Sang bulan, hendak muncul dari peraduan. Angkasa jadi gemerlap karena bintang, dan si putih awan tidak lepas sebagai komplemen malam ini. Langit bumi begitu cerah dan mataku enggak mengantuk sama sekali. Padahal sudah dibuat melihat nonstop sejak 23 tahun lalu.
Jemari ini berhenti menggores pena diatas canvas elektronik. Episode 20, judul yang tertera di pojok kanan atas layar sebesar sebelas inci tersebut. Perutku keroncongan minta diisi. Tapi aku ingin cari suasana baru, siapa tahu nyangkut hidayah dari tiang listrik.Untuk itu, kupustakan cari makan diluar.
Selembar jaket bertudung sudah melekat apik ditubuh ringkih ini. Kutarik langkah menuju pintu, kudorong gagangnya, dingin tentu saja, karena seharian penuh tak digunakan. Entah mengapa tubuhku berhenti ditempat,rayuan dari mana yang membawa kepala ini menoleh kembali ke ruangan gelap milikku itu.
Hanya tersisa pendaran cahaya yang berasal dari layar canvas elektronik yang sengaja tidak kumatikan. Mengisi beberapa tempat disana meski cahaya nya tak berpengaruh sama sekali, ya walau jadi sedikit lebih kelabu.
"Sayonara" langkahku pergi menghilang, menuju luaran circle yang jauh dari kata aman dengan kompetisi hidup yang teramat berat.
Kata sayonara itu dari sanubariku. Cocok saja kuucapkan malam ini, padahal hanya ingin keluar lalu lekas kembali.
"Aku mau satu porsi udang tempura, sushi ikan salmon, dan ramen."
Kubalik buku menu. "dan satu botol air mineral."
Kepala pelayan itu mengangguk, tanda paham. Lalu punggungnya menghilang dibalik pintu bertuliskan staff only dicat merah maroon bergaya klasik. Gak terlalu banyak pengunjung malam ini. Mungkin karena anginnya kuat atau apalah. Mungkin saja, karena orang lebih suka rebahan jika cuaca jadi dingin. Termasuk aku.
Dret dret
Derit ponsel terdengar dan sontak saja kuremas kantong jaket. Lalu meringis setelahnya. Sial! Aku melupakan ponsel. Bisa-bisanya. Padahal sebelum selesai tadi, sempat kupencet asal mengecek notifikasi. Tersenyumlah, sebab aku tambah tua.
Aku memijit pangkal hidung dengan kedua ibu jari. Gerakannya terlihat monoton dan aku hendak berdiri guna mencari angin namun makanan datang. Pelayan itu tersenyum padaku dan meletakkan pesanan dimeja. Ditatanya rapi, satu-persatu. Aku balas senyum agar terkesan ramah padahal tidak.
Entahlah akhir-akhir ini sifatku jadi aneh. Aku hobi berbohong sejak, biar kuhitung hmmm sepertinya sudah sejak kecil aku senang berbohong.
Ini keluar dari topik dan kulihat pelayan yang berjenis kelamin wanita itu pergi dari pandangan.
Ramen yang mengepulkan asap terlihat sangat menggugah. Air liurku seakan menetas jika harus beradu pandang dengan makanan lezat tersebut. Ayo, mari lekas rampungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sᴋᴇᴛᴄʜ ᴡᴏʀʟᴅ
FanfictionLalisa manoban adalah seorang komikus biasa. Meski begitu, Karya-karyanya gak bisa dibilang rendahan. Pernah suatu ketika, ada seorang gadis kecil meminta pertolongan. Malam hari, tepat dipenghujung musim gugur. Ditarik lengannya lalu dibawa lari hi...