5

9 2 0
                                    

Aku masih normal. Walau detak jantungku yang sering kali berdetak tidak normal. Di taman Kampus, tepatnya taman Fakultas aku duduk dibawah pohon beringin besar yang cukup rindang. Aku mengambil Mushaf berukuran 5 x 3cm disaku kemejaku. Sudah menjadi kebiasaan bahkan yang wajib dibawa saat aku pergi kemana pun itu, dan tentunya dalam keadaan suci.

Aku buka surah an - Nisa' dan mulai membacanya dengan suara yang sangat pelan. Aku hanyalah hamba biasa yang cinta akan Al-Qur'an. Aku bukan seorang penghafal Al-Qur'an, namun aku sangat ingin mempelajari setiap huruf dan makna yang terkandung dalam Al-Qur'an.

"Assalamualaikum" Aku mendengar salam dari orang yang sudah tak asing lagi bagiku. Iya itu mungkin Mas Alif. Aku langsung menghentikan aktivitasku dan menyembunyikan mushaf dibalik hijabku.

"Waalaikumsalam, ada apa Mas?"

"Saya pernah bilang, saya akan mengajak kamu ke rumah pintar. Hari ini kamu ada kelas?" Tanya Mas Alif dengan sangat lembut

"Kebetulan tidak ada" jawabku pelan

"Bagaimana kalau hari ini, kamu temani saya ke rumah pintar?" tawar Mas Alif

"Boleh mas?" tanyaku polos

Mas Alif mengangguk.

"Oke" aku bangkit dan memasukkan mushaf ke saku kemeja yang ku kenakan.

Jarak kampus dengan Rumah Pintar tidaklah jauh. Jadi, Mas Alif memutuskan untuk jalan kaki saja.

***

Aku melihat bangunan sederhana, namun indah. Warna - warni yang semakin sedap dipandang. Dan semakin indah kala aku melihat senyum yang terukir diraut anak - anak tak berdosa itu.

"wah bagus ya sekolahnya" puji diriku

"ngomong - ngomong Mas Alif bangun sekolah ini sendiri?"

"bukan, ma'allah" jawab Mas Alif singkat yang mampu membuatku kagum padanya.

"sebentar ya" mas alif pergi diantara anak - anak yang berjumlah 20-an.

"Perhatian, perkenalkan. Nama kakak yang disana adalah Kak Zahra. Fatimah Az-Zahra" Mas Alif memperkenalkan diriku didepan anak didiknya. Sebetulnya aku sangat senang, bagaimana tidak. Mas Alif mengetahui nama lengkapku padahal aku belum tau nama lengkap Mas Alif.

Aku tersenyum

"Assalamualaikum adik - adik, saya kak Zahra" aku mencoba menyapa mereka dengan seramah mungkin

"wah, kakak cantik banget. Apalagi kakak memakai hijab, aku ingin seperti kak Zahra. Cantik" kata salah satu anak perempuan lugu bertubuh mungil.

"Kamu juga cantik kok" aku menghampirinya dan menekan hidung bocah itu.

Setelah perkenalan usai, aku diajak bermain dengan mereka. Sungguh hatiku sangat bahagia bisa berada diantara mereka. Sesekali ku lihat Mas Alif yang sangat dewasa itu, dia sangat sayang dengan anak didiknya. Berada disini selama 3 jam, membuatku banyak bersyukur. Bersyukur, aku dilahirkan dari keluarga yang harmonis dan aku mampu menempuh pendidikanku dengan mudah. Dan tentunya aku masih menikmati masa kecilku dengan penuh tawa tanpa beban.

***
Aku dan Mas Alif duduk dikursi taman kota, 10 menit lenggang tanpa obrolan.

"Ehm, Zahra saya boleh minta tolong?" Mas Alif memulai obrolan yang sepertinya hal serius

"Apa mas?"

"Sebenarnya, saya sudah mengajukan skripsi dan Dosen sudah memberikan ACC, saya diwisuda lebih cepat. Bulan depan saya wisuda" jelasnya

"Alhamdulillah, selamat ya mas"

"Saya juga diterima S2 di Belanda, 3 hari setelah wisuda saya akan berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi saya" kata Mas Alif pelan. Sontak membuatku kaget. Entah kenapa hati ini terasa sesak saat mendengar Mas Alif akan melanjutkan studinya di negara orang.

"Saya minta tolong kamu bisa membantu saya untuk mengelola Rumah Pintar selama saya ada di Belanda. Saya disana mungkin 2-3 tahun" sambungnya.

Aku menunduk, mendengar itu semua membuatku senang sekaligus sedih. Mata ini mulai pedih. Aku mengalihkan pandangan dan menyeka ujung mata yang sudah berair.

"Insya Allah mas. Zahra akan mengelola Rumah Pintar ini semampu Zahra. Tapi, kenapa harus Zahra Mas?"

"Entahlah, sejak pertama kali saya bertemu dengan kamu saya rasa kamu dapat dipercaya. Kamu juga cerdas, taat beragama dan kamu sangat suka membaca bahkan mempelajari Kalam Ilahi" kata Mas Alif yang sedikit kikuk.

Aku melongo mendengar apa yang dikatakan mas Alif. Bagaimana ia tau semua itu?

"Baik Mas, Insya Allah"

"Zahra, kamu bisa datang ke wisuda saya?"

Semula pandanganku yang entah melihat apa saja didepanku, aku langsung berpaling dan tertuju pada pria yang duduk disampingku. Senyum terlukis diwajahku.

"Emang boleh"

Mas Alif mengangguk "boleh"

Senyumku semakin melebar saja.

"oke" jawabku cepat

***
Perasaan ini semakin tumbuh. Berawal dari kagum yang terus dipupuk akhirnya tumbuh ingin memilikinya. Mas Alif, aku harap namamu lah yang ditulis di Lauhul Mahfudz untukku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam DiamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang