"Assalamualaikum, Bu." Ucapku sopan saat aku berdiri di depan pintu kelasku. Bu Dasmala berdiri melihat kehadiranku, murid kesayangannya yang super bandel ini ternyata datang bersama seorang cowok.
Aku masuk sambil menggandeng tangan cowok itu, sontak kelas menjadi ricuh saat aku melakukan adegan itu, kericuhan itu sontak membuat Joshua bangun dari tidurnya yang lelap, ia memperhatikanku di depan—sedang menggandeng anak baru karena Joshua sama sekali tak mengenalnya.
Ada rasa tidak suka di hati Joshua melihat cowok itu.
"Ini siapa, Kei?" Tanya Bu Dasmala, "Saya tadi disuruh Bapak Kepsek buat ngantar dia kesini." Kataku sedikit mengarang, "Dan karena saya siswi yang baik, saya mempersilahkan diri untuk mengantarkan dia kesini—berhubung kami sekelas. Saya memang menjadi siswi yang sering diandalkan. Ya gak, Bu?"
Bu Dasmala menggeleng melihat kelakuan muridnya ini, "Kamu duduk sana, saya mau memperkenalkan siswa baru ini." Usir Bu Dasmala, aku mengerucutkan bibir sambil berjalan menuju bangkuku.
"Ayo, Sayang. Perkenalkan diri kamu." Bu Dasmala berujar, anak baru itu tersenyum kikuk—lebih tepatnya berusaha tersenyum.
"Perkenalkan nama saya Rama, Rama Perwira Dirgantara. Saya harap saya bisa berbaur bersama kalian. Thanks."
Di pojok sana, aku tersenyum senang, akulah orang pertama yang mengetahui namanya dan dialah orang asing yang pertama kali mengetahui namaku.
Eh, tunggu. Aku sepertinya tidak asing dengan nama Rama, siapa ya dia? Aku yakin aku pernah berkenalan dengan seseorang bernama Rama. Tapi kapan?
——
"Cewek cantik, kantin, kuy?" Ajak Joshua ke padaku. Aku mencibir mendengar ajakan dia yang berbarengan dengan ejekan. Lalu aku tersenyum sinis, "Ajak dong si Rama, dia sebangku sama lo."
"Idih males." Ucap Joshua menolak, jangan ada Rama diantara kita.
"Wah, lo parah banget jadi temen. Gak boleh gitu, kalo lo gak mau, biar gue ke kantin bareng dia. Lo gak boleh ikut!" Bentakku yang hanya bercanda.
"Idih, gak baik banget lo!" Cibir Joshua, aku menggeleng heran dan melenggang pergi mendekati bangku Rama yang sedang membaca buku.
"Ram, kantin, kuy?" Ajakku. Rama menatapku sebentar sebelum akhirnya mengangguk. Dia beranjak dari tempat ia duduk, aku berjalan terlebih dahulu dan ia mengekoriku dari belakang.
"Woi, Kei. Tunggu gue elah!" Teriak Joshua, aku tetap berjalan sepanjang koridor tanpa mempedulikan teriakan Joshua.
Setiba di kantin mendadak aku sebal, kantin sekarang sangat ramai, aku berharap kantin sepi agak aku bisa menikmati makananku dengan khidmat. Tapi apa boleh buat, perutku sudah menganga minta diisii.
Kami bertiga duduk di meja yang tidak ada siapa-siapa. "Eh, Josh. Lo pesen makanan, gih. Gue mau berkenalan lebih jauh sama Rama."
"Suruh Rama aja, kenapa mesti gue?" Tanya Joshua dongkol.
"Biar saya aja," ucap Rama, dia kemudian beranjak, aku mencekal tangannya. "Udah, lo duduk aja. Biar gue yang pesen." Aku beranjak dari tempatku duduk.
"Eh, gak usah!! Biar gue aja, kalian tunggu disini." Joshua berkata dengan wajah sebal, ia beranjak untuk memesan makanan. Aku tersenyum.
"Oh iya, Ram. Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" Aku agak sedikit penasaran tentang nama Rama. Dia menatapku lama, wajahnya yang datar membuatku canggung berada di sampingnya.
"Gak, kamu salah orang." Katanya, aku tertawa. Toh nama Rama banyak, bukan?
"Eh, tapi. Kok lo tau nama gue, sih?" Dia menatapku lekat, agak tampak kebingungan untuk menjawab.
"Itu," tunjuknya ke arah dadaku, aku beralih menatap dadaku. Apanya yang itu? Dadaku bergemuruh hebat.
"Ma—maksudnya, saya lihat di name tag kamu."
Aku menertawakan diri sendiri, pantas saja dia tau namaku. Joshua datang sambil membawa nampan berisi makanan. Ia duduk berhadapan denganku dan Rama.
"Gue yang traktir." Ujar Joshua setelah duduk. Aku yang mendengar itu sontak berteriak heboh, orang-orang melihatku heran sambil menggeleng, 'maklum' kata mereka.
"Cewek gak ada malu-malunya lo." Ujar Joshua ke padaku. Aku menatapnya sinis, kenapa dia yang sewot?
"Eh, Kei. Lo udah ngerjain PR MTK?" Tanya Joshua, aku menggeleng acuh.
"Gila lo, ya. Cewek pinter tapi males." Kata Joshua heran, Joshua sengaja mengabaikan Rama, namun Rama tidak ingin juga mengobrol apalagi sambil makan.
"Lagian kalo gak buat PR paling disuruh bersihin toilet." Jawabku santai, Joshua tergelak.
"Bener banget dah, lo. Bareng-bareng kita bersihinnya, kuy?" Ajak Joshua heboh, kalau masalah malas belajar, aku dan Joshua lah yang maju paling depan.
Sudut bibir Rama tertarik meski sedikit, "Saya pikir kamu masih sedih, Kei."
—
Aku dan Joshua tengah berdiri di depan kelas, Pak Joko menyuruh kami untuk berdiri di depan kelas selama lima belas menit dan sesudahnya kami harus membersihkan toilet hingga bersih. Hanya wajah memelas yang bisa kami tampilkan untuk menutupi raut kebahagiaan yang kami rasakan.
Teman-teman sekelas kami selalu menggeleng melihat hal ini, hal yang wajar melihatku dan Joshua diberi hukuman.
Setelah berdiri di depan kelas dengan kaki kiri terangkat dan kedua tangan memegang kedua telinga. Hal itu sontak membuat siswa-siswi yang lewat tergelak melihat kami.
"Ke toilet yuk, Kei. Males gue disini."
"Baru juga lima menit, Josh." Kataku, Joshua mengerucutkan bibir, "Kita itu gak boleh ngebuang waktu buat hal yang kayak beginian, lebih baik kita lakukan hal yang bermanfaat seperti membersihkan toilet agar siswa-siswi yang lain nyaman memakainya." Deklarasi Joshua di depanku. Aku terkadang salut dengan penuturannya.
Dengan penuh semangat aku menganggukkan kepala, "Ayo, kita bersihkan toilet demi kenyamanan siswa-siswi SMA Merdeka Djuanda!
Selepas membersihkan semua toilet yang ada di SMA Merdeka Djuanda, aku dan Joshua kembali ke kelas. Raut lelah tampak sekali dari wajah kami.
Melihat ke kelas yang kosong karena siswa-siswi sudah pulang membuatku segera menjatuhkan diri ke lantai yang dingin—diikuti dengan Joshua.Sekitar beberapa menit, Joshua mendorong bahuku, "Kei." Katanya, aku berdehem, "Hm?"
"Jangan tidur, ih. Susah ntar ngangkat lo ke bawah." Ucap Joshua jenaka, aku berdecih lalu memposisikan diri menjadi duduk—Joshua meniru yang kulakukan.
"Udah, jangan ganggu gue, gue mau pulang!"
"Idih, sans dong. Gue anter, ya?" Ajak Joshua, aku menggeleng pelan, "Gue bawa motor." Tolakku.
"Motor lo tinggal aja, besok pagi gue jemput lo." Aku mengangguk meski ragu, lalu ia menarik tanganku, kami beriringan menuju parkiran.
Setelah sampai di parkiran, Joshua naik ke atas motornya terlebih dahulu, lalu menyuruhku untuk naik setelahnya.
"Kita mau kemana, sih, Josh?" Tanyaku bingung. Joshua tampak berpikir, "Gimana kalo makan nasi uduk?" Seketika aku tersenyum lebar mendengar perkataan Joshua.
"Gas, Josh. Gas!!!!" Ucapku menggebu-gebu.
"Kalo urusan makan lo yang paling cepet, Kei." Joshua terkekeh pelan, lalu motornya melaju meninggalkan parkiran SMA Merdeka Djuanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
Teen FictionKehilangan seseorang memang menyakitkan. Tak bisa dipungkiri, kehilangan adalah salah satu hal yang paling banyak terjadi di hidup kita. Bagaimana jika kehilangan itu disebabkan oleh orang yang paling dekat dengan kita yang tak pernah kita pikirkan...