Tetesan air jatuh satu persatu pagi ini, membasahi tanah dan ranting-ranting pohon sekitar rumah. Uap yang di hasilkan saat air bersatu dengan tanah menimbulkan aroma khas yang sangat aku suka. Kuhirup dalam-dalam aroma itu, seperti tengah menghirup wangi parfum di pagi hari.
Garis lengkung di bibirku mulai terbentuk, setelah sekian lama aku tak pernah melengkungkannya. Kutatap langit pagi ini lekat-lekat.
"Ma, Pa, Jio. Apa kalian bahagia disana?" Gumamku dalam hati.
Aku tak bisa berlama-lama menikmati aroma ini. Klakson mobil Tante yang dibunyikian pertanda aku harus segera ke sekolah.
Mobil kami melaju dengan kencang menerobos hujan yang semakin deras. Mataku tersita kearah ranting-ranting pohon yang menghijau dipinggir jalan. Saat-saat seperti ini adalah saat yang paling menyenangkan, tak ada bau anyir, tak ada wajah atau tubuh yang hancur, dan tak ada bau kemenyan.
"Jangan buat kekacauan lagi ya sayang." Ekor mata Tante Vanesa menangkapku sedang memandang kearah luar.
"Iya." Balasku pelan.
Mobil Tante masuk ke halaman depan sekolah, aku melihat banyak sekali anak-anak berseragam putih abu-abu dengan memegang payung, sekedar menutupi kepalanya dengan jaket atau tas yang mereka bawa sambil berlari-lari kecil ke arah dalam sekolah.
Kutarik napas panjang sambil membaca papan nama yang terpampang jelas didepanku.
"SMU TUNAS BANGSA"
Sekolah baru yang akan aku tempati adalah sekolah kedua selama beberapa bulan ini. Semenjak kecelakaan itu aku sering pindah sekolah, bukan karena aku nakal tapi karena tidak tahan dengan arwah-arwah yang datang silih berganti.
Aku keluar dari mobil dan berjalan dibawa hujan yang cukup deras. Beruntung Tante selalu membawa payung mengingat sekarang adalah musim hujan. Baru beberapa langkah dari mobil ada seorang yang sengaja berhenti dibawah payungku. ia tidak bicara sepatah katapun, hanya mencoba memgebas-ngebaskan bajunya yang basah karena air hujan.
Aku mengunci kedua mataku ke arahnya tanpa berniat mengajaknya bicara karena memang aku tidak suka berinteraksi dengan orang lain, apalagi harus berbagi payung tapi Ia terus mencoba membenarkan posisi payung agar kami tidak basah. Tanpa disadari aku mengikuti apa yang ia lakukan. Hati mungkin bisa menyembunyikan banyak hal tapi tidak dengan ekspresi wajahku.
"Makasih." Ucapnya setelah sampai.
Aku tetap melanjutkan aktivitasku menutup payung dan tidak berniat untuk bicara.
"Lo siswa baru ya?" Timpanya lagi.
Aku tetap tidak bicara.
"Makasih ya tumpangannya, kalo lo nyari ruangan kepsek disebelah tangga itu." Tunjuk laki-laki itu kearah tangga sebelah taman.
"Makasih." Balasku singkat.
Aku tak mau berlama-lama dengan laki-laki itu, tujuanku di sini adalah menyelesaikan study dan mengakhiri penderitaanku di sekolah.
Sewaktu aku melangkah menjauh, tiba-tiba perasaanku menjadi tidak nyaman. Seperti ada energi negatif yang sangat kuat di sini. Aku melambatkan langkahku ketika berjalan diantata piala-piala yang berjejeran, bulu kudukku merinding. Seperti ada sesuatu yang tengah mengawasiku, tapi aku tidak melihat apa-apa.
Semakin lama perasaanku semakin tidak karuan, aku memegang leher bagian belakang mencoba menghilangkan rasa takut karena bulu kuduk mulai berdiri.
"Aku harus segera keruangan kepsek, koridor sepi ini membuatku ketakutan."
Aku berlari menuju ruang kepala sekolah.
TOK TOK TOK
"Permisi." Aku mengetuk pintu.
"Silahkan masuk." Suara perempuan paruh baya terdengar di balik pintu.
"Oo ini Tasya ya?" Lanjutnya."Iya Bu."
"Silahkan duduk."
Kami mengobrol tidak terlalu lama, kemudian B.Nur membawaku ke kelas X IPA 1. Jalan ini bersebrangan dengan jalan yang tadi. Setiap sudut dari sekolah ini tidak lepas dari pengelihatanku. tak sengaja ekor mataku menangkap sesosok perempuan diantara piala-piala tadi perempuan itu berseragam putih abu-abu dengan rambut panjang terurai berdiri di sana, wajahnya pucat dan sepertinya ia sedang mengeluarkan darah dari kedua matanya. Lama aku menatapnya hingga aku sadar bahwa dia bukan manusia sepertiku.
Aku segera memalingkan wajahku, "semoga dia belum menyadari bahwa aku bisa melihatnya."
"Ini adalah kelasmu," Ucap B.Nur saat kami tiba di depan pintu salah satu kelas. B.Nur membuka pintu itu dan menyuruhku memperkenalkan diri.
Suasana kelas itu sangat ramai karena jam kosong. Manik mataku menangkap seorang yang tidak asing sedang duduk di bagian bangku belakang dekat loker sebelah kanan sedang membaca buku dan menggunakan headset. Sepertinya ia tidak peduli bahwa aku sekelas dengannya.
"Kamu boleh duduk di sebelah sana." Tunjuk B.Nur kearah perempuan berjilbab di depanku yang sedang duduk sendiri. Tepatnya di kursi nomer 3 dari depan.
Aku melihat perempuan itu tersenyum dan membereskan buku-bukunya yang berserakan di bangkuku.
"Kita akan jadi teman," Ucapnya antusias. "Nama gue Fiola, panggil aja Fio." Dia masih menunggu agar aku menjabat tangannya, tapi seberapa lamapun dia menunggu aku tidak berniat berjabat tangan. Juga tidak berniat untuk berteman.
Karena sikap dinginku, dia akhirnya menurunkan tangannya tanda mengerti bahwa aku tidak ingin berteman. Aku melihat gadis itu dengan teliti, dia gadis yang populer dan ceria.
Tasya Faraditsa, orang biasa memanggilku dengan panggilan Tasya Kecelakaan 2 tahun yang lalu telah merubah hidupku. Haruskah aku menganggap ini berkah ataukah kutukan yang sengaja singgah untuk membuat hidupku berantakan.
Sebagian orang menganggapku gila, tapi banyak dari mereka mengatakan aku aneh karena sering mengatakan hal-hal yang membuat bulu kuduk mereka merinding.
Cantik, mungkin itu yang bersarang di otak mereka ketika melihatku. Tapi satu hal yang pasti kata-kataku tak secantik wajahku. Aku tidak suka berkata manis, aku selalu mengatakan apa yang ingin aku katakan.
Rambutku selalu di biarkan terurai. Wajahku kecil dengan manik mata yang bulat. Dibalik manik mata yang kecil itu aku frustasi, dan terus mencoba menolak apa yang sudah ditakdirkan untukku.
Aku bisa melihat mereka, bukan karena indigo tapi karena kecalakaan itu tidak sengaja telah membuka mata batinku.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bisa Melihatmu
HorrorSebuah tragedi kecelakaan beruntun hampir saja menewaskan satu keluarga. Kecelakaan itu hanya menyisakan seorang anak perempuan yang baru saja melaksanakan ulang Tahun ke 14. Hidup yang awalnya menyenangkan menjadi sangat menyeramkan. Kematian kedua...