Ayah dan Ibu 2

24 9 6
                                    

"Ayah mu kan sudah ditinggal kakek pas ayah di perut nenek. Waktu itu kakek izin ke nenek. Kakek ingin membela bangsa indonesia katanya.

Dalam pertempuranya kakek gugur, jasadnya gatau dibuang kemana.

Pada waktu nenek bercerita, mata nenek berkaca kaca, ayah bisa lihat jelas air matanya terbendung oleh dinding mata.

Selepas kepergian kakek, nenek selalu tak mau menyambut matari pagi dengan hangat. Dingin sikap nenek, seakan tak ada semangat dalam jiwanya untuk terus melanjutkan hidup. Kegiatan nenek cuman makan. Berharap benih yang di perutnya dapat lahir dengan normal. Satu satunya cara untuk membuktikan cintanya pada kakek ialah merawat benih yang ada di perut nenek.

Tepat pada tanggal 20 Mei 1946, bayinya lahir. Diberinama Sugimin, persis nama kakek. Kegiatan nenek tetap saja. Meramut ayah, cukup. Ayah tak tahu nenek mendapatkan uang dari mana.

Saat usia ayah 8 tahun 1 bulan, nenek menceritakan semuanya kepada ayah. Tentang pertemuan kakek dan nenek, kisah mereka berpisah. Dahulu ayah tak tahu apa apa tentang cinta. Ayah hanya menyimpan cerita itu dalam benak ayah, sebagai hadiah terindah di ulang tahun yang ke-8.

Tepat sebulan setelah nenek bercerita kisahnya. Nenek meninggalkan ayah. Nenek pergi untuk selamanya. Waktu itu nenek meninggalkan ayah di usianya yang ke 30 tahun, masih sangat mudah. Nenek mu juga cantik, rambut pendek, badan tingggi. Kalau saja nenek ingin menikah lagi, ia akan dengan mudah mendapatkan suami yang mapan, namun nenek adalah ia yang setia.

Dan di sana ayah mulai belajar tentang kasih sayang seorang ibu dan cinta tulus seorang istri. Bahwa nenek yang seakan tak bekerja, tapi sebenarnya nenek rela mengorbankan kehormatan seorang wanita. Nenek menjadi lonte waktu itu, kalau sekarang PSK. Nenek bekerja di malam hari. Ayah tahu karena pada saat nenek pergi, pelanggan setianya, pak Raharjo datang ke rumah. Mengatakan sebenarnya tentang nenek. Ayah hanya terdiam, memetiknya sebagai hikmah adalah hal yang ayah pilih waktu itu.

Setelah air mata ayah sudah ikhlas menerima keputusan Sang Kuasa. Ayah mulai belajar berjalan dan mulai meraba raba jalanan kehidupan. Ayah di kirim ke panti asuhan oleh pak Raharjo. Pak Raharjo baik orangnya, tidak seperti dugaan ayah yang kebanyakan dimiliki oleh pria penikmat PSK.

Dalam panti asuhan, ayah sekolah SD,SMP hingga SMA. Ayah tak kuliah. Lepas SMA ayah kerja di salah satu pemilik sawah yang luas. Pagi pagi ayah berangkat dari panti asuhan menuju rumah si pemilik sawah yang luas. Dari sana bersama sama pekerja lain menuju sawah dengan mobil bak.

Waktu itu 3 bulan setelah ayah bekerja di sana. Ayah melihat orang yang luar biasa, ia menarik hati ayah. Usut punya usut, namanya Lestari. Namun, ayah harus sadar diri. Ayah adalah buruh tani, Ayah tidak punya apa apa, bukan sebanding dengan ayah.

Setelah setahun kerja di sana. Di pagi hari, seperti biasa. Ayah pergi dengan teman teman sesama buruh tani, berangkat dari rumah pemilik sawah yang luwas. Sebelum berangkat ayah terkejut melihat Lestari yang sedang duduk santai di teras rumah, bukan perkara duduk santai di depan teras. Yang membuat ayah terkejut ialah perutnya yang buncit. "Ternyata lestari sudah bersuami, tapi kapan nikahnya" ayah bergumam dalam hati. Dan mobil berangkat.

"Hey Sugimin!" Suri menepuk bahu ayah.

"Ada apa ri?" jawab ayah.

"Kamu tahu nggak, anak majikan?" matanya mengibas ngibaskan ke arah rumah si pemilik sawah yang luwas, di ujung jalan sana.

"Lestari? Kenapa dia?" tanya ayah.

Mata Suri lirik kanan kiri, memastikan kawan yang lain tak ada yang mendengarkanya. Wajahnya dijorokan ke wajah ayah, mulutnya ditutupi kedua tangan hitam ringkihnya.
"Hamil di luar nikah" katanya berbisik.

"Ah,, fitnah dari mana itu ri!" tentang ayah.

"Terserah kamu!" bibir Suri dimiringkan, dimecucukan. Perempuan ini genit, hitam, tak punya keunggulan sama sekali.

Ayah tak menghiraukan perkataan Suri. Sampai di sawah yang luas. Ayah bekerja dengan biasanya. Istirahat di siang hari. Para buruh yang tua pulang di siang hari. Yang masih kokoh, muda, pulang di sore menjelang malam.

Ayah pulang. Sampai di rumah pemilik sawah yang luas.

"Heiiiii Lestari.. Anak siapa yang kau kandung ituuu!!!!" suara wanita terdengar cengking dari dalam rumah.

"Anak pacar akuuuuu!!!! Katanya dia akan kawin dengan ku minggu depannn!!!" Lestari menyahutinya dari teras rumah. Ayah terkejut melihat semua adegan ini. Suri datang menyenggol bahu ayah dengan bahunya, wajah nya mengatakan "apa kataku?"

Ayah menganggapnya angin lalu. Tak berpikir pusing, toh minggu depan si anak akan punya ayah. Ayah tetap berjalan, sebagai buruh tani.

Hingga tiba minggu depan. Saat pagi hari juga, bukanya terop dengan gerbang janur kuning melengkun sebagai ucapan selamat datang. Ayah malah lihat Lestari sesenggukan di teras rumah.

"Tejoooo... Jancokkk kon joooo... Lambemu jannjjiii tok..!!!" Lestari menangis sejadi jadinya. Tanganya memukul mukul perutnya yang buncit.

"Kasihan sekali si Lestari" ucap ayah lirih.

"Biarin mampus tu anak min!!" tiba tiba Suri nongol dari belakang, langsung naik dia ke atas bak mobil.

"Sugimin!" pak mandor meneriaki ayah. "Ayo naik!"
Ayah naik kedalam bak. Mobil berjalan, belas kasihan ayah masih di depan latar rumah si pemilik sawah yang luas.

"Ngapain ngelamun min!" tegur Suri pada ayah. Saat itu jam istirahat siang. Di tengah gubuk berlindungkan sesek dari serangan sengat terik matari. Sembari mencicipi pisang goreng, kopi dan sebatang rokok. Ayah menyelonjorkan kaki, melepas pegal yang menggandol. "Kau masih kepikiran anak majikan?" Suri masih saja menggempur ayah dengan pertanyaan. "Sudah lah min, ngapain kau pikirin, biar mampus sekalian. Lagian, tukang kentu aja di beri belas kasihan." Suri makin menjadi jadi, ia dekatkan wajahnya ke telinga ayah. "Asal kau tahu min! Lestari dahulu pernah ngajakin ngewe Saprul." wajahnya memundur dengan memasang tampang paling tahu se dunia.

"Kau jangan mengada ada, juga kalau pun seperti itu kenyataanya. Ghibah itu dosa ri!" seloroh ayah.

"Ngapain juga aku mengada ada, toh ya ini demi kebaikan mu." sangkal Suri. "Aku hanya gak mau kalau kamu dipaksa oleh Lestari mengawininya."

"Ya kalau sudah takdir Tuhan mau ditangkis oleh pendekar joko tingkir pun gak bisa ri!" ayah membalas ucapan Suri.

"Terserah kamu aja min" Suri meninggalkan gubuk, dan kembali mengaduk tanah.

Hari beranjak malam, semua juga telah pulang. Ayah kembali ke panti asuhan. Mandi, makan, dan siap untuk tertidur.

-bersambung-

GadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang