Part 6 Cowok Genit :(

95 41 28
                                    

Plash!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Plash!

Secup penuh es teh manis tumpah membasahi jaket bisbolku.

"Maaf, maaf. Aku nggak sengaja," ucapnya dengan muka panik, "kamu juga sih kenapa nggak lihat-lihat," katanya sopan membantu mengelap bekas tumpahan es teh di bagian dadaku.

"Sudah, sudah, nggak apa-apa."

"Kalau boleh biar kucuci dulu. Nanti kukem_" ucapannya terhenti ketika kedua manik mata kami saling bertemu tatap, mukanya tampak kaget. "E-eh, bukannya kamu..."

"Hai!" sapaku meringis konyol di depannya.

"Jadi kamu sekolah di sini." Telunjuknya menunjuk tak jauh dari depan hidungku.

"Mmm, enggak. Sebetulnya aku_" Belum sempat melanjutkan bicara, bel masuk berbunyi lebih dulu. "Aku tunggu di Gramed."

Akh, Sial! Sudah waktunya kabur, aku harus cepat-cepat pergi sebelum ketahuan. Itu kalau aku tidak mau kena hukuman. Kupercepat langkah, berlari terbirit-birit menuju pintu gerbang.

Hufh! Syukurlah, aku berhasil lolos, untungnya tadi di pos jaga kebetulan kosong, paling-paling satpamnya sedang ke toilet. Kupercepat langkahku menjauh dari area gedung sekolah.

Untung saja, aman, aman, batinku sembari terengah lelah.

Caraku melarikan diri hampir mirip kisah cerita dongeng Cinderella yang harus pergi sebelum jam 12 tepat, bedanya adalah aku tidak memakai sepatu kaca, gaun indah, dan kereta kuda.

Kruuuk! Bunyi cacing perutku meronta minta makan. "Lapar... waktunya makan," gumamku bermonolog sendiri sembari memegangi perut.

Aku duduk sendiri di warung menikmati makanan, kuseruput sendokan terakhir kuah rawon pecel dalam mangkuk. Perutku kelaparan usai berlari-larian.

Mmm... enak, ludes tak tersisa. Kenyang, biasanya aku jadi ngantuk kalau merasa kenyang, tapi tidak untuk sekarang. Kupandangi layar ponselku, tinggal 10 menit lagi.

Pasti Fenan masih sibuk pa capa, batinku dalam hati.

Kukirim sebuah pesan pada Fenan.

Kava: aku pulang duluan, sakit perut.

Maaf teman aku bohong, batinku meringis terkekeh. Jarang-jarang aku berbohong pada Fenan.

Jalan Sriwijaya surganya makanan, banyak kios pedagang penjual makanan, di sini tempatnya lumayan sepi pas jam-jam sibuk. Tempatnya tidak jauh dari area sekolah, tinggal jalan kaki, enak buat sembunyi sambil makan.

Eits! Tapi kalau sampai ketahuan bolos sama guru, bisa berabe juga loh!

Selesai makan aku bergegas menuju ke toko buku, membeli beberapa komik untuk kubaca. Sebenarnya bukan itu alasan utamanya, alasan sebenarnya adalah ucapan terakhirku tadi, "Aku tunggu di Gramed."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RASA YANG TAK DIANGGAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang