Part 10. Ardeansyah Putra Eka Maha Purna

1.9K 92 6
                                    

"Kakak, ayah jahat. Dia, dia, dia ..., memukul ibu." Anak kecil lima tahunan itu tersedu.


"Sudah jangan nangis, kakak peluk ya." Anak yang dipanggil kakak itu memeluk adiknya dengan wajah pias menahan takut, sedih, bingung, dan berbagai ekspresi lainnya. Dia masih terlalu kecil untuk memahami segalanya.


Di saat yang sama, terdengar suara isak seorang wanita. Usianya mungkin baru sekitar tiga puluh lima tahunan. Di tengah seduannya dia mengelap ujung bibir yang sempat mengeluarkan darah. Rasanya dia sudah tidak kuat menahan arus ombak  dari bahtera yang sedang berusaha dipertahankannya. Lelaki yang telah memiliki hatinya telah begitu tega menyakiti sedemikian rupa.


Tempo hari wanita yang menangis itu tanpa sengaja memergoki suaminya berjalan mesra dengan seorang wanita cantik yang masih remaja. Saat itu dia lebih memilih tidak melabrak lelaki itu, masih memikirkan harga diri dan aib imamnya tersebut. Dia akan memilih waktu yang tepat, maka dirinya pun menunggu dan menunggu saat terbaik.


Saat itu wanita tiga puluh lima tahunan itu sengaja berdandan secantik mungkin. Saat suaminya pulang kerja, dia bersikap hangat  dan lelaki yang telah tujuh tahun menikahinya itu bersikap seperti biasa, seolah tak terjadi apapun. Membalas kehangatan yang diberikan istrinya, namun ketika wanita itu membuka percakapan dan menanyakan apa yang telah dilakukannya seharian kemarin, mendadak dia tergagap.


"Kemarin saat mengantar Ardi dan Dean main di pusat permainan di Mall XX, aku ketemu ayah di dekat eskalator lantai dua, sedang menggandeng mesra seorang gadis remaja. Siapa dia? Kalian ada hubungan apa?" Wanita itu menatap lelakinya penuh selidik.


"Kamu salah lihat kali." Lelaki itu seolah tidak terlalu peduli, merengkuh dalam tubuh istrinya.


"Tadi pun aku memergoki ayah sedang makan siang dengan gadis remaja itu, kamu bahkan sempat menyuapinya."


"Kamu memata-mataiku? Sialan! Lancang sekali kamu." Si suami bangun dan mendorong kasar istrinya.


Wanita itu tertegun, perlakuan kasar ini baru baginya, dia menatap tak percaya ke arah suaminya.


"Kamu kasar sekali," gumamnya, serak. Matanya memanas.


"Aku tidak suka kamu memata-mataiku, apapun yang terjadi di luar rumah ini dan apapun yang kulakukan bukan urusanmu. Camkan itu!" Lelaki itu meraih kasar kaos yang tadi dilepas lalu mengenakannya serampangan, libidonya sudah turun drastis. Dia tiba-tiba saja merasa muak terhadap istrinya.


"Kamu suamiku, jelas itu jadi urusanku." Wanita itu mengangkat dagunya, matanya merah dan basah, menatap sedih ke arah suaminya.


"Kamu tidak punya hak mengatur hidupku!"


"Jelas aku punya hak, kamu suami dan ayah dari anak-anakku. Kenapa bisa berubah begini sih? Kalau kamu tidak mau menjelaskan semuanya baiklah, tapi jika esok atau lusa aku berjalan mesra dengan lelaki lain apa kamu pun tak akan mencampuri urusanku? Bukan masalah besar berarti."

SaraswatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang