Tak sabar rasanya menunggu jam pulang sekolah. Tinggal beberapa menit lagi, tapi kenapa terasa lama sekali ya. Kakiku rasanya gatal, seandainya saja aku bisa menghilang dalam sekejap mata, sudah dari tadi aku menghilang, mengambil tempat paling depan, berdiri bak panglima perang menuju medan pertempuran, bertempur melawan perasaan yang tak sanggup terbendung lagi.
Tunggu, tunggu, sabar, tinggal 10 detik lagi. Kutatap jam dinding sembari menghitung mundur.
Tet... tet... tet....
Bunyi bel pulang berdering memekakkan telinga.
Serta-merta aku berdiri dari duduk, berlari keluar kelas tanpa mempedulikan Pak Guru yang melongo terpaku menatapku, sama halnya dengan teman-teman sekelasku, mereka melongo terheran melihat tingkahku hari ini. Baru kali ini aku bertingkah tabu di depan publik, biasanya sehabis bel pulang aku masih sibuk memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam tas.
Falling in love, jatuh cinta pada pandangan pertama, mungkin itu faktor penyebabnya. Salah satu tanda-tandanya adalah gugup sekaligus senang, perasaan unik luar biasa yang tidak biasa.
Contohnya tidak sabar untuk melihat wajah orang yang disukai, dan ini untuk pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini.
Ban sepeda motorku berdecit tak jauh dari pintu gerbang sekolah Fenan. Tak butuh waktu lama untuk sampai, cukup berhitung sampai seratus.
Termangu menunggu, menunggu tiada bosan. Tak berselang lama pintu gerbang sekolah perlahan-lahan terbuka. Beberapa murid berbondong-bondong keluar bergantian, kuedarkan pandangan, mengamati satu per satu wajah penduduk putih abu-abu yang berpakaian sama denganku.
Mana dia ya?
Bola mataku sibuk menyorot muka-muka yang muncul menyembulkan diri, semakin lama menunggu, batang hidungnya tak kunjung terlihat. Aku tidak menemukannya di antara banyaknya manusia yang lewat. Mendengus pelan, merasa putus asa, apalagi saat Fenan muncul, berjalan riang menghampiriku.
Yah! Pupus sudah harapanku untuk bertemu si dia.
Fenan menyambar helm dari tanganku dan memakainya, naik ke boncengan sepedaku. Ia menepuk pundakku yang melamun.
"Hei! Kav, kenapa? Nunggu siapa?"
Sontak tersadar, menjawab tergagap, "E-enggak kok. Ayo pulang." Kuurungkan niat mencari gadis itu, memutar kunci, menyalakan mesin Sibro, melaju dengan pasti meninggalkan area sekolah Fenan.
Dalam perjalanan pulang, Fenan tiada hentinya bersiul-siul ringan, membawakan lagu kebangsaannya The Changcuters "Racun Wanita".
"Eh, Kav. Antar aku ke bandara. Pakai mobilku saja," ujarnya memulai percakapan dari balik punggungku.
"Bandara?" kukernyitkan dahi terheran. Kupikir ucapannya kemarin hanya sekedar candaan, aku tak menyangka kalau ia berkata serius.
"Ya, kan. Kemarin aku sudah bilang minta antar ke bandara. Ada ulang tahunnya sepupuku di Jakarta, jadi ya terpaksa," katanya menjelaskan dengan nada santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA YANG TAK DIANGGAP
Teen FictionApa jadinya jika kamu harus menghadapi sebuah dilema rasa, rasa suka yang tak dianggap. Kata orang rasa suka timbul dari mata turun ke hati, begitulah yang Kava rasakan saat pertama kali melihat sosok gadis perparas cantik bernama Kanea. Rasa yang...