•O•

3.3K 171 20
                                    

Seminggu telah berlalu, begitu pun dengan insiden kecil Kairav yg mengalami mimisan, seolah hanya angin, berlalu begitu saja. Kairav juga merasa baik-baik saja seminggu ini. Dan juga, tandanya pernikahan Anisa sudah didepan mata.

Saat ini Kairav sedang berada digedung tempat Mamanya melangsungkan pernikahan. Bukan tanpa alasan ia disini, ia menemani sang Mama untuk melihat semua orang yg sibuk mendekor, lebih tepatnya dipaksa sih.

"Kenapa sih dari tadi ditekuk mulu mukanya? Gak seneng nemenin Mama?"

"Biasa aja."

"Biasa aja kok jawabnya ketus gitu?"

"Engga, Ma engga. Aku cuma laper aja."

Anisa terkekeh mendengar itu, "Ya udah abis ini kita makan ya."

Kairav mengangguk. Sebenarnya ada sesuatu yg mengganggu pikirannya. Mungkin sekilas terlihat biasa saja, tapi Kairav memegang teguh kata-kata dalam hatinya "Anak mana sih yg suka liat orang tuanya memiliki keluarga baru?" tetapi ia harus tetep kuat demi kebahagiaan orang tuanya.

"Kita makan disini ya, kamu suka kan?" tanya Anisa setelah mereka menduduki kursi sebuah restoran Jepang. Ini salah satu tempat kesukaan Kairav, karena disini, keluarganya sering menghabiskan waktu bersama. Ya, dulu.

"Aku selalu suka disini. Karena disini kenangan yg paling aku ingat."

Anisa tersenyum sendu, "Iya Mama juga." ia mencoba menghibur sang anak.

"Dan, mungkin ini yg terakhir." gumam Kairav lirih yg sayangnya Anisa mendengarnya walaupun pelan.

Ia menggeleng, "Jangan bilang gitu, nak. Setelah ini tidak ada yg berubah, waktu Mama tetep untuk kamu. Maafin Mama yg selalu gak punya waktu buat kamu, tapi Mama janji, akan sering sama kamu. Kalau kamu tetep gak mau ikut Mama, setiap weekend waktu Mama untuk kamu, full." ujarnya dengan netra yg berembun tapi ia tahan mati-matian.

"Don't promise, Mam."

Anisa mengangguk, "Iya Mama gak akan janji-janji lagi."

Kairav mengangkat pandangannya kepada sang Mama, ia seperti tersadar, "Mama, jangan nangis. Maafin Kai, Kai kelepasan." ucapnya menyesal seraya menghapus lelehan air mata yg mengalir dipipi Anisa.

Anisa menggeleng pelan seraya tersenyum, "Nggak, jangan minta maaf. Itu semakin menyakiti Mama."

"Em, kita makan dulu aja ya, nak." ia segera mengalihkan topik saat seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka.

                                    •••

Akhirnya, hari itu tiba. Semua orang sibuk mengurus acara yg akan dimulai pagi ini. Begitu juga dengan Kairav yg masih tampak ogah-ogahan. Padahal sang Abang sudah meneriakinya berulang kali untuk lekas siap-siap, tapi masih saja tak didengarkan.

"Serah ya, Abang tunggu dibawah kalo gak turun-turun juga, Abang tinggal. Kalo Mama nanya, bodo amat gak bakal Abang jawab." kesalnya meinggalkan kamar sang Adik.

Dengan berat hati, ia turun dari ranjangnya untuk segera mandi, ia hanya mencoba mengulur waktu yg terus berjalan. "Dasar mak-mak komplek!" gerutunya.

"Gue denger ya!"

"Iya lah lagian punya kuping buat denger bukan pajangan doang."

Ano berbalik seraya mendelik marah, namun hanya dibales cengiran oleh Kairav, "Iya-iya jangan mendekat gue mandi." ujarnya memasuki kamar mandi dengan cepat.

Ano lantas menggelengkan kepalanya heran dengan kelakuan sang adik. Sejujurnya ia tau, semua itu hanya pengalihan, dan untuk semua kemalasaannya, ia juga tau, adiknya hanya mengulur waktu.

KAIRAVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang