Aku heran pada rindu.
Ternyata dia begitu menyiksa.
Aku heran pada rindu.
Mengapa ia tak pernah bernasib kepadaku.
Mungkin jadi kamu menyenangkan
Dirindukan dengan sangat, tapi selalu kamu abaikan.
Jika rindu tak lagi memihak kepadaku,
Mungkin kah aku harus pergi dan meninggalkanmu.
Menjadi kamu pasti sungguh nikmat
Dirindukan tanpa adanya batas ruang dan waktu.
Dan kepadaku? Sepertinya rindu memalangkan nasibku.
Apa aku harus pamit, agar kau bisa merasakan rindu?Michelle melihat lagi puisinya, dia benar-benar heran melihat Luvi yang selalu acuh tak acuh kepadanya saat bertemu dengan jarak.
"Aku gak tahan lagi, seberapa sering pun aku marah, seberapa sering pun aku kasih tau kamu buat kasih kabar, semua kayak gak berharga. Semua kayak gak ada nilainya, setiap orang punya batas dan aku udah mulai di ujung batasku" Michelle menatap nanar foto Luvi, Michelle heran kenapa Luvi selalu jadi sosok yang berbeda saat jarak membatasi mereka.
"Aku ini kamu anggep apa? Kenapa sih? Apa susahnya sih ngasih kabar? Apa susahnya sih ngechat?"
Michelle menunduk lagi.
"Aku nyerah, aku bener-bener nyerah"
Ucap Michelle sambil mengelus foto Luvi."Luv, besok kita ketemuan ya" Michelle mengirim pesan kepada Luvi.
Setelah mengirim pesan itu, seperti biasanya, Michelle memutar lagu galau dan tertidur.
*
*
*
Sore harinya sepulang dari kerja, Michelle berjalan gontai ke arah rumahnya, dan ternyata Luvi sudah menunggu di sana.
"Kenapa kok lemes? Kamu sakit ya?" Tanya Luvi cemas.
Michelle hanya melihat Luvi sekilas lalu membuka pintu rumahnya."Kamu kenapa sayang?" Tanya Luvi lagi. Kali ini tangannya menyentuh kening Michelle.
"Fisikku gak papa, hatiku yang sakit" Michelle menatap mata Luvi, mencoba meyakinkan dirinya atas keputusan yang di buatnya semalam.
"Kita akhirnya ada diujung ini, ujung yang bernama perpisahan" kata Michelle.
"Kamu yakin, kamu serius untuk mengakhiri semua?" Tanya Luvi.
"Kurasa iya, karena diantara kita sudah ada orang keempat" Jawab Michelle.
"Aku gak pernah menduakanmu" tegas Luvi.
"Memang, tapi kita selesai oleh orang-orang yang dinamakan keegoisan dan ambisius percayalah rasa ini masih utuh untukmu, tapi aku juga tidak ingin membiarkan hatiku untuk membencimu karena sikapmu yang selalu acuh tak acuh, kamu ucap rindu, tapi aku diabaikan oleh sibukmu yang harus ku mengerti, sementara kamu, tidak pernah mengerti arti rindu yang kumiliki, ini menyakitkan. Aku sadar aku hanya jadi batu penghalang untuk mimpimu, lekaslah berbahagia. Teruslah berkarya dan teruslah capai mimpimu, mungkin aku bukan bagian dari mimpi yang ingin kamu capai. Aku gak apa-apa, meski sejujurnya aku sangat terluka. aku harap kamu selalu bahagia" kata Michelle.
"Aku udah coba buat terus ngertiin kamu, setiap hari aku selalu berharap kamu berubah, tapi kenyataan yang ku dapet, gak sesuai sama apa yang aku harepin, kamu kalah sama egomu, kamu nyaman sama semua yang kamu lakuin, kamu selalu bilang, kamu inget aku, tapi kenapa? Kenapa untuk sekilas ngasih kabar aja kamu gak pernah bisa? Apa kamu nyaman di posisi ditunggu? Sampe kamu lupa kalo ada orang yang tertatih nunggu kabar dari kamu. Tapi kayaknya, kamu nyaman aja. Seolah emang itu kewajiban ku dan itu hakmu, aku cuma pengen kamu berubah, tapi kenapa sih untuk hal sesimpel itu gak bisa? Omonganku, keluh kesah ku, protesku, kamu anggep apa selama ini? Angin yang berlalu atau sekedar sampah yang harusnya dibuang?" Michelle akhirnya menangis. Ia merasakan sakit, ditambah sejak tadi pagi ia tak makan sesuap nasi pun.
"Mungkin aku yang terlalu rindu, menjadikan kamu prioritas, mencintaimu sampai aku hilang akal, bahkan mungkin lebih dari diriku, aku sangat menginginkanmu" tambahnya lagi.
"Aku yang salah, aku yang bodoh, aku yang gak tau diri, mungkin selama ini aku yang harus mundur. Mungkin aku terlalu gak pantes masuk ke duniamu. Aku tau selama ini kamu udah baik, nyediain semua kebutuhanku, kamu bersikap manis kalo udah di deketku, tapi kalo udah ketemu jarak, aku seolah jadi orang asing yang mengusik kehidupanmu" Ucap Michelle lagi.
Michelle menundukkan kepalanya. Bulir-bulir air makin bercucuran jatuh.
"Aku mundur, aku nyerah buat ngertiin kamu"
Michelle makin terisak.
"Kamu gak sayang lagi sama aku?" Tanya Luvi dengan nada yang cukup getir.
Michelle hanya diam dan menangis.
"Aku yang terlalu gak tau diri, aku yang gak bisa kalahin egoisku, padahal simpel tapi aku selalu gagal, aku yang selalu pengen apa yang ada di kepalaku yang terjadi" Kini Luvi ikut menundukkan kepalanya.
"Sakit Luv, sakit.. aku ngerasa kamu lagi bahagia, tapi aku gak bisa masuk ke dalamnya, kamu bisa ketawa tapi kamu gak inget aku, kita udah berapa tahun kenal? Kita udah berapa tahun jalanin hubungan? Tapi kita tetep ada di masalah yang sama, kamu yang jadi asing waktu kita berbatas jarak, kamu yang kelewat cuek kalo kita lagi gak bareng dan.. udahlah, sampe mulutku berbusa pun, kalo dalam dirimu gak mau berubah, semua bakal tetep sama aja" Kata Michelle sembari melihat Luvi.
"Apa kita bener-bener berakhir?" Tanya Luvi.
*
*
Jangan lupa tinggalin komentarnya dan votenya ya 🙂🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of ML
RomanceKetika satu cinta mempunyai banyak kisah, ketika satu cinta mempunyai banyak rasa, dan ketika satu cinta menghadapkanmu dengan banyak pilihan