Aku membenamkan diriku di dalam selimut, perkataan Joshua tadi membuatku terusik. Apa yang dia maksud? Aku sendiri bingung.
Memang mustahil karena cewek dan cowok itu berlawanan jenis, tidak mungkin mereka tidak jatuh cinta. Yang jadi pertanyaannya, apakah Joshua menyukai seseorang? Raisa kah?"Gak mungkin Raisa, dia bukan tipe Josh." Elakku, aku tidak terlalu mengenal seseorang cewek yang dekat dengan Joshua. Hanya aku. Aku menepuk kepalaku sendiri, "Gila lo, Kei. Mana mungkin Josh suka sama lo."
"Non, Joshua nunggu di bawah tuh." Kata Bi Mona, aku mengumpat di dalam hati, kenapa juga ia harus datang malam-malam begini? Dengan perasaan kesal aku turun ke bawah menghampiri Joshua.
"Eh, kok lo belum siap-siap?" Tanya Joshua heran. Aku menautkan alis bingung, "Kita udah janjian, ya?"
Dia mendorong kepalaku, "Kan kita mau ke Orofi Cafe malam ini, gimana sih lo. Buruan ah siap-siap." Aku mengerucutkan bibir sambil mengangguk lalu naik ke atas.
Selang beberapa menit aku kemudian turun menghampiri Joshua, cowok itu langsung berdiri melihat kehadiranku, kami berdua mohon pamit ke Bi Mona. Di mobil—Joshua membukakan pintu untukku terlebih dahulu, ada yang aneh dengan sikapnya malam ini. Cowok itu mengajakku berkeliling Bandung terlebih dahulu.
Melihat kota Bandung yang dipenuhi gemerlap dimana-mana membuatku takjub. Ternyata bahagia sesederhana ini.
"Oh iya, Kei. Gue mau nanya, ini sih topik sensitif. Gapapa kan?" Katanya. Aku mengangguk, "Nanya apaan?"
"Mama lo kan udah meninggal, terus Papa lo juga udah ninggalin lo dan gak pernah ngasih kabar. Yang biayain sekolah lo siapa?"
"Mama gue itu punya saham gak terhitung jumlahnya. Gue sebagai anaknya ngewarisin saham-saham milik Mama gue."
Joshua mangut-mangut mendengar penuturanku, setelah itu kami tidak berbicara lagi. Sesampainya di parkiran dekat Orofi Cafe, Joshua berlari-lari kecil ke sebelah, membukakan pintu untukku dari luar, aku tersenyum kikuk dan segera keluar dari mobil.
"Rame, Josh." Kataku melihat ke arah Orofi Cafe, "Udah, gapapa. Sekali-sekali dikeramaian bukan hal yang sulit." Aku mengangguk kecil membenarkan ucapannya.
"Yuk." Katanya memegang tanganku, aku terkejut bukan main ia tiba-tiba berlaku seperti itu, "Lo kok aneh banget sih, Josh?" Tanyaku heran, Joshua tak menjawab dan tetap berjalan—aku mengiringi langkahnya yang besar.
Kami mencari tempat duduk paling pinggir agar bisa leluasa melihat pemandangan kota Bandung. Setelah mendapatkan tempat yang pas, Joshua melambaikan tangannya pada waiter, "Lo mau pesan apa, Kei?"
Aku membuka menu yang sudah tersedia di meja, membolak-balikkan untuk melihat nama dan harga yang tertera disana.
"Gue samain aja sama lo." Finalku pada akhirnya, Joshua mendorong pelan kepalaku, "Terus ngapain lo lihat menu kalau ujung-ujungnya sama kayak gue?"
Jariku membentuk peace ke arahnya, dia tersenyum seakan kekesalannya hilang begitu saja.
"Mau pesan apa, Dek?" Tanya waiter itu, Joshua mengamati menu yang ia pegang, "Spaghetti carbonara dua, minumnya lemon juice." Waiter itu mengangguk dan mencatat makanan yang kami pesan secara bersamaan, lalu ia pergi dari meja kami.
"Josh, lo tau tempat kayak gini dari siapa?"
"Dari Papa gue, dia baru-baru ini sering makan disini karena dekat dari kantornya. Katanya tempat disini cocok buat pasangan yang sedang kasmarannya."
Mataku berbinar, "Kapan ya gue bisa makan disini bareng seseorang yang paling special di hidup gue?" Tanyaku sembari melihat pemandangan kota Bandung yang sangat indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET ADMIRER
Teen FictionKehilangan seseorang memang menyakitkan. Tak bisa dipungkiri, kehilangan adalah salah satu hal yang paling banyak terjadi di hidup kita. Bagaimana jika kehilangan itu disebabkan oleh orang yang paling dekat dengan kita yang tak pernah kita pikirkan...