Chapter 5

15 5 1
                                    

Hari demi hari telah berlalu, Quinza dan Adrian selalu meluangkan waktu untuk menjenguk Brayan di rumahnya. Sudah terhitung satu minggu lebih dua hari setelah kepulangan Brayan dari rumah sakit. Quinza dan Adrian akhirnya berangkat kerumahnya Brayan untuk menjenguknya.

"Assalamu'alaikum, tante" ucap Quinza depan pintu rumah Brayan

"Iya Waalaikumussalam," kata mama Brayan sambil membukakan pintu rumahnya

"Tante...gimana kabarnya Brayan? sekarang dimana Brayannya te?" sambil mencium tangan mama Brayan

"Brayan ada di kamarnya langsung aja ke sana, tante mau masak dulu"

"Iya te...!"

Kemudian mereka mengetuk pintu kamar Brayan dan masuk ke dalamnya.

"Assalamu'alaikum" sambil membuka pintu kamar Brayan

Tak ada sahutan, karena Brayan sedang mengingat memorinya yang hilang sambil menghadap jendela. Quinza langsung mendekati dan memegang pundak Brayan.

"Hai Yan apa kabar? Gimana keadaanmu?"

Brayan meresponya dengan garang.

"Kamu siapa? Kok masuk ke kamarku? Pergi sekarang!!!" Sambil jari telunjuknya mengarah ke pintu kamarnya.

"Aku Quinza sahabatmu, kamu yang pernah nolongin aku dari Zeta yang ngehujat aku, coba ingat dikit-dikit kamu pasti bisa!"

Dan Brayan pun mencoba mengingatnya, tapi semakin dia mengingat-ingat malah semakin terasa sakit luar biasa di bagian kepalanya.

"Akkkhhhh...Kamu jangan nyuruh-nyuruh aku ngingat, kepalaku sakit!!!" Sambil memegang kepalanya.

Dan otaknya terus bekerja untuk mengingat-ingat hingga terlalu terpaksa dan membuat Brayan kesakitan, dan akhirnya diapun pingsan. Quinza dan Adrian yang kalap segera memberi tahu ibunya Brayan dan mereka pun segera membawa Brayan ke rumah sakit.

Seusai diperiksa, dokter menjelaskan pada mereka bahwa akibat benturan yang sangat keras pada kepala Brayan, menyebabkan gangguan pada ingatannya juga mengakibatkan salah satu saraf yang bekerja untuk jantung terputus, sehingga kinerja jantungnya pun terganggu.

Keluarga Brayan juga Quinza dan Adrian berduka atas keadaan yang menimpah Brauyan. Adrian merasah bersalah, dia juga bingung bagaimana caranya mengembalikan ingatan Brayan.

"Tante bagaimana dengan Brayan" kata Quinza sambil menangis sesenggukan

"Tante juga tidak tau nak, tante juga bingung"

Hari demi hari telah berlalu hingga tak terasa satu bulan telah terlewati, tapi tak ada perkembangan pada kondisi Brayan, bahkan dapat dikatakan semakin memburuk. Dan hari ini adalah hari dimana jika Brayan tak segera sadar, maka semua peralatan yang menempel pada tubuhnya akan dilepas, karena tetap memasang semua peralatannya sama saja memaksanya untuk tetap bertahan dalam kesakitan yang dirasakan.

"Ini gimana te. Brayan kok belum sadar juga?" tanya Quinza dengan raut cemas yang tak terkontrol.

Tidak ada jawaban dari mamanya Brayan yang ada hanya tangisan dan tangisan. Dan tibalah saat dimana dokter akan segera melepaskan peralatan yang terpasang di tubuh rengkih Brayan.

......

Semua merasakan duka dan luka yang dalam pada hari ini. Setelah pemakaman Brayan usai, semua memilih kembali pulang termasuk keluarga Brayan, kecuali Quinza dan Adrian.

"Kenapa lo niggalin kita secepat ini sih Yan, hiks..hiks" Rancau Quinza disamping makam Brayan

"Ayo Za kita pilang, udah mau hujan" ucap Adrian

Dan Quinza pun menatapnya lalu beralih menatap kuburan sekali lagi sebelum memilih meninggalkannnya.

.......

Akhirnya mereka memutuskan untuk memulai lembaran baru dan hanya menjadikan Brayan sebagai masa lalu yang tak terlupakan. Setiap seminggu sekali Quinza dan Adrian tak pernah luput untuk mengunjungi Brayan di peristirahatan terakhirnya. Dan hingga bertahun-tahun telah berlalu, mereka masih setia menjenguk Brayan walau harus membawa anak mereka yang masih seumur jagung.

TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang