BAB 1

45 5 0
                                    

"Kenapa wajahmu terlihat murung?" Tanya Luvi kepada Michelle.

"Aku sedih, aku bingung, dan aku heran" jawab Michelle.

"Apa yang membuatmu merasa seperti itu?" Tanya Luvi lagi.

"Sebenarnya, seberapa penting aku untukmu? Aku sudah coba memahamimu, bahwa kau bukan tipekal orang yang selalu memegang ponselmu. Aku coba memahamimu bahwa kau tidak bisa setiap saat memegang ponsel karena alasan-alasanmu yang lalu. Aku coba memahaminya, tapi tetap saja, saat aku melihat kau bisa online di semua sosial media dan tak memberi kabar, aku heran. Padahal aku sudah memaklumimu bahwa kau tidak bisa setiap saat memainkan ponselmu, tapi kenapa kau bisa online tanpa mengabariku? Michelle menjelaskan panjang lebar sembari menyentuh tangan Luvi. "Aku semakin tak bisa memahamimu, tapi tak apa, aku mencintaimu, aku akan setia menunggu kabarmu lagi, meski kau tampak online dan tidak mengabariku, mungkin di saat itu kau sedang tidak merindukanku" ucap Michelle tersenyum.

Luvi tersenyum dan memeluk Michelle dan mengelus kepalanya "Sayang, aku selalu merindukanmu, meski kadang tak selalu ku ucap, percayalah aku merindukanmu dengan sangat, jika tidak, aku tidak akan menemuimu saat ini". Kata Luvi menenangkan Michelle.
"Ke mana kita hari ini? Waktuku untukmu. Hari ini khusus untukmu, tidak ada yang lain" tutur Luvi kembali.

"Sungguh?" Tanya Michelle dengan semangat.

"Iya, kau mau apa? Makan apa? Jalan ke mana?" Tanya Luvi sambil tersenyum manja.

"Terserah" Jawab Michelle sambil melepaskan pelukan dari Luvi.

"Hah? Bisa tidak untuk tak mengatakan terserah, kau harus belajar memilih sayang.. katakan apa maumu, katakan kau mau apa, bukankah aku si pewujud mimpimu?" Tanya Luvi.

Benar, Luvi adalah si pewujud mimpi bagi Michelle, sejauh mereka berhubungan Luvi selalu memberikan apa yang Michelle minta. Terkadang Michelle malah sungkan karena mendapat perlakuan yang sangat istimewa dari seorang Luvi. Michelle diperlakukan seperti Putri Raja, apapun yang dibutuhkannya selalu saja dipenuhi oleh Luvi. Pernah dalam satu waktu, ketika Michelle tidak dapat jatah uang bulanan, Luvi malah yang bertanggungjawab atas kehidupan Michelle seperti memberikannya makanan, mengantar dan  menjemputnya, bahkan Luvi rela untuk tidak kumpul bersama teman-temannya hanya demi menghemat uang agar diberikan kepadanya.
Michelle sangat beruntung memiliki seorang kekasih seperti Luvi yang selalu berusaha melakukan yang terbaik untuknya.

"Sayang.. sayang.. hey? Ada apa? Kenapa diam dan melamun?" Tanya Luvi.

"Tidak apa-apa, aku hanya bingung, aku tidak bisa menetapkan pilihan, aku suka kalimat terserah, seolah itu jurus ampuh" Jawab Michelle dengan senyuman.

"Oh.. tidak, jangan keluarkan senyuman itu, senyumanmu selalu bisa menggodaku, senyumanmu selalu bisa membuat emosiku reda" Ucap Luvi dan langsung menyentuh pipi Michele.

"Teruslah tersenyum sayang, terus lah bahagia, jangan pernah bersedih, aku selalu berusaha ada untukmu" Kata Luvi lagi sambil mencium pipi Michelle dengan lembut.

"Iyaaa, ayo lekas pergi, ke mana kita?" Tanya Michelle dengan suara yang bergetar, ia tersipu malu dengan sikap Luvi, pipinya merona dan seketika Michelle menjadi salah tingkah.

"Ke taman, makan ice cream dan memandang langit biru" Ucap Luvi.

"Good Idea!" Seru Michelle dengan semangat.

Luvi selalu saja paham apa yang diinginkan Michelle. Memandang langit biru, dapat menenangkan hatinya apalagi jika ditambah dengan makan ice cream, hal itu bisa membuat Michelle tertawa seharian seolah beban hidupnya dihapus oleh Sang Pencipta.

Sesampainya di taman.

"Makan kita?" Tanya Luvi.

"Tidakk.. aku belum lapar, di mana kita harus duduk?" Michelle balik bertanya, dan memalingkan wajahnya mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk mereka berdua.

"Terserah" Jawab Luvi.

"Hmmmmmm... Jangan katakan kalimat itu, untuk kita berdua, hanya aku yang boleh mengatakan itu, kau kan si penentu, jadi tidak boleh mengatakan hal itu" rungut Michelle dengan kesal.

"CK! Manja sekali!" Seru Luvi sambil mengacak rambut Michelle, "Di manapun tempatnya, asalkan bersamamu, itu nyaman buatku" Ucap Luvi kembali.

"Oh.. so sweet sekaliiiiiiiii, sepertinya aku tau kita harus ke mana, terimakasih sudah mengatakan seperti itu" Kata Michelle sambil mengedipkan matanya.
Seketika muncul ide dibenak Michelle untuk duduk di kursi taman yang terpapar sinar matahari.

"Tempatnya nyaman ya, sangat nyaman. Iya kan?" Tanya Michelle sembari tersenyum jahil.

"Sengaja, mau menguji kata-kataku? Sayang.. aku katakan terserah, tapi tidak begini juga tempatnya, bukannya apa, nanti kulitmu yang semakin hitam" ledek Luvi.

"Ihhh.. mengapa aku yang jadi kesal begini, ayolah pindah, aku takut kau pingsan di sini" gerutu Michelle dan menarik tangan Luvi.

"Nah kan, kesal lagi.. si manja-manjaku" Kata Luvi sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Michelle.

Seketika Michelle tertawa. Michelle selalu tidak bisa marah untuk waktu yang lama. Apalagi jika Luvi sudah bertingkah seperti tadi. Ingin rasanya dia memeluknya.

"Aku mencintaimu My Luvi" Ucap Michelle dalam hati, sementara tangannya mengusap kepala Luvi yang masih ada di pundaknya.

Story Of MLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang