....diimbau agar masyarakat waspada, karena cuaca buruk diprediksi akan terus berlangsung selama beberapa hari ke depan.
"Bu, kok bapak jam segini belum pulang?"
Melihat berita dari salah satu stasiun televisi swasta, gadis kecil itu khawatir. Ia memikirkan salah seorang dari mereka yang saat ini sedang berjaga pada sebuah pos di kaki gunung, yang tak lain adalah ayahnya sendiri.
"Bapakmu baru bisa pulang besok, Nak."
Seraya masih tetap melakukan aktifitasnya melipat pakaian, sang ibu menanggapi dengan tenang, walau dalam hati ia merasakan cemas yang sama, sehingga malam ini bisa dipastikan dapat mengganggu jadwal tidurnya. Barang-barang yang telah menumpuk di ruang tamu, menandakan bahwa keluarga kecil itu telah siap menghadapi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Mereka tahu bahwa tak ada seorang pun yang bisa melawan takdir tuhan, tapi mereka pun sadar bahwa manusia harus tetap berusaha, dan apa yang mereka lakukan adalah bagian kecil dari usaha tersebut. Tak begitu banyak yang disiapkan, hanya beberapa pakaian serta barang-barang berharga dengan ukuran kecil namun bernilai tinggi saja, karena mereka sadar, yang paling berharga adalah nyawa mereka sendiri.
"Kenapa bapak harus ikut jaga, Bu? Bukannya di sana sudah banyak orang, kan, ada pak polisi juga?"
Sang ibu masih tersenyum, ia begitu merasakan kekhawatiran putri semata wayangnya.
"Itu demi keselamatan kita semua, Nak. Setidaknya ketika hal itu terjadi, kita bisa segera menyelamatkan diri."
Selesai dengan pakaian, sang ibu menidurkan kepala putrinya dalam pangkuan. Usapan lembut mulai ia lakukan, berharap ia cepat terlelap, agar tak terlalu cemas dengan keadaan orang tuanya.
Hujan di luar masih terasa lirih, membawa rasa dingin serta resah akan pertanda. Beberapa lebih memilih tak percaya. Mereka yang tak percaya tentu memiliki alasannya, misalnya dengan berkata bahwa "semua terjadi atas kehendak yang maha kuasa." Kata-kata itu memang betul adanya, namun berbeda dengan persepsi yang diterapkan oleh pak Tarno dan Kepala Desa, mereka lebih memilih untuk lebih dulu berusaha, setelah itu baru menyerahkan penentuan pada-Nya.
Rasa khawatir sempat memuncak, manakala hujan sempat berubah dengan cepat menjadi deras, namun beberapa menit kemudian rasa itu hilang oleh alam yang kembali tenang. Pak Tarno dan kepala desa masih berada di sana. Rasa kantuk dan lelah tak urung membuatnya menyerah, pengorbanan yang mungkin pantas demi apa yang mereka berusaha lindungi saat ini.
"Pak, kalau saya izin mau pulang dulu, boleh?"
Dengan hati-hati, pak Tarno meminta izin. Sebenarnya ia merasa tak enak dengan apa yang ingin ia lakukan, namun semua sudah terlanjur tak bisa ditahan.
"Loh, memangnya ada apa, No?"
"Begini pak, saya khawatir sama keluarga saya, tapi selain itu juga..."
Tarno tak melanjutkan kalimatnya. Ia memberi isyarat dengan memegang perut, juga bagian pantatnya, seraya nyengir kuda.
"Oh, ya sudah, tapi kamu bakal balik lagi ke sini, kan?"
Tarno mengangguk mantap, sebelum akhirnya ia mendapat izin lalu kemudian pergi meninggalkan tempat itu dengan cepat. Tarno berlari, bukan karena ia sudah tak tahan, tapi lebih karena ia tak membawa payung atau jas hujan. Dengan hanya bertudung sarung juga jaket usang, Tarno menerobos gelapnya malam berselimut gerimis yang turun setia membasahi apa yang ia pijak. Senter di atas kepala tak mampu memberi tahu semua warna pada jalan yang ia lewati. Keberuntungan nyatanya muncul dari seringnya ia melewati jalan ini. Namun sial tetap menghampiri, Tarno harus jatuh terpeleset akibat ia salah memijakkan kaki. Jaket dan sarung bahkan hingga ke pipi telah ternoda oleh tanah jalan yang kini telah berubah menjadi lumpur. Akses jalan ke tempat ini bisa dikatakan memang telah rusak, bahkan dalam kategori berat. Namun orang-orang di luar sana masih saja tetap antusias untuk berkunjung, bahkan yang datang bisa sampai dari luar pulau. Hanya tempat ini lah yang menjadi akses satu-satunya menuju ke tempat yang berada di atas sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedhus Gembel
Horror"Tolong." Mereka semua berlari, rasa takut itu kian memuncak sebelum sesuatu itu datang melahap semua yang terlewat.