Pertemuan Dua Sahabat
Matahari mulai naik pertanda hari memenuhi rutinitas yang berjalan terus menerus. Naya bergerak dengan cepat dari pintu rumahnya langsung sigap berjalan kaki
menuju lorong depan karena di sana ia biasa menunggu mobil angkutan umum tiba.
Beberapa menit berlalu, Naya masih berdiri di badan jalan yang dipenuhi dengan suara hiruk pikuk kendaraan lalu lalang dari arah di segala arah.
Ada yang berpergian ke kantor dan ada pula yang berpergian ke pasar. Begitu terus sampai mobil yang ditunggupun tiba berhenti di halte tempat dimana orang-orang menunggu termasuk Naya yang asik dengan buku bacaannya.
Mobil yang dipenuhi mahasiswa dan orang biasa pun melesat seketika membelah jalan Kota Bandung yang tidak pernah sepi. Daerah itu memang dikenal daerah yang sangat aktif dilewati berbagai macam kendaraan seperti mobil angkutan yang sekarang ini Naya tumpangi.
Semua arah jalan penuh dengan mobil, motor, dan becak dayung. Begitulah lingkaran kehidupan yang selalu berputar terus menerus tiada henti. Sepanjang jalan yang terlewati, Naya masih sibuk dengan buku yang selalu ia bawa kemanapun dia pergi. Naya selalu tidak pernah lepas dari buku.
Hampir seluruh buku Naya membacanya dan tak pernah ketinggalan buku terbitan baru. Naya termasuk orang rajin mengunjungi beberapa toko buku yang ada di dekat
kampusnya dulu sewaktu ia masih aktif dengan studinya.
Selama dalam perjalanan menuju kota, Naya hampir menamatkan buku bacaannya.
Serius menaggapi sesuatu adalah kebiasaan yang lumrah bagi gadis pemilih paras ayu itu. Setiap permasalan yang datang selalu ditanggapi serius oleh Naya termasuk permasalan dengan adik-adiknya di rumah.
Sesaat mobil berhenti menjemput penumpang, kemudian lanjut melesat lagi bagai kilat yang seketika menyambar.
Dari kejauhan tempat Naya duduk, tampak seorang lelaki yang sedang memperhatikannya dari sejak awal Naya naik angkutan. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu terhadapnya pikirnya dalam hati.
Dari cara berpakaiannya sepertinya ia seorang mahasiswa yang baru lulus juga sama seperti dirinya.
Mereka sama-sama menenteng map file berisi beberapa file di dalamnya. Dengan kecepatan penuh mobilpun berhenti di halte penghujung kota.
Segera Naya beranjak bangun dari tempat duduknya. Karena semua penumpang turun disatu tempat, maka serentak pula mereka bangun dengan berdesakan dan berhimpitan satu dengan yang lainnya.
Tanpa sengaja Naya berdekatan turun dengan lelaki yang tadi dilihatnya dalam mobil yang satu angkutan dengannya.
Sebelum sampai ke tujuan, Naya harus melewati badan jalan dengan jalan kaki beberapa menit baru bisa sampai ke kantor yang Naya tuju untuk mengajukan berkas lamarannya.
Sambil jalan sesekali Naya merapikan kemejanya yang sempat kusut di moil tadi. dari belakang terdengar derap langkah yang mendekatinya. Ternyata lelaki itu lagi yang mendekatinya.
“Mau antar lamaran juga ya?” tanya lelaki berkaja mata itu seraya melangkah bejalan di samping Naya.
“Iya, kok tahu?” jawab Naya dengan mempercepat langkahnya.
“Kamu mahasiswa pendidikan juga, kan?” lanjut lelaki itu lagi yang mencoba mengejar kecepatan langkah Naya.
“Iya, kok tahu?” balas Naya dengan rasa penasaran, darimana lelaki ini tahu kalau dia mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia atau biasa disingkat UPI di Kota Bandung itu.
“Rendra, jurusan Manajemen UPI.” jelas lelaki itu mencoba memperkenalkan dirinya dengan mengacungkan tangan kanan ke arah pemilik sifat lembut itu.
“Naya, jurusan Bahasa dan Sastra UPI.” sahut Naya singkat sembari mengangkat sebelah tangannya bersalaman tangan selayaknya orang baru berkenalan.
Sepanjang jalan kedua calon teman ini berlalu dengan obrolan perkenalan dan juga tentang kampus.
Sesampainya di depan pos keamanan sebuah kantor, Naya pamitan dengan Rendra karena ia sudah sampai ke tempat tujuan.
Lelaki itu pun terus berjalan jauh sampai menghilang dari pandangan sejauh mata Naya memandang.
Tanpa berpikir lagi Naya dengan segera membuka berkas yang ia bawa dari rumah untuk dikasih ke kantor tempai ia akan mengajukan lamaran kerja.
“ Ada yang bisa dibantu, Neng?” Seorang pria paruh bawa berkumis tebal bertanya pada Naya.
''Iya ... saya mau mengajukan lamaran di kantor ini, pak." jawab Naya lirih seraya meraih sebuah map file untuk diberikan kepada pria penjaga keamanan yang tampak serius menanggapinya.
“Lamaran ini akan saya bawa ke ruang HRD, untuk proses selanjutnya bisa ditunggu kabar dari pihak kantor lewat email.” jelas pria berkulit sawo matang itu lagi.
Selesai mengantar lamaran, Naya bergegas pulang ke rumah. Sembari menunggu bis angkutang datang, ia membuka tasnya dan mengambil benda penuh lembaran itu unruk ia baca karena tadi sempat ia berhentikan karena ia harus mengantar lamaran.
Kali ini Naya sedang membaca buku pengetahuan tentang pengembangan diri. Naya selalu punya rasa ingin tahu lebih akan sesuatu.
Gadis itu pantang berhenti kalau belum mencapai tujuannya. Di buku itu banyak menceritakan tentan berbagai pengalaman hidup yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Tentang bagaimana bersikap dalam mengambil keputusan baik dari segi dalam keluarga maupun lingkungan sekitar.
Naya terus memotivasi diri untuk jadi lebih baik lagi. Mampu menjadi manusia yang bermanfaat untuk manusia lain.
Bisa mengendalikan emosi diri dalam hal apapun lebih baik lagi. Naya tahu bagaimana cara menjalani hidup dengan tenang tanpa merugikan, merusak, dan menyakiti orang lain.
Tidak terasa waktu berjalan, sedangkan Naya masih saja larut dalam imajinasinya. Memang sangat indah bisa hidup seperti Naya yang tidak mementingkan keinginan sendiri terhadap keinginan orang lain.
Sama halnya pada waktu Naya masih kuliah, ia sangat senang membantu teman-temannya dalam menyelesaikan tugas kuliahnya. Naya tidak pernah lepas dari yang namanya buku. Kemanapun benda itu selalu dibawanya.
Bahkan ke mall sekalipun ia membawa buku. Sungguh ia adalah gadis yang mencintai ilmu yang nyata bisa membawa perubahan bagi pribadi, bangsa, dan dunia.
Bersambung 🌼🌼🌼
Happy reading guys 😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Naya
RomanceThe Story of Naya Blurb Blackberry Massenger. Semua rasa itu bermuara melalui sosial media yang lagi trend di masa itu. Dua hati mulai merasakan desir-desir yang menggetarkan jiwa. Perlahan tapi pasti perasaan itu semakin kuat. "Dan segala sesuatu...