Limbo

62 10 13
                                    

- Main Genre: Romance-
- Half-fiction-
-Other Genre: family, drama, angst-

°•°•°••°••°••°••°•°•°

'Kau laksana setitik terang di antara kegelapan
Kau terangi hatiku yang suram ini
Kau hidupkan kembali jiwaku yang telah mati
Kau ... penyelamatku ... '

- Canise Mogan -

Aku berada di sini, di kamarku yang tak pantas dikatakan sebagai kamar, lebih pantas disebut gudang. Memencet layar smartphone ku yang terbilang kecil, merangkai kata demi kata nan elok yang nantinya akan melahirkan sebuah sajak nan menyayat hati. Kuutarakan seluruh perasaanku, kubiarkan liquid mengalir dari ujung mataku selagi tanganku bergerak.

Ya, inilah keseharianku, tidak berubah. Hanya berdiam diri di kasur seraya bersosialisasi di internet bersama teman-temanku di sosial media ataupun mengarang cerita dan puisi abal-abal. Bukan berarti aku tak punya teman di dunia nyata loh ya, aku punya, banyak. Tapi, yang benar-benar mengerti aku sepenuhnya hanya satu. Kami sudah seperti tak terpisahkan.

Aku lebih sering berada di rumah. Paling-paling aku keluar rumah untuk kerja kelompok atau sekedar berkumpul dengan 'teman-teman'ku. Menyenangkan memang, berkumpul dan berbincang dengan mereka, tapi kesenangan itu hanya berlaku sementara. Besoknya? Dan besoknya lagi? Saling tatap pun mungkin tidak.

Dan jangan pikir dengan sikapku yang anti-sosial ini tak ada laki-laki yang tertarik denganku. Begini-begini aku sudah pernah 3x pacaran loh! Dan sampai sekarang masih ada satu laki-laki yang sepertinya menyukaiku, tapi dia belum menunjukkan tanda-tanda akan menembakku sih, udah lah, biarkan saja. Toh, aku gak suka dia.

Prestasiku di sekolah cukup baik. Aku masuk di kelas unggul dan berada di posisi unggul pula, 10 besar. Aku juga sudah menyumbangkan sebuah piala FLS2N untuk cabang lomba vokal grup. Bisa dibilang, aku termasuk murid yang disenangi guru.

Jangan kalian pikir aku ini anak rajin -atau setidaknya alim dan teladan-, kepribadianku sangat jauh dari 3 kata kunci di atas. Aku pemalas, sangat malas. Kadang sekedar berjalan ke kantin saja kakiku terasa lemas 'tuk melakukannya. Aku juga tidak bisa dibilang alim, meski aku tidak nakal dan suka cari masalah, tapi dari segi penampilan ... bagi yang belum kenal aku, pasti akan mengira aku anak preman.

Aku berpenampilan begitu bukan tanpa alasan. Pertama, aku memang terlalu malas untuk merapikan bajuku. Kedua, supaya aku tak dikatai sok alim.

Semua yang mereka lihat, baik penampilan maupun tingkah lakuku, adalah 'topeng'. 'Topeng' untuk menutupi kekuranganku, menutupi sifat asliku yang tertutup. Aku tak mau dicap aneh. Aku ingin dianggap orang normal. Aku ingin bisa berbaur dengan semua orang!

Tapi, rasa-rasanya, usahaku sia-sia saja. Seberapa banyakpun orang di sekitarku, segaduh apapun suasana di sekelilingku. Aku tetap kesepian.

Rasa kesepian di hatiku yang terdalam ini, entah bagaimana lagi cara menyembuhkannya. Bahkan, keluarga serta sahabatku yang bagai tak terpisahkan pun tak bisa mengobati kesepian ini seluruhnya.

Hampir setiap malam aku menangis, menangis karena tak bisa menghapus rasa kesendirian, karena tak mampu membuat orang melirik kearahku, sebagaimanapun aku menarik perhatian mereka. Aku tetap jadi 'tempat singgah' mereka. Tanpa bisa menjalin hubungan lebih lama.

Terlebih lagi, keluargaku yang sedang bertengkar di luar. Makin memperkeruh suasana hatiku. Aku di sini tak bisa apa-apa, jika aku ikut berargumen disana, pastilah masalahnya bertambah panjang.

Mereka tak mengerti perasaanku! Mereka tau aku tak suka ada keributan di rumah, tapi kenapa mereka masih saja begitu?

Kemudian, terdengarlah suara kaca yang pecah serta panci yang dilempar. Sudah memakai cara kasar, ternyata.

VergesellschaftungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang