PROLOG

310 60 41
                                    

Rintik sepi membasahi kaca jendela buram berembun setebal kertas buku novel yang terbaring di ujung meja tempatku duduk menikmati secangkir kopi hitam panas mengepul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rintik sepi membasahi kaca jendela buram berembun setebal kertas buku novel yang terbaring di ujung meja tempatku duduk menikmati secangkir kopi hitam panas mengepul. Kulayangkan pandangan, menatap keluar jendela.

Hmm ... langit sang sore masih saja menangis tersedu-sedu, seandainya saja bisa kulap dengan sapu tanganku pasti sudah kulakukan sedari tadi. Perlahan-lahan kecemasan memburu pikiranku yang kalut, aku hanya berharap semoga curah hujan segera berakhir.

Kuamati satu per satu wajah orang-orang yang lewatiku. Setengah jam berlalu, manik mataku tertuju pada jam dinding berbentuk kotak berwarna merah yang melekat permanen di atas dinding belakang meja kasir.

Hufh! Belum ada tanda-tanda penampakannya.

Suara hujan semakin gaduh terdengar. Cerah berawan, itu menurut berita prakiraan cuaca yang kubaca di surat kabar pagi ini, tapi semua cuma berita hoax belaka.

Well, kita tidak bisa menyalahkan alam, apalagi merubah takdir, semuanya kehendak Yang Maha Esa. Mau diberi panas kering kerontang, hujan berangin kencang, badai salju menerjang, terima saja. Itu yang kulakukan selama ini meskipun hatiku berkata sebaliknya.

Hufh! Seandainya saja aku bisa kembali ke masa lalu.

Hmm ... muramnya langit tak seceria hatiku kala ini. Biar kubisikkan satu hal padamu, "Well, aku akan bertemu gadis paling cuantik di dunia."

Tunggu saja sampai dia datang menyapaku.

Aku masih orang yang sama seperti yang dulu. Orang yang selalu memikirkan dia, setiap jam, setiap menit selalu berharap bisa bertemu dengannya, menatap wajahnya, mendengar suaranya, bercanda tawa bersama. Aku bahkan tak mengindahkan berapa banyak waktuku terbuang percuma hanya demi mencuri sedikit perhatiannya, meskipun yang kulakukan tidak ada artinya buat dia.

Bodoh! Yah, kuakui aku begitu bodoh. Manusia bodoh yang gampang diperdaya. Wajah cantiknya merusak skenario emosiku, membutakan akal sehatku. Seperti lagu The Changcuthers "Racun Dunia" yang sedang kudengar sekarang.

Wanita racun dunia

Karna dia butakan semua

Racun

Racun

Racun

Hilang akal sehatku

Hilang akal sehatku

Hilang akal sehatku memang kau racun

Menurut sebuah situs yang pernah kubaca menyebutkan "Wanita Racun Dunia VS Wanita Madu Dunia", tentunya keduanya memiliki paradigma sendiri-sendiri.

RASA YANG TAK DIANGGAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang