Lost in Thought 2

881 63 115
                                    

"Aku yakin, Dokter Justin tidak akan serta merta menolak kehamilanmu. Karena bagaimana pun janin yang kau kandung adalah darah dagingnya juga."

Cukup lama kami melakukan Care and Sharing dari setengah jam yang lalu. Dan perlahan aku mulai merasa nyaman bercerita dan mengeluarkan keluh kesahku kepadanya. Entah itu langsung, atau pun melalui media ponsel. Dan ternyata rasanya tidak terlalu buruk.

"I know. Dia mempunyai ketakutannya sendiri. Atau mungkin sudah berbalik menjadi trauma untuknya tanpa dia sadari. Karena informasi yang kudengar dari Nic. Dokter Justin mempunyai masa lalu yang cukup di bilang menyakitkan."

Aku menghela nafasku yang tertahan karena sehabis menangis tadi, setelah mengeluarkan keluh kesahku kepadanya.

"Apa reaksi yang kau lihat darinya, setelah kau memberitahu kehamilanmu ini? Selain rasa terkejutnya."

"Kekecewan. Mungkin."

Yah, aku melihatnya dari sorot matanya. Entah itu untukku, atau mungkin untuk orang lain nya.

"It's oke. Mungkin memang berat untuknya saat ini. Namun kamu harus optimis Candy. Karena semengerikannya serigala ia masih menyayangi anaknya."

Aku mengangguk sambil menghapus air mataku yang kembali mengalir. Tidak apa ia nantinya membenciku, namun dia tidak boleh membenci anakku. Karena ini anaknya juga kan?. Aku tidak ingin Dokter Justin membenci anaknya sendiri. Kalau di ingat kembali saat terakhir kali aku membuatnya menyentuh perutku, itu sangat menyakitkan.

"Jangan menangis lagi. Kuatlah. Demi anak dan suami mu. Tunjukan kepadanya bahwa kau tidak seburuk apa yang ada di dalam pikirannya."

Aku kembali mengangguk.

"Pulanglah. Sudah sore. Bukan kah besok kau ada acara di kampus ku?"

Aku menggigit bibir bawahku kuat. Bila Dokter Tris tau jenis kegiatan apa yang akan ku lakukan besok. Aku yakin ia tidak akan setenang ini untuk menyuruhku pulang.

"Baiklah. Terimaksih Kak Tris, aku akan pulang sekarang."

"Hmm... Hati hati lah. Jangan lupa minum vitamin mu. Jaga emosimu juga. Jangan terlalu sedih."

Aku bergumam terimaksih dan menutup sambungan telpon setelah mendapat kata semangat lagi darinya.

Aku menghela nafas. Lantas bangkit berdiri dari bangku taman dari satu jam yang lalu menjadi tempat dudukku. Taman sudah mulai sepi karena memang hari mulai gelap.

Entah bagaimana nantinya setelah aku pulang ke rumah. Apa aku masih di diami. Atau aku mendapat omelan yang mungkin cukup tak mengenakan hati. Yang terpenting, aku sudah mendapatkan sedikit ketenangan di hati ku sebelum menyambut hari esok yang ku tau akan menjadi awal dari perjuangan ku selama empat hari kedepannya lagi.

Aku sebenarnya punya alasan kenapa aku cukup lama di luar hari ini. Karena selain mempersiapkan mental dan fisik untuk hari esok. Aku juga membutuhkan vitamin dan juga susu untuk berjaga jaga. Karena kita tidak akan yang tau apa yang akan terjadi lima hari kedapan. Maka dari itu aku harus mempersiapkannya secara menyeluruh. Karena aku juga membawa seseorang yang baru akan terlahir ke dunia.

Entah apa aku ini egois atau tidak. Namun di balik itu semua, aku juga butuh pengakuan. Dan sebenarnya, aku juga tidak ingin ada yang menyebut bahwa anak ini menjadi penghalang ku untuk meraih cita citaku. Karena untuk ku anak ini bukan sebuah penghalang, namun sebuah anugrah.

Langkahku sedikit tertahan saat ada seseorang yang memanggil namaku.

"Candy"

Suara itu terdengan tidak asing. Aku membalik kan tubuhku untuk melihat siapa yang memanggilku tadi.

MD: Lost In Thought | 🔛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang