Chapter 1

39 12 4
                                    

Sinar matahari mengaburkan pandangan Quinza, gadis itu sedikit memicingkan mata agar pengelihatannya bisa terfokus. Quinza memandang terus ke arah pagar rumahnya sambil membatin awas aja anak ini datangnya telat " Kalau sampai jam 07.30 belum datang juga, gue gorok kepalanya." Dengusnya dengan kesal, 15 menit berlalu tanpa hasil, membuat raut wajah Quinza tertekuk sempurna. Tapi, bagaimana pun ekspresinya ia tetap terlihat cantik.

Beberapa menit kemudian Brayan pun datang dengan PD nya dia menyapa Quinza. "Hai sayang, sorry lama ya? Hehe. Tadi macet dikit di depan gang rumah lo, ada orang kecelakaan tapi, bodohlah pokoknya gue udah nyampe." Ujar Brayan seperti tak punya dosa. "Ayo Za berangkat, keburu telat nih." Brayan pun langsung menarik tangan Quinza masuk ke dalam mobilnya. "Eh ada Adrian juga di mobil" ujar Quinza. Mereka pun berangkat ke sekolah. Sampai di parkiran, mereka bertiga pun turun dari mobil dan berjalan menuju kelas.

"Eh bro gue duluan ya... ada praktek dadakan nih di kelas" ujar Brayan

"Iya bro, yang pintar lo di kelas jangan tiduran mulu"

Adrian mencoba untuk memulai berbicara sama Quinza.

"Eh Za lo sekarang mau ngapain?"

"Gue mau masuk kelas" ujar Quinza dengan singkat dan langsung meninggalkan Adrian

"Oh iya Za, belajar yang serius ya... biar dapat nilai bagus"

Quinza tanpa menjawab langsung masuk ke kelasnya.

# # #

Kelas Quinza sudah ramai, ricuh disana sini. Tak ayal membuat Quinza merengut tapi mau bagaimana lagi, namanya juga kelas. Ia lebih memilih membolak-balikkan buku sambil menunggu guru datang.

Sebuah pulpen melayang, tepat mengenai kepalanya, membuat si empunya mengaduh.

"Aaawww !" pekiknya dan auto megang kepala

"Eh maaf ya, gue sengaja" Cibir Zeta, si cabe kiloan.

"Hmmm... iya gue maafin," Quinza tetap acuh memasang muka datar. Buang-buang tenaga saja marah-marah toh cuman gara-gara dilempar pulpen aja.

"Eh loh cewek murahan enak ya tiap hari berangkat sama Brayan. Pasti lo cari-cari kesempatan!!" Teriak Zeta nyaring, membuat satu kelas langsung terdiam.

Quinza mendengus kesal, masih pagi juga, udah buat orang darah tinggi ajaSi cabe udah ngajak war lagi. Quinza tetap memasang muka kalemnya tanpa berniat meladeni  Zeta, si cabe kiloan itu.

"Diluar mobil aja lo udah kayak gitu, apalagi didalam mobil, udah ngapain aja tuh? Digilir sama Brayan, Adrian?"

Telinga Quinza sejak tadi sudah merah menahan marah, namun ekspresinya tetap datar saja.

"Pecuma punya mulut kalau gak digunain, budek lo?"

Lama-lama tangan Quinza gatal juga pingin nampol mulut si lambe turah itu. Tiba-tiba Brayan datang dengan langsung memarahi Zeta. "Lo ganggu dia satu kali lagi, lo bakal tau akibatnya." Ancaman Brayan sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di dahi Zeta, membuatnya gelagapan. Quinza tidak banyak bicara langsung menarik tangan Brayan keluar dari kelasnya. Quinza mengajak Briyan ke kantin untuk membeli minuman euphoria dan dia meminumnya dengan sekali tegukan. Brayan membuka hpnya untuk mengabari Adrian sekarang posisinya di kantin sama Quinza. Adrian langsung menghampiri mereka berdua. Dia menanyakan kenapa pipinya Quinza bersemu merah. Brayan menjawab, "Si Zeta cari masalah sama Quinza, awalnya dia cuma melempar pulpen dan kena kepalanya Quinza." 

"Oh gitu... masalahnya yang membuat pipinya memerah, meskipun Quinza pipinya memerah, tapi tetap aja masih kelihatan cantiknya, hehehe," ujar Adrian.

..........

TBC


About HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang