Beberapa minggu setelah kepergian Yoora…
Kehidupan di mansion keluarga Park terasa jauh lebih sunyi dari sebelumnya. Bukan lagi karena pertengkaran, melainkan karena duka yang membekukan hati semua penghuninya. Tak ada lagi suara tawa, tak ada lagi suara adik kecil yang mereka sakiti yang kini justru menjadi bayangan dalam setiap sudut ruangan.
Setiap hari, Jimin tak pernah absen datang ke makam Yoora. Duduk berjam-jam, menatap nisan adiknya sambil terus berbicara, seolah Yoora masih bisa mendengar.
“Adek, bagaimana di sana? Kau sudah bertemu Ibu dan Ayah, kan? Kakak harap mereka memelukmu hangat di sana… Kau pasti tenang, ya? Di sini... kakak masih sangat hancur, sayang…”
Air matanya kembali jatuh. Ia mengusap nisan itu dengan lembut.
“Kakak terlalu egois… kakak sibuk menyalahkan dirimu, padahal... kau menderita sendirian. Kau pasti sering menangis diam-diam, ya dek? Kakak jahat… kakak terlalu buta...”
Di mansion, Taehyung hampir setiap malam menghabiskan waktu di kamar Yoora. Ia duduk di tepi ranjang adiknya, meraba bantal dan boneka-boneka yang masih tersusun rapi.
“Sayang… kau pasti kedinginan dulu di sini, ya? Kakak tak pernah memelukmu… Kau pasti sering menahan tangis saat malam, sambil memeluk boneka ini... Sekarang kakak baru sadar… bodohnya kakak, dek…”
Air matanya jatuh lagi. Ia membenamkan wajahnya di bantal Yoora, mencium wangi samar yang masih tertinggal.
Hoseok tak kalah hancur. Ia bahkan sulit tidur. Setiap malam hanya duduk di sudut ruang tamu, memandang kosong.
“Kita semua menghancurkan adik kita sendiri...” gumamnya lirih.
Sementara Seokjin, sebagai yang tertua, mencoba menguatkan semuanya. Tapi di balik tatapan tenangnya, ia hampir setiap malam bersembunyi di kamar, memeluk foto keluarga mereka.
“Maafkan hyung, kakak… seharusnya aku menjadi tameng untukmu, bukan sumber lukamu…”
Namjoon lebih banyak mengurung diri. Setiap kali melewati kamar Yoora, ia tak berani menoleh. Rasa bersalah terus menghantuinya.
“Andai malam itu aku memaafkan mu… Andai aku menahan lidahku yang tajam… mungkin kau masih di sini…”
Yonggi hampir tak berbicara selama berminggu-minggu. Ia menghabiskan waktunya membaca buku-buku kenangan Yoora, menemukan surat-surat kecil yang Yoora tulis namun tak pernah diberikan.
Salah satu surat Yoora yang ditemukan Yonggi membuatnya tak bisa menahan tangis:
Untuk ketujuh kakakku tersayang...
Aku tahu kalian marah padaku...
Aku mengerti... tapi aku selalu berdoa semoga suatu hari kalian bisa memaafkanku.
Aku sayang sekali pada kalian. Walau kalian membenciku, aku tetap mencintai kalian.
Aku ingin kita bahagia bersama lagi seperti dulu…
Surat itu jatuh dari tangannya. Yonggi menangis terisak seperti anak kecil.
“Kau mencintai kami… bahkan saat kami menyiksamu… betapa mulianya hatimu, dek…”
Sementara Jungkook, yang biasanya paling ceria, kini menjadi bayangan dari dirinya sendiri. Hampir setiap hari ia hanya menatap kosong ke luar jendela. Tak ada senyum, tak ada suara. Bahkan saudaranya yang lain mulai khawatir.
__
Sudah genap satu tahun sejak kepergian adik tercinta yang dahulu sering mereka sakiti. Waktu terus berjalan, namun duka itu tetap tinggal di hati mereka. Rasa penyesalan tidak pernah benar-benar hilang, justru semakin mengakar seiring berjalannya hari. Setiap malam, wajah pucat Yoora yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit masih sering terbayang dalam mimpi-mimpi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY DOES MY BROTHER HATE ME? [REV] √
Fanfiction⚠️DALAM TAHAP REVISI ⚠️ FOLLOW TO READ READER!!! Sejak kepergian kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tragis, kehidupan seorang gadis muda berubah menjadi mimpi buruk. Ia tinggal bersama ketujuh kakaknya-orang-orang yang seharusnya menjadi pe...
![WHY DOES MY BROTHER HATE ME? [REV] √](https://img.wattpad.com/cover/205912094-64-k685295.jpg)