Seperti halnya bunga yang tersenyum mentari terbit. Yang dimana saya adalah bunga itu dan kamu adalah mataharinya
.
.
.
"Semangat belajarnya! Melupakan apa yang di impikan bukan berarti hilang pula kemampuanmu."
"Tidak perlu terlalu tekun mempelajari, kamu sudah mempelajari semua itu."
"Jangan menjadi kebiasaan melupakan makan dan berpikir nanggung belajarnya."
Amora membuka aplikasi chat di ponselnya. Banyak pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal. Sesekali nomor yang tidak dikenalnya itu menelponnya. Seseorang seakan tahu dengan baik dirinya.
Amora mematikan ponselnya dan melanjutkan jalannya menuju ruang musik. Devano sudah menunggunya, Amora mempercepat langkahnya.
"Telat 2 menit." Ucapan seseorang mengejutkan Amora yang baru saja masuk ruang musik.
"Sejak kapan kakak disiplin?"
"Hehehe... Canda kok Ra." Kak Devano menepuk pundak Amora.
"Ada apa kakak manggil gue kesini?"
"Katanya lo ikut Olimpiade ya? Hari ini tesnya kan?"
"Iya."
"Semangat ya. Nih gue kasih penyemangat." Kak Devano memberikan sebatang coklat kepada Amora. Amora meliriknya lalu dengan ragu Amora mengambilnya.
"Makasih"
"Iya sama - sama. Jam istirahat masih lama, manfaatin buat belajar yang maksimal ya biar lolos. Gue balik ya."
Amora memandang kepergian Devano hingga tubuh Devano tak terlihat lagi setelah melewati pintu ruang musik.
'Apa nomor tak di kenal itu kak Devano?'
Kruk...
Cacing di perut Amora mulai berdemo. Amora memegangi perutnya yang mulai perih dan merasa sangat lapar. Amora segera keluar dari ruang musik dan berjalan menuju kantin.
>>>>>
Izam duduk di tempat duduk paling nyaman sedunia baginya, pojok kelas. Di tambah dirinya asyik menonton film serta dengan sepasang earphone tergantung di daun telinganya.
Sesekali matanya melirik gadis di depan yang sedang serius belajar mengerjakan soal - soal yang ia yakini soal itu adalah soal kimia. Tanpa sadar seulas senyum muncul di wajah datar nan manisnya.
Bel istirahat berbunyi, teman sang gadis menghampiri gadis itu mengganggunya belajar. Izam tidak terlalu memperdulikan apa yang di bicarakan, dia terus memperhatikan hingga gadis itu keluar kelas membawa beberapa buku tebalnya dengan temannya.
"Good luck ya!" teriak teman gadis itu.
Gadis itu berjalan meninggalkan kelas di susul Izam yang tak lama kemudian. Gadis itu masuk ke dalam lab. Bahasa. Izam diam - diam mengintip dari jendela yang cukup tinggi.
Izam melihat gadis itu kembali membuka bukunya dan mempelajari nya. Tiba - tiba saja tubuh Izam jatuh karena tidak seimbang.
"Aduh! Lo gimana sih? Nggak punya mata?" seorang gadis yang menabrak Izam mengomel padanya. Izam hanya mengangkat sebelah alisnya.
"Malah naikin satu alisnya. Mau keliatan cool? Dasar cowok!"
Gadis itu langsung pergi meninggalkan Izam masuk ke dalam lab. Bahasa. Izam memilih segera meninggalkan ruangan agar tidak dituduh - tuduh kakak kelas tadi ataupun guru yang melihatnya mengintip.
>>>>>
T
erdengar suara ribut - ribut di luar, sungguh sangat mengganggu konsentrasi Amora dalam belajar.
Amora hendak keluar melihat apa yang terjadi, namun Lata dan Kak Farah sudah masuk dengan bu Noer.
Amora menarik napasnya dalam - dalam melihat siai hijabya.
Bu Noer mulai membagikan soal - soal seleksi perwakilan sekolah ke Olimpiade Kimia.
Amora mengerjakan dengan teliti dan sangat hati - hati. Amora mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengisi soal - soal yang sangat rumit.
Dalam waktu sekitar 1 jam Amora sudah menyelesaikan soal walau dengan susah payahnya membakar pemikirannya.
Lata yang Amora kenal sebagai calon Olimpiade Kimia Amora sedikit minder dengan Jantung berdetak.
Tidak lama setelah Amora keluar, Lata keluar dengan Wajah yang terlihat sangat lelah. Amora membuka ponselnya.
"Oke good luck! Nice!"
Lagi? Pesan itu datang lagi.
°-°-°-°-°
KAMU SEDANG MEMBACA
Next Stories
Teen Fiction"Bahaya, tapi menyenangkan, penuh hapalan, rumus dan perhitungan. Hal itu adalah kamu." Amora mengerutkan dahinya membaca tulisan di atas selembar kertas yang berada di atas mejanya. Sebuah kotak yang berada dekat dengan kertas itu menarik perhatian...