Aku memaknai pertemuan sebagai sebuah kesempatan. Merengkuh takdir lebih dekat, lebih erat.
Namun pertemuan bukan berarti menjadi sebuah pertanda disatukan. Seperti hujan yang hanya senang menyapa tanah kering. Barangkali pertemuan ada, karena salah satu membutuhkan.Pertemuan kita, mendekatkanku pada keikhlasan. Perihal hati yang dipaksa untuk merelakan. Sebab ketika cinta merengkuh degup jantung, lenganku lebih sering mendekapnya, berkata lirih semua akan baik-baik saja.
"Jika indah adalah langit senja di balik bukit--samar menyelimuti bumi. Aku melihat itu darimu."
Kita bertemu dalam keadaan asing, terpenjara dalam kesedihan masing-masing. Pada sisa-sisa hujan. Pada daun-daun yang berguguran, kesedihanmu tersamarkan.
Dan aku, mengagumimu tanpa pilihan, tanpa alasan. Sebab laki-laki memang mudah jatuh hati, pada kicau burung di pagi hari, pada aroma kopi yang menari-nari, pada kabut padang mandalawangi, pada semua yang membuatnya terlihat berani, seperti jatuh hati pada yang sewaktu-waktu bisa saja tak perduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan pulang
Poetrykehidupan ini jalan menuju pulang. perjalanan satu arah, yang tidak akan bisa kita mengulang selain mengenangnya. lalu, kemana kita akan pulang?.