Goresan Cinta Dalam Diam

2 1 0
                                    

Di antara letih dan keringat, kamu datang. Datang bersama seorang pilihan yang paling berharga. Aku tak berharap lagi, tak mendamba lagi. Kamu sudah memiliki satu di antara seribu orang yang mungkin saja mengharap, yang mungkin saja mendamba. Aku tak mencoba lagi. Sudah cukup bagiku kamu menjadi salah seorang yang mengintai perkembanganku. Meski karena sebuah mandat, aku tahu kamu tulus melakukannya.

Jika mengingat kala hati ini mendamba, ingin rasanya diri ini lenyap dari pandangmu. Malu. Hanya itu yang terbesit di pikirku kini.

Kali pertama aku gugup di sampingmu, aku terus memikirkannya hingga muncul suatu anggapan yang 'salah kaprah'. Aku terus menjaganya, menyiraminya dengan puluhan kisahmu, memupuknya dengan semua perlakuanmu, dan menyianginya dari segala pemikiran buruk tentangmu.

Kala kau ada di sekitarku, ku melihatmu dari sudut mata. Kala kau berbicara padaku, ku mencoba menyambung aksara demi aksara yang ada. Bahkan, kala rindu terasa, ku selalu menatap semua potret yang kuambil tanpa permisi dari si model utama.

Kini teringat semua yang pernah kulakukan. Seluruhnya adalah hal bodoh, 'goblok'. Kata mereka, cinta dalam diam dan menunggu dengan sabar akan berbalas pada akhirnya. Padahal, Ibu sudah sering berkata, "Nduk, ojo demeni cah lanang disek, enko lek ora dibales lorone nemen." Aku malah tak mengindahkan perkataan tersebut, tetap menjaga rasa ini, menunggu tanpa ada tindakanku yang berarti.

Bodoh sekali. Dulu aku sering kali mengira-ngira, kenapa kamu melakukan itu di depanku? Aku terlalu memusatkan perhatian padamu. Hingga orang yang kini menjadi pilihanmu mengetahui segalanya. Aku tak dapat membendung yang kulakukan. Biarlah saja tahu, begitu pikirku dulu.

Hingga datanglah hari dimana aku mendengar, kamu bersama dengannya.

Segalanya menjadi begitu gelap. Buruk. Mereka kini akan berbincang dan mungkin membicarakanku, atau malah sudah melakukannya? Entah mengapa sakit itu rasanya hilang disaat aku memikirkan hal tersebut. Mungkin pemikiran yang 'salah kaprah' sebenarnya hanya suatu rasa penasaran. Yang kemudian terawat menjadi benih cinta yang lebig cocok disebut obsesi.

Malam ini aku berandai. Andai aku tak menjaga pemikiran 'salah kaprahku', mungkin aku tak akan pernah menumbuhkan cinta di hati. Andai aku tak menunggu dengan sabar, mungkin semua takkan jadi rumit. Andai aku tak melakukan segalanya, mungkin takkan ada dengki yang hadir.

Kini dengki itu hadir, bukan untukmu, tetapi untuknya yang bersamamu. Mungkin dengki takkan menjadi sebesar ini, jika yang kau pilih bukan dirinya. Dirinya yang lewat pandanganku, selalu bersikap buruk padaku, tak ada satu pun yang ia lakukan tanpa menyinggungku. Aku tak mengerti kenapa dia harus melakukan itu. Apa dia memang bermaksud menunjukkan, "Lihat! Aku mendapatkannya, kamu tidak!"

Biarlah semua itu, semua sudah berlalu. Toh, salahku sendiri.

Ikhlas. Hanya itu kunci yang kupegang saat ini.

121119
Var.mint

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tempat SampahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang