[33] Anugerah Tuhan yang Paling Indah

12.1K 597 1
                                    

Elea mengembuskan napasnya pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elea mengembuskan napasnya pelan. Matanya menatap selembar foto usang yang sudah mulai menguning. Dari foto itu, Elea bisa melihat wujud sang 'papa' untuk yang pertama kalinya. Foto saat sang 'papa' kuliah belasan tahun silam.

"Jadi ini ayah kandung kamu?"

Elea mendongak menatap Genta lalu mengangguk. "Mama kasih foto ini. Mereka temen kuliah. Mama lumayan deket sama eum—dia katanya."

"Namanya?"

Elea terdiam sesaat. Ia masih percaya tidak percaya terhadap semua ini. Foto itu adalah foto ayah kandungnya saat masih muda sekali yang diberikan Ami kepadanya tadi. Pria itu mirip sekali dengannya.

"Namanya ... Andra Prasetyo."

Genta mengusap kepala Elea. "Selanjutnya apa yang mau kamu lakukan? Mencari dia?"

Elea menggeleng. Sebenarnya Elea sendiri penasaran siapa ayah kandungnya, tapi Elea nyatanya belum siap untuk bertemu sosok yang jelas-jelas tidak menginginkannya.

Bagaimana pun juga, sosok Andra Prasetyo ini sangat brengsek karena telah melecehkan perempuan yang telah menikah. Terlebih lagi, perempuan itu adalah temannya.

"Udah ah. Aku mau tidur." Elea memasukan foto itu ke dalam laci nakas di samping tempat tidur, kemudian berbaring.

Genta terkekeh. "Ya ampun, Elea, kok makin gemesss sih?"

Perempuan itu tersenyum lalu menarik tangan Genta agar pria itu berbaring. "Kamu bener, aku nggak boleh mikirin banyak hal tentang apapun itu. Jadi, aku mau tidur nyenyak malam ini. Kalo bisa, bangunnya siang ya mumpung kamu libur."

Genta terkekeh lagi. "Iya. Sini aku peluk biar tidurnya nyenyak," katanya sembari menarik Elea masuk ke dalam pelukan hangatnya.

Lama keadaan hening di antara mereka, hanya suara jangkrik diluar dan deru napas mereka yang teratur.

Namun, Elea kembali bersuara setelah lama hening.

"Gen..."

"Hmm?"

"Ugh ... perut aku ... sakit!"

***

Genta menggenggam erat tangan Elea, membuat perempuan yang sedang berbaring di atas brankar itu tersenyum.

Setelah mengatakan jika Elea mengalami nyeri perut, tanpa pikir panjang Genta langsung membawa Elea ke klinik di dekat rumahnya. Namun kata si dokter di klinik itu, air ketuban Elea sudah pecah padahal usia kandungan Elea masih 34 minggu. Itu artinya Elea mengalami pecah ketuban dini.

Saat itu juga Genta langsung membawa Elea ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans. Dan kata dokter disini, bayinya harus segera dikeluarkan karena akan bahaya jika dibiarkan terlalu lama di dalam tapi air ketubannya sudah merembes keluar.

Our RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang