Sekitar 5 bulan, setelah kunjungan Lestari dan sang bapak ke dalam panti asuhan yang di huni Sugimin.
"Saya terima nikahnya Lestari binti Sarengat dengan maskawin yang telah disebutkan dibayar tunai" ucap Sugimin tenang.
Hari itu, Sugimin dan Lestari resmi menjadi sepasang suami istri. Acara yang di hadiri seluruh masyarakat kampung trenggiling itu. Ketua RT, ibu ibu PKK, jamaah yasin tahlil, karang werda lansia, juga buruh tani Sarengat. Sarengat adalah mertua Sugimin. Dan hari itu pula, adalah dimana anak yang dikandung Lestari akan sumbangan sperma haram Tejo hadir, turut menjadi saksi pernikahan orang tua mereka.
Mata mata setiap tamu undangan begitu luar biasa tajamnya. Diasah puluhan tahun mungkin oleh si empunya mata mata itu. Hingga sedikit saja melirik, langsung teriris hati para penglirik. Tatapan yang penuh arti cibir, sindir, caci, hina itu. Pada mempelai, terutama Lestari.
"Lihat anak itu, wajah riasnya sok belagak paling suci" salah satu sudut mulut dari mata mata itu bersuara.
"Sugimin juga kasihan hidupnya, masak harus berujung bergumul dengan pelacur abal abal" satu lagi iku menimpuk.
"Sugimin juga sudah pasti diancam pake linggis itu oleh pelacur abal abal!!"
"Tidak nyonya, Bukan pelacur abal abal. Pelacur murahan, gombal dikit, mau saja jadi kuda"
Mulut mulut yang berbicara lantang penuh ujaran kebencian itu. Datang menusuk telinga semua pendengarnya. Banyak yang ada di dalamnya. Tuduhan tak beralaskan yang hak, makian lengking lihai bak pemain ledhek, hinaan yang menggumpal lalu di lempar keras bak peluru peluru nipon.
Acara itu dirangkep. Pagi akad, malam resepsi. Letih memang pasangan itu. Dan saat malam tiba, semua telah kembali. Mereka berbaring sebentar, yang kemudian esok akan berpindah rumah di kota. Keinginan Lestari untuk pindah, karena takut nanti mulut tukang tusuk harus mereka terima setiap pagi dan petang nya.
Pagi tiba, semua berpindah. Saat matahari belum timbul dan bersinar di ujung bukit timur. Mereka mengemasi dan langsung angkat kaki. Berjalan, mencari angkutan untuk segera tiba.
Kota memang begitu riuh. Suasana desa pagi tadi masih singup, sepi. Kota sudah berlarian. Mungkin ini perbedaan pedesaan dan perkotaan. Riuh gemuruh mesin menderu sepanjang hari dan malam terdengar lantang. Mencari tempat tinggal di pinggira kota, yang kemudian menjadi tempat mereka menyusun hidup ini dalam tangga tangga kehidupan yang penuh akan kesulitan, hingga tiba di puncak yang mereka anggap sukses.
Tempat tinggal telah mereka temukan. Sebatas ruang kecil berukuran 5×5 dengan kamar mandi dan tanpa apa apa.
Malam hari, keluar berkunjung pada bahu bahu jalan. Duduk berdua dalam halte bus, melihat lampu lampu berjalan dengan deru dan asap di pantat lampu. Berbincang ini itu. Tentang gemerlap bintang yang berkedip, dengan bulan cembung itu. Anak mereka, di tinggal dalam rumah kontrakan, di biarkanya mendekur.
"Dek, maaf ya sebelumnya" Sugimin memeluk bahu Lestari istrinya.
"Ada apa mas?" tanya Lestari tak mengerti tentang maksut permintaan maaf.
"Maaf sekali dek," Sugimin melihat bola hitam dalam mata Lestari. "Mas ini mandul" yang kemudian di lanjutkan perkaat Sugimin.
Mata Lestari terbelalak kaget. Ia tak percaya, suaminya tak akan pernah memberikan anak padanya. Walau jutaan liter sperma telah di telan vagina Lestari, tak kunjung berbuah buncit perut Lestari. Itu yang akan diterima Lestari.
"Maaf ya dek" Sugimin masih berusaha menguatkan hati istrinya.
"Iya mas" Lestari menghela napas. "Lestari boleh jujur ngga mas?" tanya Lestari.
"Harus dong" jawab santai Sugimin.
"Lestari muak liat anak kita. Wajahnya, hidungnya, kelopaknya, dahinya mirip Tejo mas." mata nya cemberut. "Mas tahu kan Lestari benci sekali pada Tejo" lanjut Lestari.
"Iya dek, tapi jangan sampai ada doa yang nggak nggak ke sinung" ucap Sugimin lembut. Lestari memanggut.
------------------------------------
"Selamat tidur, malam" ayah mengecup keningku lembut.
"Malam ayah" balasku dengan senyum ceria. Aku melirik ibu, tersenyum bangga pada ibu.
Hari telah larut. Aku mulai beringsut dalam kasur kusut kami.
...Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis
Poetryseorang gadis yang rindu akan ucapan "selamat tidur, malam" lama ia tak pernah mendengar perkataan itu lagi. semenjak ayah nya tak ada. dan perkataan itu ikut membututi ayah nya, ikut tak ada pula. ibunya, tak pernah melakukan apa yang dilakukan aya...