7 hari telah berlalu sejak pertemuanku dengan Alif. Dikampus aku tidak pernah bertemu lagi dengannya. Akhir - akhir ini ingatanku tentang pria itu semakin menguat yang membuatku semakin takut.
"Zahra, kamu disini?" Seseorang menepuk pundakku dan berhasil mengalihkan fikiran ku tentang dia. Nathalia.
"Kenapa nat?"
"Tadi ada yang nyariin kamu"
"Siapa?"
"Orangnya tinggi, rapi dan sedikit tampan. Kalo nggak salah namanya Arif atau siapa ya.."
"Alif?" Potongku
"Oh ya itu, katanya juga nanti kamu disuruh ketemu sama dia ditaman Kota nanti sore jam 4" pernyataan Nathalia yang membuatku hampir tersedak ludahku sendiri dan seketika membuatku terbatuk.
"Zahra, kamu gapapa kan?" Tanya Nathalia panik
Aku mengangguk pelan
"Dia siapa sih? Orang spesial ya? Iya kan?"
"Eum- bukan kok. Bukan siapa - siapa" jawabku cepat
"Bukan siapa - siapa kok wajahnya merah gitu" goda Nathalia yang semakin membuatku salah tingkah
"Apa sih nat, tau ah" aku beranjak pergi meninggalkan Nathalia yang masih tetap menggodaku.
***
Kampus dan taman Kota jaraknya tidak terlalu jauh. Aku memutuskan untuk jalan kaki sekalian olahraga. Sebelum ke taman Kota, aku melangkahkan kaki ku menuju masjid untuk menunaikan shalat Asar.
Memang benar. Masjid sekaligus rumah Allah mampu memberikan rasa aman dan nyaman. Apalagi, setelah aku bermunajat kepada-Nya hati ini semakin damai.
"Dalam Islam, menuntut ilmu sudah menjadi kewajiban. Seperti sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :
tholabul 'ilmi faridhotun ala kulli muslimin wal muslimat"
Yang artinya, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang muslim. Baik laki - laki muslim maupun perempuan muslimah""Jadi, kalian mumpung masih kecil jangan pernah malas untuk belajar. Jangan menganggap belajar hanya untuk orang - orang berada. Entah anak jalanan atau anak sultan menuntut ilmu itu hukumnya wajib. Kalian mengerti?"
"Iya kak"
Suara yang terdengar indah saat bertutur kata. Sepertinya aku pernah mendengar suara laki - laki dibalik satir hijau ini. Siapapun orang itu, sungguh aku mengagumimu laki - laki dibalik satir.
Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Astaghfirullahaladziim, kan aku ada janji. Aku bergegas melepas mukena dan membenarkan hijabku yang sedikit berantakan. Aku melangkah keluar masjid dan memakai sepatuku.
"Zahra?" Aku mencari sumber suara yang memanggilku. Lelaki tinggi yang kini dilengkapi kopyah melingkar dikepalanya berdiri diseberang serambi masjid. Iya, itu pasti Alif.
Dia melangkahkan kakinya dan kini berdiri didepanku. Alif mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Milik kamu kan?" Mataku membulat, senyum simpul terlukis diwajahku. Alif menyodorkan sapu tangan yang sudah lama aku cari. Aku mengangguk cepat.
"Kok bisa dikamu?" Tanyaku pelan
"Jatuh didepan toko Pak Salim. Maaf, baru sempat mengembalikan hari ini. Akhir - akhir ini saya sibuk" jelas Alif
"Iya, gapapa. Eum.. ma-makasih, kamu baru sholat disini juga?" Tanyaku lugu,
Dia mengangguk
"Sekalian, ngajar mengaji anak - anak jalanan"
Seketika aku mengernyitkan dahi
"ngaji?" tanyakuDia mengangguk pelan
"iya, mengajar ngaji anak jalanan. Aku ingin mereka para anak yang kurang beruntung mampu mengenal siapa Tuhan-Nya, Rasul-Nya dan apa saja yang dilarang ataupun diperbolehkan didalam agama Islam"Alif menghela nafas panjang.
"Sebenarnya mereka sama dengan kita. Hanya saja, lingkungan mereka yang membuatnya kurang pengajaran spiritual baik intelektual. Jadi, saya sempatkan untuk membagikan sedikit ilmu yang saya miliki. Dengan mengajar mengaji dan Program Rumah Pintar" sambung Alif
"Rumah Pintar?" sungguh, aku semakin penasaran dengan hamba-Mu yang bernama Alif
"Iya, sekolah untuk anak yang kurang beruntung" jelasnya singkat
"wah, hebat banget ya. Ngomong-ngomong kamu satu univ sama aku?" tanyaku basa basi.
"Iya, satu fakultas. Kedokteran, Insya Allah tahun depan lulus" aku semakin tak percaya. Bagaimana mungkin selama satu tahun ini aku tak pernah menemukan sosok yang sangat istimewa ini. Aku termanggut - manggut.
"kamu mahasiswi kedokteran semester 3 kan?"
"hah? I-ya" jawabku gagap.
Ku lihat dia melukiskan senyum yang manis diwajahnya. Pertama kali, aku melihatnya tersenyum. Astaghfirullahaladziim zahra! Sadarrr! Jangan begini, inget Allah.
Aku melirik jam ditanganku sudah hampir jam 5. Sepertinya aku harus segera pulang.
Tapi sungguh, aku tak ingin percakapan ini cepat usai. Ada banyak hal lain yang ingin ku tau tentangnya."Sekali lagi terima kasih m-mas, saya pa-pamit pulang dulu. Assalamualaikum" aku pun cepat - cepat meninggalkan serambi masjid Baiturrohiim.
"waalaikumsalam"
1 langkah, 2 langkah, 3 langkah.
"Zahra!" suara berat itu memanggilku. Aku berbalik,
"kapan - kapan kalau ada waktu aku ajak ke rumah pintar"
Ya Allah. Apa aku tidak salah dengar? Aku tersenyum lebar dan mengangguk pada Mas Alif. Iya Mas Alif.
Hari ini aku sangatlah senang. Bukan, hari ini aku sangat sangat sangaaaat senang. Terima kasih ya Allah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diamku
RomanceDari pada sibuk mencari, sudah saatnya untuk memantaskan diri