Dihari Minggu yang cerah aku lebih memilih menemui Jun dirumah sakit daripada bermain bersama teman-teman sekelas. Jun, bukanlah orang yang mudah akrab dan dia tidak punya banyak teman. Aku tidak ingin Jun merasa kesepian walaupun pasti dia tidak pernah merasa kesepian karena, dia selalu ditemani oleh buku-buku bacaan yang sangat dia cintai.
Aku sudah tahu kalau Jun pasti akan mengabaikan ku dan lebih fokus pada buku yang sedang dia baca. Aku tak tahu buku apa yang dia baca, tapi yang pasti itu buku pelajaran. Yah, walaupun Jun sudah tidak pergi ke sekolah atau pun home schooling lagi, bukan berarti dia jadi malas untuk belajar. Jun, selalu menghabiskan waktunya yang membosankan dirumah sakit dengan membaca dan belajar. Aku tidak bisa bilang kalau Jun adalah anak yang bodoh. Nyatanya, walaupun aku setiap hari pergi ke sekolah dan kursus, nilai ku masih jauh dibawah Jun.
"Jun, kenapa kau suka membaca?" Tanyaku pada Jun yang sedang asik membaca.
"Membaca membuat ku berfikir."
"Maksudnya?"
"Lebih banyak berfikir daripada bicara lebih baik. Karena, sebuah ide yang cemerlang lebih diperlukan dari sekedar omong kosong." Jawab Jun santai tanpa melepaskan pandangannya pada halaman buku.
"Dasar orang pintar yang membosankan. Aku merelakan waktu liburan ku yang berharga ini untuk menemanimu, tapi kau terus membaca tanpa memperdulikan aku."
"Kenapa tidak main sama teman-teman mu?"
"Teman yang mana? Temanku hanya kau saja."
"Kalau aku sudah tidak ada nanti, kau akan bagaimana?"
Jun menutup buku bacaannya dan memusatkan perhatiannya padaku.
"Kau harus mulai membuka diri pada sekitarmu, jangan terlalu berfokus padaku. Mulailah mencari lingkup pertemanan yang luas. Kau juga harus menjadi makhluk sosialisasi yang baik."
"Baiklah, aku akan mencoba untuk berteman dengan banyak orang." Jawabku malas.
"Nah, kau ini anak yang baik dan penurut. Ara, kau mau menikah denganku saja? Aku akan memperlakukan mu dengan baik."
"Sudah gila ya? Aku tidak mau menjadi janda di usia muda."
"Kau, segitu inginnya ya, aku cepat mati?"
~
Ibu Jun menghampiri ku dan ikut duduk di sampingku. Dia melihatku sebentar sebelum memusatkan pandangannya pada sepatuku yang penuh lumpur. Kami sekarang sedang duduk diruang tunggu rumah sakit.
"Kau suka hujan-hujanan ya?" Tanya ibu Jun memutus keheningan yang sempat terjadi selama beberapa detik diantara kami.
"Tidak, aku tidak suka berada dibawah guyuran hujan. Sebenarnya, aku tidak suka hujan, tapi aku suka bau tanah yang habis disiram hujan."
"Kau tidak kedinginan? Kau sudah berada disini sejak dua jam yang lalu dan bajumu masih sangat lembab."
Aku hanya menggeleng. Pandangan ku terus tertuju pada genangan air disekitar kakiku. Sebenarnya, aku tadi berlari dibawah hujan sampai basah kuyup. Bukan tanpa alasan aku hujan-hujanan. Itu karena, aku mendapat kabar kalau Jun jatuh pingsan dan tak sadarkan diri hingga pada akhirnya jatuh koma.
"Kalau tidak suka hujan. Kenapa hujan-hujanan?"
"Tadi taksi nya terjebak macet aku tidak bisa menunggu jadi berlari menuju rumah sakit. Jaraknya tidak jauh kok tadi." Jawabku menjelaskan.
"Kau berlari dibawah hujan demi Jun?" Tanya ibu Jun lagi dan aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ara, pulanglah, Jun sedang koma dan tidak tahu kapan bangun. Sekarang sudah malam besok kau kan, sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan Di Musim Hujan
ContoSebuah cerita pendek tentang kehilangan seorang teman.