dengan Abdan dan segala kemunafikannya, lelah dianggap salah dalam suatu hubungan. Sering disebut bodoh, bahkan dianggap lacur.
Adel benar – benar muak. Tapi menghapus Abdan tidak semudah menghapus foto di galeri ponsel. Ketika Adel memutuskan untuk menjauhi Abdan ia bahkan berpamitan untuk menjaga perasaan Abdan, dan tentu agar setidaknya Abdan tahu bahwa Adel tidak menginginkannya lagi. Adel ingin mengungkapkan dengan terang perasaannya tapi melihat watak Abdan mungkin pilihan tebaik adalah diam untik menjaga perasaan Abdan.

Adel mencoba membuang segala rasa kesal, mengambil buku New Concept tapi mebuangnya lagi karena otaknya terlalu mendidih untuk menghafal. Adel membuka buku tugasnya mencoba mengerjakan satu persatu soal yang ada dibukunya. Kemudian setelah payah ia mengambil gawainya membuka youtube, mebcoba mencafi video parodi ataupun komedi, apapun itu yang penting lucu.Hingga akhirnya Adel tertidur karena lelah–atau mungkin karena semalam begadang.
Ketika terbangun hari sudah mulai sore, ada satu pesan dari Dion.

"P"

Kenapa harus "P" kenapa bukan salam atau hai mungkin. Bahkan Adel tidak masalah kalau dipanggil "woii". Tapi yasudahlah toh bukan masalah besar. Dibalasnya pesan itu segera
"Lagi apa?"
"Tiduran aja"
"Udah makan?"
"Udah"
"Oh bagus deh.. Saya boleh telfon lagi gak?"
"Boleh"

Adel sedikit tidak menyangka bahwa Dion akan menghubunginya lagi. Ini bukan pertama kalinya Adel berkenalan di dunia maya, sudah sering Adel merasa dekat dengan seseorang hingga saling berbalas komentar hingga akhirnya hanya menjadi sebatas penonton setia story saja. Biasanya Adel akan menghapus nomornya, karena mereka sudah seperti orang asing bagi Adel.

Obrolan mereka sore itu ringan dan santai, tapi cukup menghibur Adel. Adel bertanya kenapa Dion menelfonnya, bukan menelfon ibunya saja karena Ibunya pasti rindu. Dion bilang tidak usah khawatir, ia sudah menelfonnya sebelum menelfon Adel. Tapi hanya sebentar katanya, karena tidak sabar mau ngobrol dengan Adel. Adel tertawa kecil. Obrolan mereka tidak panjang, Dion kemudian berpamitan hendak bersiap – siap untuk pergi belajar bersama teman – teman kampusnya. Dion bilang ia dimintai mengajari teman – temannya. Obrolanpun ditutup sampai disitu dan Adelpun bergegas kekamar mandi untuk membersihkan diri.

Saat malam, baru saja Adel berniat menghafal New Concept ketika panggilan dari Dion masuk. Adel mangangkat telfonnya lalu membuang New Conceptnya. Nanti saja, New Concept itu mudah.
"Kamu suka warna apa?"
Adel tertawa, tidak menyangka Dion akan menanyakan hal semacam itu. Adel berfikir keras membayangkan warna pink atau mingkin kuning.
"Mmmh.. gaada"
"Hah? Gaada..masa sih?"
"Ya gaada, gaada warna yang disukai"
"Gini deh.. Pilih warna putih atau hitam?"
"Mmmh.. kayaknya warna terang gak cocok deh buat aku. Jadi aku pilih hitam"
"Syukur deh. Bagus bagus"
"Lah emangnya kenapa gitu?"
"Soalnya kalo kata psikologi orang suka warna putih itu cenderung psikopat"
Adel tertawa kencang
"La emang kenapa kalo psikopat?"
"Ya takutnya kamu tiba – tiba datengin kemari terus nyekik saya"
"Ya enggalah, jauh"
"Saya tuh lagi ini nyari tahu karakter kamu kayak gimana, saya dulu pernah baca buku psikologi soalnya"

Lucu. Padahal biasanya laki – laki akan bertanya langsung daripada menebak – nebak, apalagi dilihat dari analisa psikologi. Benar –benar cerdas

"Oh gitu, tapi sebenernya aku tuh bajunya banyakan link loh"
"Lah brarti itu namanya suka warna pink"
"Ih engga, Aku tuh suka liat – liat warna kuning. Tapi kan aku sadar aku item jadi gak cocok pake warna kuning. Nah aku kalo beli baju gatau kenapa sukanya milih warna pink. tapi warna – warna lain juga banyak sih"
"Oh gitu"
"Lagi dong, lagi"
"Oke deh. Coba dong kirim tulisan tangan kamu yang paling baru atau gambar gitu"
Adel membuka buku catatannya, dan menemukan tulisan tangannya dua hari lalu. Disamping sub judul materi ada gambar bunga kecil – kecil.
"Tulisan kamu bagus"
"Masa kaya gitu bagus"
"Ya dibanding tulisan saya tulisan kamu lebih bagus"
"Hmm. eh terus gimana hasilnya"
"Bentar saya mikir dulu.. ini kayaknya saya harus belajar lagi"
Setelah itu Dion banyak bercerita bahwa ia banyak membava buku selama di Pondok Pesantren. Dia membaca untuk mengisi waktu luang juga karena penasaran. Kadang cerita mereka terputus karena panggilannya menyambungkan sebab jaringan terputus.
"Kenapa gak baca buku pelajaran aja?"
"Udah. Semua materi udah dibaca pas dua bulan pertama, saya udah paham jadi kalo baca lagi bosen"
"Oh kamu pinter toh" Adel sedikit takjub, iri dan dengkinya banyak
"Yagitu deh"
"Iq kamu berapa emang?"
"gitu deh pokoknya"
"120?"
"Lebih deh kayanya"
"128?"
"Masih kurang"
"Berapa nih? 130, 200, 300 apa seribu?"
Dion tertawa kecil. Adel melihat jam dilayar hapenya, ternyata sudah hamlir jam 10 malam. Adel merebahkan tubuhnya, mencari posisi senyaman mungkin. Besok Adel ada kelas pagi. Tidak boleh begadang. Tapi biar begitu Adel enggan mematikan telfonya Dion mulai bercerita lagi, tapi Adel mulai tidak mendengarkan cerita Dion dan akhirnya tertidur.

Ketika terbangun, Adel mendapati panggilannya masih terus tersambung. Adel memanggil nama Dion beberapa kali, tapi yang terdengar hanya suara nafas. Akhirnya Adel putuskan untuk mengakhiri panggilannya dan tidur sebentar.

Hanya sebentar, tapi itu rencananya. Nyatanya Adel terbangun pukul setengah 6 dan harus segera bergegas karena kelasnya dimulai pukul 06.30. Adel mengambil handuknya dan segera berlari ke kamar mandi, tidak lupa ia membawa buku New Conceptnya. Tidak ada pilihan lain, habis mau bagaimana lagi sudah resiko karena menunda – nunda kewajibannya. Hari senin pagi itupun dimulai dengan tergesah – gesah.

#poornewconcept
tbc

Digital LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang