BAB 3

1K 78 5
                                    

Satu langkah  kecilku akan berakhir dengan satu langkah besarku. Dimana merendah lalu meroket demi kamu

.

.

.

Izam baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggunakan celana boxernya dan kaus putih polos. Kedua tangannya sibuk menggosok handuk kecil ke kepalanya untuk mengeringkan rambutnya.

Setelahnya di lemparnya handuk kecil itu ke tempat jemuran handuk. Tanpa peduli, handuk itu tersangkut atau tidak. Lalu, dia berjalan ke kasur dan merebahkan tubuhnya.

Seharian ini dia terasa sangat lelah. Setelah kejadian tadi siang di ruang musik. Dia jadi penasaran tentang siapa Amora. Ada hal yang dia harus ketahui dan selidiki tentang Amora. Karena sungguh, gadis itu mencuri semua pemikiran Izam.

Dia harus mencari tahu tentang Amora. Lebih dari Amora seorang sekretaris ekskul musik dan seorang wakil ketua kelasnya. Izam menatap langit - langit kamarnya, memikirkan sebuah langkah awal dirinya untuk menjadi seorang stalker.

Izam sadar dia tidak berbakat menjadi stalker. Tapi, setidaknya dia tahu bagaimana cara menjadi stalker dan keahlian yang dipelajarinya akan berguna. Segera Izam merampas ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping kasurnya. Dia membuka aplikasi pesan chat dan mengetikkan pesan pada seseorang.

Dia menjatuhkan tangannya ke samping, berharap langkahnya ini akan menjadi langkah misinya yang akan membuahkan hasil. Tak lama, ponsel di genggamannya bergetar. Segera Izam melihat ponselnya, seulas senyum terbentuk di bibirnya ketika dia membaca pesan yang baru saja masuk.

>>>>>>

Amora datang dengan wajahnya yang terlihat pucat dan matanya yang cukup menyipit. Dengan gairah malas Amora berjalan memasuki kelasnya. Amora hanya bisa menunduk, menyembunyikan keadaan wajahnya saat ini.

Sampainya di tempat duduknya, Amora memilih menenggelamkan kepalanya ke dalam lipatan tangannya di atas meja. Tak ada yang memperdulikan kondisinya, sampai Fina datang dengan aura horonya yang sangat menakutkan.

Wajahnya begitu angkuh dan tatapan matanya begitu sinis kepada teman - teman sekitarnya. Sehingga membuat siapa saja yang diliriknya bergidik ketakutan. Fina berjalan masuk dan menghampiri Amora.

Fina meletakkan tasnya di samping bangku Amora yang masih kosong. Tangan kirinya bergerak mengelus punggung Amora. Kondisi Amora yang seperti ini membuat Fina juga merasakan kesedihan sahabatnya.

Amora yang biasanya cerah, ramah senyum, dan terlihat ceria. Kini meredup bagai hujan yang akan turun menenangkan, menari - nari bersama para manusia tetapi harus pergi karena hembusan angin. Dan Fina adalah rumput di padang rumput yang senang terbasahi hujan, namun seketika harus merasakan gersang.

"Tenang Ra, ada gue yang selalu bersedia jadi tameng lu selamanya. Bahkan nanti suami lo nih, jahat sama lo atau bagaimana pun. Hadapannya sama gue." Ujar Fina menenangkan. Amora mengangkat kepalanya dan menatap Fina dengan senyum getirnya.

"Terimakasih banyak. Memang benar ya, sahabat itu adalah emas murni yang sangat sulit untuk di temukan di dalam tumpukan lumpur."

"Ya Allah, masa iya gue di dalam tumpukan lumpur? Gue kan cantik Amora, nggak pantes!" Protes Fina dan mengerucutkan bibirnya.

Next StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang