Chapter 12

3.9K 263 112
                                    





Pandangan Sehun teralih ketika pintu ruangannya terbuka dan menampakkan tubuh kekasihnya yang baru kembali di jam petang. Melapirkan senyumannya sembari berjalan menggunakan sepatu hak tingginya mengahampiri meja kerja Sehun.

“Keluyuran kemana saja Kau?”. Semprot Sehun cepat begitu Luhan sudah berdiri di sampingnya.

“Eii.. Galak sekali Sajangnim..”. Luhan menepuk pipi kekasihnya pelan, sikapnya sudah tidak terlihat seperti antara atasan dan bawahan. Sehun tidak mempermasalahkan itu karena kemesraan seperti inilah yang diinginkannya.

“Jawab sayang..!”.

“Aku dan Yuri ke lokasi proyek untuk menijau langsung keadaannya”.

“Itu bukan pekerjaanmu Luhan..!”. Tidak membenarkan tindakan wanitanya saat ini, sebenarnya tidak masalah jika seseorang yang menjabat sekretarisnya melakukan peninjauan langsung terhadap proyek yang sedang perusahannya garap. Namun, lain cerita jika itu Luhan, Sehun hanya tidak mau Luhan lepas dari jarak pandangnya. Kekanakan sekali memang, tapi beginilah pentingnya eksistensi Luhan bagi Sehun.

“Aku juga mengkonsultasikan beberapa yang tidak Aku pahami dengan Yuri, Sehun-ah.. Jangan marah, hm?”. Mengelus kepala Sehun dengan lembut agar meredakan kekesalan lelakinya.

“Baiklah.. Aku tidak akan marah”. Sehun menuntun Luhan untuk duduk dipangkuannya, lalu menempelkan dengan lekat tubuh keduanya sehingga tidak menyisakan jarak. Meraba paha terbuka Luhan dengan sensual, mencoba merangsang libido wanitanya.

“Kau ingin bermanja-manja denganku?”. Tanya Luhan sedikit kesulitan sebab Sehun sudah mencecap dan menggigiti dagu putihnya, Ia pastikan akan meninggalkan ruam merah pada dagunya.

“Lebih dari sekedar bermanja-manja. Kau tidak merasakan Ia sudah mengeras?”. Tatapan elang yang sudah mengabut tersebut menghipnotis Luhan untuk sejenak, Sehun tetap begitu sangat tampan ketika wajah rupawannya menunjukkan hasrat seksnya yang tinggi. Luhan yakin wanita manapun akan langsung merelakan tubuhnya mengangkang untuk dibejati oleh Sehun jika disuguhi wajah semenggairahkan Sehun saat ini.

“Sehun-ah.. Tidak sekarang, eoh?”. Luhan menekan lengannya pada dada Sehun agar tubuhnya kembali menegak, memudahkannya mengambil alih tubuhnya yang sudah diperangkap oleh kekangan Sehun.

“Kau harus menidurkannya, sayang”.

“Dimana puteraku?”. Menghiraukan racauan kekasihnya yang sudah dirasuki kabut nafsu, Luhan menanyakan keberadaan puteranya yang tidak terlihat semenjak Ia memasuki ruangan ini.

“Bisakah Kau mengurusku terlebih dahulu sebelum bocah itu?”. Sehun kembali menarik Luhan agar menempel pada tubuhnya, Ia bahkan sudah menyingkap baju Luhan yang tidak berkancing sembari memberi remasan pada payudara kekasihnya. Berhasil memasuki area dada Luhan dan menambah remasan kuatnya.

“Oh Ya Tuhan..”. Bohong jika Luhan tidak tergoda dan terangsang, Ia normal dan hormon seksualnya masih menggebu-gebu mengingat usianya masih belum mencapai kepala tiga.

“Nikmat bukan?”. Goda Sehun sembari membasahi bibir merahnya, Sehun seringkali memberikan ekspresi yang binal untuk menggoda Luhan. Satu tangannya membimbing satu kaki Luhan untuk duduk mengangkanginya.

“Jangan sekarang, oke? Dimana puteraku..?”. Sekuat mungkin Luhan membuat suaranya tampak biasa, berusaha untuk tidak mengeluarkan desahannya di saat Sehun dengan keras merobek celana dalam yang dipakainya.

“Puteramu baik-baik saja, fokus saja padaku sayang..!”. Sehun membuka ikat pinggang dan menurunkan resleting celana kainnya, mengeluarkan miliknya agar cepat memasuki lubang senggama yang selalu menjadi bandar candu kenikmatannya.

“Sehun, hentikan. Dimana Taeoh?”. Sehun menekan terlalu kuat tubuhnya sehingga Luhan tidak mempunyai ruang gerak yang luas untuk membebaskan tubuhnya dari kekangan Sehun.

“Ahh.. Sehun..!”. Luhan memekik ketika vaginanya sudah dimasuki paksa oleh milik Sehun. Lelaki simpanannya ini kadang tidak memahami bagaimana bersikap lembut ketika bercinta. Apa Sehun tidak menyadari bahwa miliknya begitu besar dan panjang sehingga membutuhkan kehati-hatian ketika memasuki miliknya.

“Nikmati sayang..”. Parau suaranya, mengalunkan kenikmatan birahi ketika Sehun menggoyangkan tubuhnya di atas agar organ intim mereka bergesekan dengan keras.

“Katakan dimana puteraku, Sehun..!”. Meski akal dan tubuhnya sudah diselimuti nafsu, kesadaran Luhan untuk mengingat puteranya masih terjaga. Ia tidak akan tenang jika belum melihat dimana puteranya berada.

“Perhatikan Aku dulu, baru puteramu Luhan. Kau harus adil padaku..!”. Sehun semakin  brutal menggoyangkan tubuh di atasnya, mencari titik kenikmatan untuk meraih kepuasaan.

“Eomma..”. Luhan menoleh ke arah kamar pribadi Sehun dalam ruangannya, pintunya terbuka. Puteranya pasti ada di dalam kamar.

“Eomma.. Hiks..”. Menangis dan memanggilnya adalah ciri khas puteranya ketika baru bangun tidur.

“Sehun.. lepaskan. Puteraku menangis..”. Luhan menepuk pelan wajah kekasihnya agar mendengarkan permintaannya, namun Sehun memilih untuk menulikan pendengarannya. Nafsunya sudah menguasai ubun-ubunnya, jadi sangat tidak mungkin Ia melepaskan Luhan sebelum kepuasaannya tercapai.

“Sehun.. Kumohon.. Lepaskan..!”. Luhan sudah memukul dada Sehun, tubuhnya dihentakkan semakin kuat oleh Sehun.

“Eommaa.. Eommaa.. “. Tangisan kencang puteranya menambah kerisauan hatinya, Sehun mementingkan keegoisannya saat ini. Lelaki di bawahnya ini semakin gencar menumbuk miliknya bahkan kedua tangannya meremat kuat lengan Sehun karena klimaksnya juga akan sampai.

“Bersama sayang..”. Semakin kuat gerakan yang ditimbulkan oleh milik Sehun, mereka bersama-sama mencapai klimaks dari percintaan singkat ini.

“Ahh..”. Desah puas keduanya, Luhan merasakan semburan deras nan hangat dalam vagina mengaliri rahimnya. Tidak ingin menciptakan waktu terlalu lama untuk menikmati masa kilmaksnya, Luhan dengan cepat memisahkan vaginanya dengan milik Sehun yang masih mengeluarkan sperma sehingga cairan putih itu tercecer membasahi pahanya, celana kain Sehun bahkan rok yang dipakainya juga ikut terciprat.

“Sayang.. Ahh..”. Sehun ingin memprotes tindakan Luhan yang tidak mengasihani alat vital kebanggannya yang selama ini selalu memberi kepuasan pada tubuh kekasihnya itu. Sehun memandang Luhan yang berlari terbirit menuju kamar dimana bocah kecil itu tengah menangis. Ia menyunggingkan senyum ketika mendapati paha mulus kekasihnya terciprat banyak spermanya, seandainya lelaki sialan yang menjadi suami Luhan memergoki dan mendapati Luhan dalam keadaan sekarang, Sehun akan sangat berterima kasih pada Tuhan atas skenario menakjubkan yang tiba-tiba terlintas dalam otaknya.

“Eommaaa..”.

“Baby.. Maafkan Eomma, hm..?”. Luhan cepat mengangkat tubuh Taeoh ke dalam gendongannya, menepuk-nepuk kecil pantat berisi milik puteranya.

“Eomma disini, Baby..”. Menggoyangkan tubuh puteranya sembari tetap memberi tepukan kecil untuk meredam tangisan puteranya.  Sehun bersandar di daun pintu, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dengan kancing kemeja yang dilepas 3 kancing bagian atas. Ia memperhatikan Luhan yang melakukan banyak cara dan memberi banyak kata penenang untuk meredakan tangisan bocah yang menurutnya mengganggu kesenangannya itu.

“Gwenchana.. Eomma disini.. Eomma tidak akan kemana-mana, Baby..”. Ujar Luhan lagi sedikit lega sebab tangisan puteranya mulai mereda meski masih agak keras.

“Hei bocah..!”. Panggil Sehun mendekat ke arah Luhan dan Taeoh.

“Sehun..”. Tegur Luhan, Sehun seperti menggertak orang dewasa saja nadanya.

“Ahjussi..”. Suaranya sangat serak sebab tangisannya, Taeoh masih sesegukan.

“Kau akan terus-terusan menangis..?”. Gertaknya pelan, namun kedataran wajahnya mengundang ketakutan pada putera semata wayang Luhan ini sehingga kembali menangis dengan keras.

“Uljima Baby..”. Luhan memplototi Sehun sembari menenangkan puteranya yang menangis keras.

“Eommaa..”. Semakin keras raungannya karena merasa telah dimarahi oleh orang lain yang dipanggilnya Ahjussi.

“Gwenchana.. Ahjussi tidak marah kok”. Luhan meyakinkan puteranya.

“Taeoh-ah mau mimi?”. Tawarnya pada puteranya, dan menimbulkan kernyitan di dahi Sehun. Mimi..?

“Eoh..”. Jawabnya masih dalam tangisannya yang tergugu.

“Arasseo.. tapi berhenti menangis hm?”.

“Arasseo..”. Mencoba menghentikan tangisannya sendiri agar Ibunya bersedia memberi apa yang ditawarkannya.

“Baiklah.. Taeoh duduk di kasur dulu, Eomma akan berganti baju”. Mendudukkan Taeoh di kasur dan mengambil baju berkancing agar memudahkan gerakannya. Luhan kembali dengan baju yang sudah berganti.


“Cha.. Waktunya mimi..”. Luhan menggendong kembali puteranya sembari memberikan payudara untuk dihisap oleh Taeoh. Mimi yang dimaksud adalah menyusu langsung dari payudaranya, kebiasaan puteranya tetap berlanjut meski payudaranya sudah tidak menghasilkan air susu lagi.

“Yaa.. Bocah.. Kau..”. Sehun refleks berteriak ketika memahami maksud dari kata mimi yang ditawarkan Luhan pada puteranya.

“Eommaaa..”. Terkejut karena teriakan Sehun, Taeoh kembali akan menangis ketika mulutnya masih mengemut payudara Ibunya. Untung saja Luhan tanggap kembali menanganinya.

“Gwenchana Baby.. Lanjutkan miminya, eoh?”.

“Luhan.. Kau gila?”. Sehun menuding Luhan dengan jari telunjuknya lalu berkacak pinggang, umpatannya ingin dimuntahkan melihat bocah kecil itu mengemut payudara yang seharusnya hanya boleh disentuh olehnya.

“Ssttt.. Puteraku sedang mimi, Sehun-ah..”. Luhan membuat pola telunjuk menutupi mulut agar Sehun tidak mengeluarkan suara berisiknya. Ia tetap menepuk pantat puteranya sembari berjalan keluar dari kamar menuju ruangan kerja.

“Tapi dia menyentuh sesuatu yang menjadi milikku”. Sehun mengekori Luhan, tetap memprotes apa yang dilihatnya. Bocah yang dianggapnya nakal itu mengemut payudara kekasihnya dengan begitu khidmat dan satu tangan mungilnya bertengger pada sebelah payudara Luhan. Sehun geram dibuatnya.

“Sehun-ah.. Taeoh puteraku”. Luhan memelankan suaranya ketika melihat mata puteranya kembali sayu seperti ingin kembali melanjutkan tidurnya. Bibir mungilnya terlihat begitu menggemaskan ketika mengemut payudaranya, puteranya selalu nampak lucu di mata Luhan.

“Tapi dia sudah bukan bayi lagi. Taeoh sudah balita, Luhan. Lagipula payudaramu sudah tidak memproduksi asi bukan? Apa yang dia hasilkan dengan mengemut seperti itu?”.

“Biarkan saja, Sehun. Aku menganggap cara ini adalah teknik agar Taeoh cepat tenang dan kembali tidur. Kau tidak melihat tadi dia menangis begitu kencang?”.

“Tetap saja Kau tidak boleh terlalu memanjakannya Luhan. Bagaimana jika kebiasaan itu berlanjut sampai usianya dewasa?”.

“Sehun.. Itu tidak mungkin. Taeoh seperti ini karena usianya yang masih balita. Kenapa Kau cerewet sekali hanya karna masalah ini?”.

“Hanya Kau bilang?”.

“Ini masalah sepele, Sehun-ah..”.

“Kau terlalu memanjakannya”.

“Wajar saja, Taeoh puteraku”. Bela Luhan.

“Mulai nanti malam, lakukan hal serupa juga untukku”.

“Apa maksudmu?”.

“Kau harus memanjakanku seperti yang Kau lakukan sekarang pada Taeoh”.

“Mwo? Kau gila?”. Luhan tidak habis pikir dengan jalan pikiran kekasihnya, bagaimana mungkin Sehun memintanya untuk menyusuinya menjelang tidur. Apakah Sehun merasa dirinya masih balita?

“Aku tidak gila. Aku juga berhak mendapat perlakuan seperti itu”.

“Kau tidak sadar umur, eoh? Kau pikir dirimu masih balita?”. Luhan melebarkan matanya memprotes permintaan kekasihnya.

“Kau harus adil padaku. Aku kekasihmu, Aku berhak dimanja juga olehmu”.

“Kau bukan balita”.

“Aku tidak peduli. Lakukan hal yang sama mulai nanti malam”.

“Aku tidak mau”.

“Kau harus mau, sayang..!”.

“Tidak..”.

“Kau berani membangkang perintahku?”.

“Perintahmu tidak masuk akal”.

“Mengapa Kau bebal sekali? Kau hanya perlu memberikan payudaramu untuk Aku hisap, sayang”.

“Jaga bicaramu, ada puteraku disini”. Luhan menutup telinga puteranya, semoga saja Taeoh tidak mengerti apa yang dibicarakannya dengan Sehun. Luhan menghela nafas lega setelah melihat puteranya terlelap.

“Biar saja. Puteramu harus tahu bahwa Aku adalah kekasih Ibunya”.

“Yaa..! Jaga bicaramu, Oh Sehun..!”.

Tok.. Tok..
Suara pintu menghentikan pertengkaran kecil keduanya.

“Masuk”. Titah Sehun.

“Sajangnim..”. Chanyeol membungkuk dan sedikit menaruh rasa terkejutnya ketika di samping direkturnya terdapat Luhan yang sedang menggendong puteranya yang sedang menyusu.

“Perhatikan Matamu Park Chanyeol..!”. Perintahnya dengan suara datar ketika mendapati orang kepercayaan di perusahaannya menatap tanpa berkedip pada Luhan, lebih tepatnya pada area dadanya yang sedikit tersingkap karena Taeoh masih dalam keadaan menyusu sembari tertidur.

“A-ahh Maafkan saya”. Sesalnya lalu memberikan atensinya lagi pada Sehun.

“Ada apa?”.

“Ada yang ingin menemui Anda”.

“Siapa?”.

“Kim Jongin”. Luhan menoleh cepat ke arah Chanyeol setelah nama suaminya disebut, Ia rapikan bagian kancingnya yang terbuka.

“Suamiku? Ada dimana sekarang suamiku?”. Respon Luhan cepat mendahului Sehun.

“Luhan..!”. Gertaknya sedikit menekan suaranya. Sehun tidak menerima jika Luhan menyebut kata suami pada lelaki lain. Apa Luhan tidak memikirkan perasaannya? Terang-terangan memanggil nama lelaki lain sebagai suami.

“Mianhe..”. Memberikan matanya kepada Sehun, meminta lelaki itu untuk mengontrol luapan emosinya. Ia juga refleks menyebut kata suami ketika mendengar nama Jongin disebut. Chanyeol juga didera sedikit rasa keterkejutan, meski Ia akan menduga hal ini akan terjadi dimana antara atasan dan sekretarisnya membuang bahasa formal dalam percakapannya.

“Di luar ruangan ini”. Jawab Chanyeol setelah mampu mengontrol suaranya akibat beberapa fakta yang Ia dapati saat ini.

“Aku akan menemuinya”. Luhan sudah akan beranjak dengan Taeoh yang tetap nyaman berada dalam dekapannya jika saja lengannya tidak dicekal oleh lelaki yang begitu posesif terhadapnya.

“Siapa yang memberimu izin untuk menemuinya?”. Sehun menatap tajam Luhan yang sudah memasang wajah melas untuk tidak bereaksi berlebihan seperti ini.

“Sehun-ah.. Kumohon. Aku harus menemuinya”. Bukannya melepas, Sehun semakin menarik tubuh Luhan mendekat pada tubuhnya. Chanyeol hanya menyaksikan tanpa berani mengeluarkan suaranya. Bahkan Luhan yang posisinya berada di bawahnya dengan santai memanggil orang nomor satu di perusahaan ini dengan hanya menggunakan nama, tanpa embel-embel gelar atau pun semi formal lainnya.
Chanyeol takjub atas pengaruh Luhan terhadap atasannya. Secinta itukah Sehun kepada Luhan? Chanyeol kira atasannya hanya ingin bersenang-senang saja ketika berselingkuh dengan sekretarisnya.

“Kau kekasihku.. Dan Aku tidak mengizinkanmu untuk menemui lelaki lain”. Ujar Sehun kembali mengingatkan Luhan tentang siapa dirinya bagi wanita yang telah menguasai hatinya tersebut.

“Sehun-ah.. di luar ada suamiku. Akan terasa aneh jika Aku tidak menemuinya”. Luhan seharusnya tidak menyebut kata suami di depan orang bertemperamen buruk seperti Sehun, ditambah lagi Sehun begitu sensitive setiap kali Luhan menyebut nama Jongin sebagai suaminya. Emosinya akan langsung terlalap penuh.

“Sudah Ku bilang berhenti menyebut lelaki itu sebagai suamimu..!”. Sentakan keras dalam suaranya mengangetkan putera Luhan yang sudah tertidur, Taeoh kembali bangun dan menangis. Tidak bisa dipungkiri, Chanyeol juga ikut berjengit kaget atas reaksi atasannya ketika Luhan menyebut kata suami. Sehun benar-benar marah.

“Ssttt.. Baby. Gwenchana.. Eomma disini”. Luhan sedikit menggoyangkan tubuh puteranya dan menepuk pantat kecilnya. Ia tidak menyukai tindakan Sehun kali ini, sudah dua kali puteranya dibuat menangis karena suara kekasihnya ini.

“Panggil Jongin kesini..!”. Titah Sehun kepada Chanyeol tanpa melepas pandangannya dari Luhan.

“Maaf? Ke dalam ruangan ini?”. Chanyeol bertanya kembali, mungkin Ia salah dengar ketika Sehun mengizinkan orang lain memasuki ruangan kerja ini. Selama Ia bekerja di perusahaan ini, tidak sembarang orang dapat memasuki ruangan ini apalagi orang yang bukan menjadi bagian dari perusahaan seperti Kim Jongin.

“Apa Kau mendadak tuli?”.

“Ahh.. Baiklah.. Saya akan memanggilnya kesini, sajangnim..”. Chanyeol lekas menuju pintu untuk memanggil Jongin yang menunggu di luar agak jauh dari ruangan ini. Ruangan kerja Sehun memiliki lorong cukup besar dan panjang yang memisahkan dengan ruangan lainnya.

Tok.. Tok..
Chanyeol kembali mengetuk pintu dan membukanya, tampak dua lelaki tampan sudah berdiri tegak di depan daun pintu ruangannya.

Kim Jongin

Kedua kalinya Sehun melihat secara langsung lelaki yang menjadi suami dari wanitanya. Pertama saat Jongin mengunjungi kantor ini dan berakhir dengan kemarahannya karena mendapati Luhan bercinta dengan lelaki itu di salah satu ruangan kecil dari kantor ini. Saat ini adalah kedua kalinya sekaligus pertama kalinya Ia bertatap muka secara langsung dengan lelaki yang menjadi musuhnya.

“Annyeonghaseyo sajangnim.. Kim Jongin Imnida”. Jongin menyapa sekaligus memperkenalkan diri, persis seperti bocah kecil yang berada di dalam dekapan Luhan lakukan ketika pertama kali bertatap muka dengannya.

“Hm..”. Deheman singkat menjadi respon terhadap sapaan dari lelaki di depannya. Sehun tidak akan mampu memberi senyum pada lelaki yang dianggapnya rival dalam hidupnya ini, lelaki yang dengan lancangnya merebut Luhan dan menjadikannya sebagai isterinya.

“Maafkan saya mengganggu waktu Anda”. Jongin menyampaikan rasa bersalahnya karena mengganggu waktu seorang pimpinan penting yang tentunya memiliki jadwal yang begitu padat seperti Sehun.

“Tidak apa. Kau ingin menjemput puteramu?”. Tebak Sehun dalam pertanyaannya.

“Ye sajangnim.. Maafkan saya telah merepotkan Anda dengan membiarkan putera saya berada di kantor ini”.

“Kali ini Aku memaklumi, Aku harap ini tidak terjadi kedua kalinya. Kau juga seorang karyawan perusahaan tentu mengetahui tindakan tidak etis yang seharusnya tidak terjadi seperti saat ini”. Lidahnya terlatih untuk menyampaikan ulasan dengan pemilihan kosa kata yang kurang tepat sehingga telak menimbulkan rasa bersalah di hati orang lain.

“Hal tersebut menjadi kesalahan saya sajngnim, sekali lagi maafkan kesalahan saya”. Ujar Jongin lagi, Luhan hanya iba melihat suaminya terus mengatakan permintaan maaf. Di sudut hatinya ada ketidak-relaan melihat suaminya diperlakukan demikian oleh lelaki lain yang menjadi kekasihnya. Ia juga tidak bisa mengeluarkan sebuah pembelaan mengingat tindakan yang dilakukannya bukanlah tindakan yang tepat, membawa Taeoh ke dalam perusahan.

“Baiklah.. Selesaikan urusanmu”. Titah Sehun kepada Jongin. Sehun melirik tatapan Luhan yang tertuju pada suaminya, tangannya mengepal melihatnya. Berani sekali Luhan memberikan mata teduhnya kepada lelaki lain. Jongin menghampiri Luhan yang mendekap Taeoh dalam gendongannya.

“Kau pasti kelelahan”. Ujarnya merasa bersalah, lalu kedua tangannya Ia bawa untuk merapikan kancing di area dada Luhan. Hal itu membuat darah Sehun menjadi pitam, kedua tangannya mengepal hingga buku kukunya memutih pucat. Luhannya disentuh tepat di depannya,  berani sekali lelaki sialan itu menyentuh wanitanya.

“Gwenchana Oppa.. Kau pasti lebih lelah dariku”. Luhan memandang lembut suaminya, lelaki yang sudah berjuang dengannya melewati masa-masa sulit.

“Lelahku langsung lenyap melihat senyumanmu, sayang”. Ujar Jongin pelan, namun masih terdengar jelas di telinga Sehun. Decihan tidak terelakkan dari Sehun, sekarang lelaki sialan itu berani merayu wanitanya dan memanggil sayang? Awas saja..!

“Kau sudah makan malam Tuan Kim?”. Tanya Sehun cepat dan refleks karena rasa marah yang menjalar cepat menguasai ubun-ubunnya.

“Belum sajangnim”. Jongin memberi senyuman tampan yang membuat Sehun muak.

“Bagus jika begitu.. Bagaimana kalau kita makan malam bersama?”.

“Maaf..?”. Jongin berseru tidak nyaman atas tawaran atasan isterinya.

“Aku, Kau dan Luhan. Mari kita melakukan makan malam bersama”. Ulang Sehun sekali lagi.

“Terima kasih banyak sajangnim, Apa hal tersebut tidak merepotkanmu?”.

“Aku meluangkan wantu untuk makan malam ini, Ku harap Kau tidak menolaknya”. Ujar Sehun seolah tawarannya tidak boleh menjumpai kata penolakan.

“Ye sajangnim.. Saya merasa tersanjung Anda menawarkan makan malam”. Jongin membungkuk 45 derajat ke arah Sehun, lagipula tidak mungkin Ia menolak tawaran dan kebaikan dari orang yang dianggapnya seperti malaikat ini. Yang Ia tahu Sehun adalah sosok luar biasa yang begitu baik memberikan kehidupan kepada puteranya Taeoh.

“Baguslah.. Sebaiknya kita satu mobil saja”. Ujarnya lagi mengejutkan Jongin dan Luhan.

“Sajangnim.. Apa tidak masalah bagi Anda?”. Tanya Jongin tidak enak

“Tidak masalah”. Jawabnya tangkas memberikan mata elangnya pada Jongin, menunjukkan kemurahan hatinya yang begitu luas kepada lelaki yang dianggapnya lemah karena tidak bisa memberikan kehidupan yang baik bagi Luhan, wanitanya.

“Terima kasih banyak sajangnim.. Anda memang sangat baik hati. Saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang begitu banyak dan tak terhingga atas kemurahan hati Anda untuk membiayai seluruh pengobatan putera kami. Saya berjanji akan membalas kebaikan Anda suatu hari, katakan apa saja yang Anda butuhkan dari saya. Saya berjanji akan memberikannya untuk Anda”. Ujar Jongin tersenyum dengan antusias ketika mengingat kebaikan lelaki yang menjabat sebagai atasan isterinya di perusahaan besar ini.

“Kau menawarkan sesuatu kepadaku sebagai balas budi?”. Suara Sehun yang ditujukan kepada Jongin seketika membuat Luhan dilanda kecemasan besar, Ia mengenal Sehun dan Ia sangat tahu bahwa Sehun tidak akan meminta materi sebagai balas budi dari suaminya. Ia sangat khawatir Sehun akan meminta sesuatu yang akan membuat rumah tangganya berada dalam keadaan tidak baik-baik saja.

“Ye.. Katakan saja apa yang Anda butuhkan dari saya. Saya pastikan akan memenuhinya”. Jawaban tegas Jongin juga mengundang rasa prihatin dari Chanyeol. Ia juga sangat memahami bagaimana watak licik dari atasan sekaligus suami dari wanita yang dicintainya ini. Kesanggupan Jongin bisa saja membawanya pada kesengsaraan dalam rumah tangganya. Chanyeol berdoa semoga Jongin akan baik-baik saja ke depannya karena orang yang tengah di hadapinya adalah Oh Sehun.

“Akan Ku pikirkan. Ku harap Kau akan memenuhinya jika Aku sudah memintanya kepadamu”.

“Tentu saja, sajangnim. Saya akan menunggunya”.

“Chanyeol.. persiapkan mobil untuk kita bertiga”. Titahnya pada satu lelaki lagi yang sedari tadi diam menyimak percapakan antara suami, istri dan selingkuhannya.

“Ye sajangnim”.
































Grandest Pain (HunHan GS) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang