Felly mengejar nenek Halima yang berjalan keluar dari rumahnya dengan rasa kecewa yang sangat amat dalam di lubuk hatinya. Rini adalah anak tunggalnya, begitu pula dengan Gavin yang menjadi cucu tunggal sekaligus cucu kesayangannya. Harapannya memiliki seorang cicit tak kunjung terwujud, ia sudah menunggu ini sangat lama. Awalnya dirinya tidak merestui pernikahan Gavin dan Felly, namun saat semua itu sudah terjadi ia mencoba untuk menerima dan berharap bahwa dirinya akan segera menimang cicit sebelum ajal menjemputnya. Namun sekarang, hancur sudah harapannya, Felly tidak kunjung hamil. Dan hal itu membuatnya sangat sedih.
"NENEK!" teriak Felly dengan keras lalu memegang lengan Halima yang berhasil membuat langkahnya terhenti.
"APA?!" murka nenek Halima dengan emosi di sela-sela isak tangisnya yang terdengar sangat sendu.
"Maaf," satu kata itulah yang bisa di katakan oleh Felly, tidak ada kata lain yang bisa ia ucapkan sekarang. Dengan kasar nenek Halima menghempaskan tangan Felly dengan kasar hingga gadis itu jatuh terdorong ke belakang dan terjatuh. Setelah itu ia kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda. Sedangkan Felly, gadis itu merasa kepalanya sangat pening, perutnya terasa sangat keram dan sakit, membuatnya meringis dan dengan menahan rasa sakitnya ia bangkit dari jatuhnya dan kembali berjalan cepat untuk menyusul nenek Halima.
Mobil Gavin terhenti di pinggir jalan saat ia melihat nenek garangnya berdiri di pinggir jalan sembari sesegukan. Dengan cepat pria dingin itu turun dari mobilnya dan bergegas menyusul sang nenek.
"Nenek kenapa ada di sini? Terus ngapain nangis?" tanya Gavin pada nenek Halima yang langsung di sambut dengan pelukan hangat dan erat wanita tua itu. Nenek Halima menangis sejadi-jadinya di dada bidangnya Gavin, sedangkan cucu tampannya itu masih bingung dengan apa yang terjadi pada neneknya. Dengan gerakan lembut tangan Gavin mengelus punggung neneknya, mencoba menenangkan wanita tua itu agar menghentikan tangisannya.
"NENEK!" teriak Felly dengan keras dari arah belakang, membuat Gavin dengan cepat menoleh ke arahnya, keningnya mengerut masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Nampak di matanya, Felly juga tengah menangis.
"Nenek maafin Felly nenek," tutur Felly memegang salah satu lengan nenek Halima, wanita tua itu menoleh ke arahnya dan menatapnya beberapa detik hingga akhirnya memalingkan wajahnya ke arah Gavin yang terlihat masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Ceraikan istri tidak berguna mu ini!" titah nenek Halima dengan tegas. Gavin terkejut bukan main, dia pikir neneknya sudah menerima Felly menjadi cucu menantunya. Tapi sekarang apa?
"Talak dia sekarang di depan nenek!" sambungnya dengan ke dua matanya yang melotot menatap ke arah Gavin, sedangkan Felly mulai terisak lebih keras, membuat Gavin melirik sebentar ke arah istri cantiknya, tidak tega jika wanita yang sudah ia nikahi selama dua tahun itu menangis."Kasih Felly kesempatan lagi buat hamil nek, kasih kesempatan lagi. Felly mohon!" ucap Felly memohon pada wanita tua itu, namun sepertinya nenek Halima sudah benar-benar sangat kecewa. Gavin meraup wajah tampannya dengan kasar, mendengar permohonan Felly barusan membuatnya teringat dengan kalimat yang di ucapkan oleh neneknya dua bulan yang lalu. Neneknya menginginkan seorang cicit darinya dan Felly, memberi waktu pada Felly untuk hamil selama dua bulan. Dan ini sudah dua bulan, neneknya menyuruhnya untuk menceraikan wanita itu, dan itu artinya Felly belum hamil. Ia menyesal, seharusnya ia dan Felly melakukan penyatuan sejak dulu, andai ia tau akan berakhir seperti ini. Ia tidak mau menceraikan Felly di saat hatinya sudah di miliki gadis itu, ia mencintai Felly dan akan menerima semua tentang gadis itu. Cengkeraman tangan nenek Halima semakin kuat di jaz hitam yang ia kenakan, Gavin bisa merasakannya. Di tundukannya kepalanya untuk melihat sang nenek, netranya menatap langsung ke arah mata nenek Halima yang berlinang air mata, membuatnya bisa melihat tatapan kekecewaan dari sana. Ia sayang pada neneknya, namun juga mencintai Felly. Ia tidak tega melihat sang nenek seperti ini, namun di sisi lain ia juga tidak bisa meninggalkan Felly. Ia benar-benar dalam dilema besar saat ini.
"Cepat talak dia!" paksa nenek Halima, Gavin menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat ekspresi neneknya yang terlihat sangat marah bercampur dengan kecewa.
"Jangan!" cetus Felly menatap ke arah Gavin dengan raut wajah yang memelas dan tatapan mata yang tulus. Dari sanalah Gavin menyadari, bahwa Felly sangat mencintainya. "Aku mohon jangan lakukan itu," lirihnya dengan pelan namun masih bisa di dengar oleh Gavin dengan baik. Nenek Halima menoleh ke arah Felly, ia tidak mau jika cucunya termakan bujuk rayu Felly dan gagal untuk mengucapkan kalimat talak pada istrinya, dengan kasar nenek Halima mendorong tubuh Felly ke belakang hingga punggungnya membentur pohon mangga yang tumbuh di pinggir jalanan komplek.
"Talak dia atau nenek akan bunuh diri?!" ancam wanita tua itu dengan sungguh-sungguh, Gavin menatap neneknya dengan tajam sebagai bentuk teguran para wanita tua yang sangat amat ia sayangi itu.
"Sakit," rintih Felly saat merasakan perutnya terasa sakit bercampur dengan rasa keram yang hebat. Gavin menoleh ke arah Felly yang tengah kesakitan, wajah wanita itu pucat pasi sembari meremas perut rampingnya yang mungkin terasa sakit. Ke dua bola mata Gavin membuka dengan lebar saat ia melihat darah segar mulai mengalir dari selangkangan istrinya. Itu bukan darah dari luka akibat tergores, tapi darah yang keluar dari area lain. Melihat darah itu mengaliri ke dua kaki jenjangnya dengan sangat deras.
"FELLY!" teriak Gavin dengan histeris, kakinya hendak berjalan mendekat, namun dengan cepat nenek Halima menahan lengannya agar tidak mendekati Felly yang tengah kesakitan.
"Nenek Felly terluka!" pekik Gavin dan neneknya itu nampak sangat tidak peduli.
"Ceraikan dia! Atau kau mau melihat nenek mati?" Gavin mengacak rambutnya dengan frustrasi, neneknya ini benar-benar tidak punya rasa kasihan.
"Kita bisa bahas itu nanti!" sentak Gavin, nenek Halima menggeleng dengan cepat, ia hanya mau mendengar kalimat berisikan makna talak keluar dari mulut cucu tampannya.
"Tidak bisa!"
"FELLY HAMIL!" teriak Rini dari arah berlawanan dengan mereka, wanita itu berteriak sembari berlari dengan kencang untuk memberi tahukan pada semuanya bahwa sebenarnya Felly tengah mengandung. Garis dua yang muncul di test pack baru saja keluar. Ia senang mengetahui berita ini, namun di sisi lain ia juga menyesal karena tidak bisa menunggu lebih lama agar garis di test pack itu bertambah. Mendengar suara teriakan Rini barusan membuat Gavin dan nenek Halima dengan cepat menoleh ke arah di mana terakhir kali mereka melihat Felly. Wanita cantik itu tidak sadarkan diri dengan kondisi pendarahan. Dengan cepat Gavin mendekat ke arahnya dan membopong tubuh Felly masuk ke dalam mobil untuk segera di bawa ke rumah sakit secepatnya. Sedangkan Rini yang baru saja datang terlihat panik dan bertanya-tanya dalam hati, namun ia sadar bahwa ini bukanlah waktunya ia bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ia melihat darah mengalir dari kaki menantu cantiknya. Sedangan nenek Halima? Wanita tua itu merasa syok. Felly hamil! Dan tadi dirinya yang mendorong gadis itu dua kali hingga terjatuh, jika terjadi sesuatu pada Felly maka dirinyalah yang bersalah.
"Ibu ayo masuk ke mobil!" nenek Halima menurut saja saat Rini dengan kasar menarik lengannya dan membawanya masuk ke dalam mobil yang alan di kemudikan oleh Gavin menuju ke rumah sakit. Hati nenek Halima terasa sakit saat melihat kondisi Felly yang lemah tak berdaya dengan darah yang mengaliri kaki jenjang gadis itu.
"Ini salahku," lirihnya menyalahkan dirinya sendiri.
See you
Love
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Husband
RomanceBEBERAPA PART SUDAH DI HAPUS. CERITA LENGKAP TERSEDIA DI DREAME. Sentuh aku Vin!" pinta Felly dengan sungguh-sungguh, jujur saja, ia sangat malu sekarang. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah cara yang menurutnya sangat ampuh untuk membuat Gavin jatu...