Here's your sugar mommy! Lia tochmabadeh. Enjoy
Hidup seorang Hwang Yeji bukanlah yang paling mudah. Menjadi murid unggulan di sekolah memunculkan rona iri dengki dari teman-temannya yang berada. Yeji juga bukanlah anak yang berkecukupan. Mereka selalu bilang kaum seperti Yeji tidak pantas menimba ilmu di tempat yang sama dengan mereka padahal sesungguhnya mereka takut.
Takut karena Yeji adalah ancaman bagi mereka.
Yeji berusaha sebisa mungkin tidak peduli. Namun, terkadang semua jenis perundungan itu terlalu berlebihan. Tubuhnya sering tidak mampu menahan berbagai jenis pukulan. Satu hal yang ia sayangkan dari sekolahnya yakni mereka terkesan tidak mau ikut campur dengan permasalahan antar siswa. Mereka hanya mementingkan nilai, prestasi, dan reputasi. Sempat terlintas di benak Yeji untuk drop out saja dari sekolah itu tetapi ia tahu akibatnya akan menyulitkan masa depannya. Sudah bersyukur ia mendapat beasiswa penuh.
Mengemban titel sebagai anak beasiswa yang tidak lebih dari kelinci percobaan.
Hari ini langit terus menangis. Sama seperti hati Yeji yang mempertanyakan keadilan dunia. Salah satu geng di kelasnya kerap memukulinya dan hari ini pun tidak ada pengecualian. Padahal besok ia harus mewakili sekolah dalam kompetisi atletik. Bagaimana reaksi orang-orang jika melihatnya babak belur? Jam pelajaran tidak dihiraukan lagi, Yeji memilih melatih kecepatannya dengan berlari.
Yeji dan mereka bermain kucing dan anjing di jalanan basah pusat kota.
Yeji terlalu sibuk menengok ke belakang melihat seberapa jauh atau dekat mereka. Mengukur jarak antar dirinya dan mereka agar jangan sampai tertangkap. Abai dengan kondisi jalan, bahkan hingga di depannya terdapat persimpangan jalan di mana lampu merah menyala untuk pejalan kaki, Yeji terus menggerakkan kakinya cepat. Tidak boleh berhenti, berlaku nekat mumpung lampu jalan baru saja berganti warna. Pikirnya pengendara-pengendara itu pasti masih sibuk memasukkan persneling.
Ia baru berhenti saat tubuhnya dihantam besi bermotor. Tubuhnya terhempas, mendarat tidak jauh dari mobil hitam mengilat itu yang tidak kalah gelapnya dengan warna aspal yang menjadi kasurnya saat ini. Sekujur badannya tiba-tiba mati rasa. Semua terjadi begitu cepat tanpa peringatan.
Suatu cairan terasa mengalir di dahi.
Apakah hujan turun lagi?Yeji berusaha bangkit sekuat tenaga karena dua hal: satu, ia tidak mau basah kuyup. Dua, anak-anak itu bisa menangkapnya.
Terhuyung-huyung, satu suara 'ngiiing' melengking panjang saja yang terdengar, dan pandangan buram, ia berhasil berdiri kembali. Seseorang--sepertinya laki-laki yang mengenakan setelan jas hitam--menghampirinya tergesa lalu berdiri di dekatnya bersiaga. Samar terdengar lelaki itu mengajaknya bicara tetapi Yeji tidak mampu mendengarnya. Ia mendongak ke langit kelabu.
Tidak ada hujan.
Napasnya berubah pendek-pendek. Kenapa sekarang ia merasa sangat sulit untuk berdiri? Seakan tulang-tulang kakinya ingin menyerah.
"Hei! Hei! Anak muda, apa kamu bisa mendengarku?!"
Yeji menoleh ke arah lelaki itu. Di belakangnya terlihat buram anak-anak berengsek yang mengejarnya diam membatu di pinggir jalan menyaksikan jalan raya yang seolah dalam mode berhenti. Raut cemas di wajah lelaki itu kentara. Menggeser pandangannya ke arah mobil, ia melihat seorang wanita berdiri mematung di samping pintu mobil.
Apa? Aku bukan tontonan.
"A-Aku...me..rasa...mengantuk.."
Entah mengapa dunia berputar.
Entah kenapa aku merasa kebas.
Entah kenapa semua menjadi gelap.