HAPPY READING, MINNA 😊
Maaf updatenya lama TvT
🌼🌼🌼
Aku menatap lurus pada pemuda berbadan tegap. Pemuda itu membelakangiku, tengah menatap matahari yang terbit. Surai coklatnya yang tertutup topi sedikit tertiup angin pagi yang sepoi-sepoi. Pemandangan yang indah di mataku, sekaligus menyakitkan disaat bersamaan.
Aku hendak memanggilnya, namun sesuatu menahanku hingga mulutku terkatup kembali.
Aku...
Aku tak sanggup memanggilnya!
Mengapa ini harus terjadi padaku?
Kalau.. kalau saja..
Aku mengatakan yang sejujurnya...
Pemuda itu menoleh, tersenyum tipis ketika melihatku mematung di belakangnya.
"Ah.. (Y/n).. apa kabarmu?"
Bibirku kelu, tetapi kuberusaha menjawab, "b-baik... bagaimana denganmu?"
Naib, nama pemuda itu, ia tersenyum, "baik juga.."
Keadaan pun hening. Aku terus mengumpulkan keberanian dalam diriku, sementara Naib menatapku dengan rasa penasaran dan heran.
Ah.. ayolah.. apa susahnya mengatakan perasaanmu, (Y/n)?!
Bodoh..
Tentu sangat susah walau hanya berucap!
Kalau tidak mengatakannya, makin mengganjal rasanya
Katakan atau tidak sama sekali!
Bodoh...!
Sadar, (Y/n)! Dia tidak bisa kaumiliki lagi!
Aku menghembuskan nafas kasar, berusaha mengenyahkan pikiran burukku. Naib makin bingung melihatku menggelengkan kepala cepat, lalu menatapnya serius.
Oke, aku harus berani
Walaupun ini sudah terlambat...
"Aku menyukaimu,"
Keadaan hening kembali. Selama beberapa menit, tidak ada yang berbicara di antara kami. Aku sadar bahwa wajahku merona, tetapi rasa malu itu tertutupi oleh rasa sakitku.
Aku menunduk, sedikit melirik kepada Naib yang ternyata tersenyum tipis padaku. Ia mendekatiku, menepuk lalu mengelus puncak kepalaku dengan lembut.
"(Y/n)..."
Aku ingin, ingin sekali selalu mendengar suaramu. Aku ingin kamu memanggil namaku, lagi dan lagi.
Aku sangat menyukai suaramu.
Juga gaya bicaramu.
Tapi...
Setelah ini, sudah tidak bisa lagi kudengar panggilan darimu.
Aku mendongak, menatapmu yang terus mengulas senyum lembut ke arahku. Ini menyakitkan, mengapa kau tersenyum padaku?
Mataku berkaca-kaca, jemari Naib menyentuh pipiku, menghapus air mataku yang lolos.
"Hei.. jangan menangis, ini hari pernikahanmu kan?"
Aku makin menangis, sungguh ini sangat menyakitkan.