tugas bi (refleksi)

5 0 0
                                    

Hamparan bintang bertaburan menghiasi gelapnya malam, sang Rembulan sepertinya malu menampakkan dirinya malam ini. Sayang sekali, padahal, aku ingin sekali melihatnya. Cahayanya tak pernah gagal memanjakan mataku.

"Ger, lagi mikirin apa, sih? Khusyuk kali kau keknya ...." tanya Bang Seno, kakak lelakiku, dari kejauhan sembari berjalan ke arahku.

"Gak mikirin apa-apa ... Cuma lagi mengagumi indahnya cakrawala ... " Jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari langit. Ia terkekeh pelan lalu mengambil tempat duduk di sampingku.

"Idih, sok puitis kalimu! Habis kesambet apa, kau?"

"Kesambet puake aku, Bang." jawabku asal.

"Ah, banyak kali ceritamu! Betewe, nih, kubelikanmu minum, mau gak kau? Susah-susah kubawamu ke Alun-Alun Kapuas kaunya cuma suduk ga jelas di sini, nyesal kali aku!" responnya agak sedikit ngegas.

"Ya gapapa lah, Bang, polisi 'kan ga bakalan nangkep ... " jawabku tetap santuy  tak lupa menerima sodoran minuman berkarbonasi dari kakakku. Kami pun terdiam sejenak sambil meneguk minuman kami sedikit demi sedikit. Memperhatikan betapa eloknya kapal-kapal ferry yang menyala terang lampunya.

"Oh iya, katanya abang mau jelasin ke aku kenapa aku diajak ke sini, 'kan?" Ujarku memecahkan kaca keheningan.

"Astaga, Hampir lupa aku. Yak, ada alasannya ngapaku ajakmu ke sini, Ger ... " Bang Seno terdiam sejenak lalu melanjutkan,

"Dulu, waktu mamak bapak kita masih pacaran, mereka sering ketemunya di sini. Sampai kita dah lahir pun masih seringnya mereka pergi ke sini. Kau udah ga ingat aja waktu itu. Kau masih kecik kali soalnya ... "

"Waahh ... Berarti tempat ini bersejarah kali, ya!" Tukasku tanpa sadar menaikkan kedua ujung bibirku. Pantas saja rasanya seperti familiar sekali. Meskipun aku sudah tak dapat mengingat wajah ayah dan ibuku, tapi bayangan samar akan pengalaman mereka mengajakku ke sini masih sangat terasa.

"Yak, 'sian kalimu gak ingat pernah maen sini. Makanya kuajakmu, kali aja kau ingat lagi muka bapak mamak kita ... " katanya seraya mengelus lembut kepalaku.

"Bang, aku 'kan bukan anak kecil lagi! Aku udah SMA!" ucapku geram, menyingkirkan tangan kakakku dari kepalaku. Malu tahu kalau sampe ada yang liat!

"Lah, ngapa pula kau marah-marahku? Gamau kau aku sayang-sayang lagi? Yaudah, balek nanti ko kemaskan barangmu!"

"Yah, jangan gitu donk bang! Aku gak bermaksud begitu!"

"Becanda doank lo aku. Udah, bagus kita pulang sekarang, nanti gak bisa bangun pula kau besok." Dan kami pun naik motor pulang ke rumah dengan damai ....

©®•••°°°•••°°°•••®©

"Selamat pagi teman-temanku!" Sapaku tepat di kala aku menginjakkan kaki di ambang pintu kelas.

Semua teman-teman yang ada di kelas tidak menghiraukanku, mereka semua sibuk dengan tugas Ekonomi dan Bahasa Inggris yang belum diselesaikan. Yah, mungkin mereka tidak mau konsentrasinya buyar. Biar sajalah, toh, tugasku juga belum selesai. Aku mau kerja juga, ah~

Beberapa menit kemudian, Tony yang sebangku denganku pun datang. Dia tampak ceria seperti biasanya dan menyapa yang lain. Zulfikrie, si penakut yang kalau sudah serius seramnya ngalahin kuntilanak, membalas sapaan Tony dengan bahagia. Wajar saja, mereka sudah berteman sedari SD. Kemudian Tony juga menyapa Indra, si cowok beringas tapi berwajah cantik. Dan, seperti biasa, sapaan Tony dibalas Indra dengan barbar. Emang anak itu gak pernah bisa santuy kalo ngomong.

VergesellschaftungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang