Mentari pagi bersinar perpendar-pendar membakar kulit, topi abu-abu yang menutup kepala tak mampu menghalangi cahaya terik, menyorot menyilaukan pandangan.
Senin, kalian pasti tahu tradisi di hari Senin.
Kamu betul! Upacara bendera. Upacara bendera diadakan di lapangan basket sekolah.
Murid-murid berseragam putih abu-abu berbaris rapi mendengarkan ceramah khusus Bapak Kepala Sekolah di depan podium.
Asal tahu saja, mereka tak sekedar mendengarkan. Terkadang ada beberapa murid iseng, jahil pada teman sebelahnya, entah itu mencubit, menggelitiki, menginjak kaki bahkan menyenggol lengan. Sedangkan separuhnya paling cuma kasak-kusuk berbisik mendesis.
Pelajaran dimulai beberapa menit usai upacara selesai. Kubolak-balikkan buku pelajaranku, melamun sendiri menatap langit-langit kelas yang buram. Entah kenapa mood-ku sedang tidak bagus hari ini, bawaannya murung terus.
Kamu mau tahu kenapa?
Fenan masih berada di Jakarta-sudah dua hari ini ia belum pulang-aku jadi merasa kesepian.
Sepulang sekolah kuputuskan untuk mampir ke toko buku, membeli beberapa buku komik, dan soal-soal Matematika.
Lensa mataku spontan berbinar-binar melihat tumpukan buku yang terpajang tak jauh dari pintu masuk, seolah-olah melihat mainan baru. Begitu senang hatiku.
Aku melangkah pelan-pelan menyusuri dari rak satu ke rak yang lain tanpa memperhatikan langkah.
BRUK!
"Ouch!" seseorang memekik kesakitan.
Aku baru tahu setelah menoleh ke belakang. Dia terjerebab di lantai, tanpa sadar tas sekolahku yang berat mendorongnya sampai jatuh.
Kubalikkan badan mendekatinya seraya mengecek kondisi si empunya suara, "Maaf, maaf. Tidak sengaja," ucapku bermaksud menolongnya berdiri. Saat kedua manik matanya menatap, jantungku serasa berhenti berdetak.
Gadis ini....
Astaga! Ini bukan mimpi kan? Dia... dia gadis yang kucari-cari dari kapan hari.
Niatku berbuat baik, tapi apa yang dia lakukan, dia menepis kasar uluran tanganku.
"Lihat-lihat dong kalau jalan," sentaknya marah.
"I-iya. Maap. Nggak sengaja," kataku terbata. Mata ini seolah tak bosan memandanginya. Dia semakin cantik kalau sedang marah. "Boleh kenalan!" kalimat itu mengalir begitu saja dari mulutku.
Tak tanggung-tanggung aku mengajaknya berkenalan meskipun terdengar tabu di telingaku. Ini pertama kalinya aku mengucapkannya di depan seorang gadis, gadis yang belum pernah kukenal sebelumnya.
Sembari membersihkan rok mininya, gadis itu menatapku sengit, membuang muka di depanku, kemudian berjalan melengos pergi.
E-eh! Kenapa pergi? Aku seolah tak peduli dia membentakku. Aku bahkan mengikutinya dari belakang. Semakin kukejar, semakin cepat dia melangkah menuju kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA YANG TAK DIANGGAP
Fiksi RemajaApa jadinya jika kamu harus menghadapi sebuah dilema rasa, rasa suka yang tak dianggap. Kata orang rasa suka timbul dari mata turun ke hati, begitulah yang Kava rasakan saat pertama kali melihat sosok gadis perparas cantik bernama Kanea. Rasa yang...