Enam

0 0 0
                                    

Menyendiri dibawah matahari pagi. Panasnya cukup menyengat. Ditemani langit biru sebagai atapnya. Dan angin sebagai lawan bicaranya. Kedua kakinya melangkah kesana kemari, kadang melompat kecil dengan sebuah benda persegi panjang di mulut cewek itu. Sesekali mengeluarkan suara merdu dari bibirnya lalu bergantian dengan benda persegi panjang itu.

"Gue cariin lo, kirain dimana." ujar seorang cewek berambut sebahu dibalik pintu besi atap sekolah.

Cewek itu sumringah melihat temannya lalu berlari menghampirinya. "Ribka sama Anggi mana?" tanyanya sambil menyimpan harmonika di sakunya.

"Ini masih jam enam empat lima. Belom sampe mereka."

Cewek itu mengangguk-angguk. "Dari jam berapa?" tanya temannya tidak penasaran.

"Enam!" jawabnya bangga sambil mengangkat jempol.

Mereka lalu duduk di bawah atap yang lebih teduh. "Pel," panggil temannya berhati-hati. "Kita bertiga minta maaf banget karena udah sering mojokin lo. Apalagi pas kejadian hari jumat."

Pelangi tersenyum. "Gapapa. Bukan salah kalian. Gue tau maksud kalian baik."

"Kapan lo bakalan cerita ke kita apa yang buat lo kayak gini?" tanya temannya lirih.

Pelangi terdiam sesaat, menunduk lalu memandang langit. "Mungkin belom saatnya aja, Da. Gue belom siap." Amanda menghela napas mengerti.

"Gue saat ini cuma pengen hidup tenang aja. Maksudnya, gue gak pengen bahas-bahas masa lalu. Gue pengen lulus dengan baik dan jalanin masa-masa SMA gue dengan kalian. Gue gak tau besok atau bahkan satu menit lagi akan gimana. Tapi gue gak mau menyesali apa yang udah gue pilih dan gue jalanin. So, I just try to give my best." lanjut Pelangi. Ujung mata cewek itu sedikit basah.

"Pagi-pagi udah gosip nih ya," celetuk cewek rambut bob yang menghampiri mereka. "Ini pasti kerjaan Pelangi. Tiap hari Senin udah nongkrong di atap sekolah. Di gangguin setan nanti lo." timpal cewek berambut ikal dibelakangnya.

"Mana ada setan pagi-pagi." tawa Pelangi sambil menyeka air matanya.

"Ini mereka berdua setannya." celetuk Amanda sambil menunjuk Anggi dan Ribka.

"Ish, kita kan baru dateng, lo berdua dong yang jadi setannya." ujar Ribka cemberut yang disambut tawa kemudian.

Anggi dan Ribka ikut bergabung duduk dengan mereka. Bercanda sebelum bel berbunyi dan kelas dimulai. Setiap hari Senin, Pelangi akan datang ke atap sekolah untuk menyendiri. Bermain dengan harmonikanya dan melamun. Sebenarnya lokasi itu dilarang untuk didatangi secara sembarangan, tapi Pelangi bisa melihat langit biru membentang dengan jelas tanpa diganggu. Menenangkan jiwanya setiap kali melihat itu.

Amanda, Anggi dan Ribka juga selalu mengikuti Pelangi ke atap setiap Senin. Mereka selalu senang berada didekat Pelangi dan sebaliknya. Perasaan aman yang tercipta setiap mereka bersama. Persahabatan mereka begitu kuat. Menjadi lebih kuat saat kita jujur dan berbagi masalah kita. Tapi selain itu, menjadi penguat, mengakui kesalahan, selalu siap mendukung dan berani maju untuk menegur jika ada yang keliru, itu yang lebih penting.



"Anak-anak, sesuai perintah Bapak minggu lalu. Kalian sudah duduk dengan kelompok kalian?" tanya pria berambut putih dengan mata sayu itu didepan kelas.

"Sudah, Pak." jawab seluruh murid kompak.

"Pak, kita ada anak baru. Dia belum dapet kelompok." sahut salah satu murid cewek di kelas. Sekilas ia menoleh dari balik bahunya dan tersenyum memandangi cowok itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DeclutteringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang